SOLOPOS.COM - Suasana pertemuan antara ratusan pedagang Pasar Besi dengan pejabat DPP Solo membahas persoalan tarif retribusi baru di Gedung Pertemuan Pasar Besi, Jumat (25/8/2016). (Irawan Sapto Adhi/JIBI/Solopos)

Retribusi Solo, pedagang pasar besi menolak kebijakan baru soal retribusi.

Solopos.com, SOLO–Ratusan pedagang Pasar Besi menggelar pertemuan dengan pejabat Dinas Pengelolaan Pasar (DPP) Solo di Gedung Pertemuan Pasar Besi, Jumat (25/8/2016) mulai pukul 09.00 WIB. Mereka mengeluhkan penerapan retribusi baru yang dinilai terlalu memberatkan pedagang.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Ketua Paguyuban Gotong Royong Pedagang Pasar Besi, Bambang Susilo, mengatakan seluruh pedagang Pasar Besi keberatan dengan penerapan tarif retribusi baru yang mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) No. 5 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 9 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah. Menurut dia, pedagang tidak mempersoalkan besaran tarif pelayanan pasar, melainkan malah besaran tarif retribusi pelayanan persampahan/ kebersihan.

Mengacu Perda No. 5 Tahun 2016, pedagang Pasar Besi yang menempati kios diharuskan membayar retribusi pelayanan persampahan/kebersihan senilai Rp100 per meter persegi per hari per pedagang. Tarif retribusi tersebut lebih tinggi dari sebelumnya yang hanya senilai Rp10 per meter persegi per hari per pedagang. Sementara itu, pedagang Pasar Besi tetap ditarik retribusi pelayanan pasar senilai Rp80 per meter persegi per hari.

“Kalau retribusi kebersihan ditarik Rp100 per meter persegi per hari, kami jelas keberatan. Dulu pernah saya sampaikan keresahan pedagang Pasar Besi tersebut saat diundang dalam pertemuan dengan pejabat Pemkot sebelum Perda digedok. Saya menyampaikan keberatan di depan forum. Tapi tidak ditindaklanjuti. Saya bahkan waktu iti memberi gambaran langsung penerapan retribusi dengan tarif baru,” kata Bambang di dalam pertemuan, Jumat.

Bambang menyampaikan pedagang Pasar Besi keberatan dengan penerapan tarif retribusi baru karena hampir semuanya memanfaatkan kios berukuran luas. Menurut dia, ukuran kios milik pedagang Pasar Besi mulai dari 12 meter persegi sampai 750 meter persegi. Luas kios tersebut jauh berbeda dengan kios di pasar lain. Bambang meminta Pemerintah Kota (Pemkot) memberikan dispensasi kepada para pedagang Pasar Besi.

“Kami keberatan karena kami menggunakan kios luas. Dagangan kami kan besar-besar. Ada dari pabrik, rangka bus, dan barang lainnya. Kalau kios kecil, kami tidak bisa beroperasi. Mau simpan di mana barang-barang? Saya kasih gambaran saja. Misalnya, ada pedagang yang menempati kios berukuran 300 meter persegi. Mereka sebulan sebulan sudah harus bayar Rp1,6 juta lebih. Banyak sekali,” ujar Bambang.

Pedagang Pasar Besi ditarget membayar retribusi dengan tarif baru mulai 1 September mendatang. Maka dari itu, Bambang menyampaikan sebelum tarif retribusi baru diberlakukan, Paguyuban Gotong Royong Pasar Besi berencana mengirim surat keberatan kepada Wali Kota Solo, F.X. Hadi Rudyatmo. Dia mengatakan, pedagang berharap Wali Kota memahami kondisi pedagang Pasar Besi yang memiliki penghasilan tidak menentu.

Senada, pedagang Pasar Besi lainnya, Busoli, keberatan dengan penerapan kebijakan tarif retribusi baru. Dia meminta Pemkot memberikan dispensasi. Apabila Pemkot tidak memberikan pemakluman, lanjut Busoli, pedagang Pasar Besi bisa saja mengancam tidak akan membayar retribusi pasar lagi. Menurut dia, kenaikan tarif retribusi tidak sebanding dengan pendapatan para pedagang.

“Pendapatan pedagang per hari Rp50.000 saja sekarang sangat kesulitan. Walaupun hal itu tidak terjadi pada semua pedagang. Tapi saya yakin mayoritas pedagang mengalami kondisi itu. Kami sekarang hanya bisa memohon dengan hormat kepada pemerintah pedagang Pasar Besi keberatan dengan tarif retribusi baru. Mohon disesuaikan dengan kondisi yang ada,” ujar Busoli.

Kabid Pendapatan DPP Solo, Sigit Prakoso yang hadir dalam pertemuan mewakili Kepala DPP Solo Subagiyo, mengatakan pedagang Pasar Besi mesti membayar retribusi sesuai dengan Perda No. 5 tahun 2016. Dia mempersilakan pedagang mengirim surat keberatan yang ditujukan kepada Wali Kota Solo apabila merasa tarif retribusi terlalu tinggi. Sigit menegaskan, penghitungan tarif retribusi mengusung asas kemanfaatan.

“Kalau kios luas, bayarnya ya beda. Manfaatnya kan lebih besar. Kalau kios dengan luas dua meter kan lain. Karena sudah menjadi kentuan maka harus ditaati. Bukan hanya pedagang Pasar Besi tapi juga pedagang pasar lain. Sekarang hitungannya per meter. Karena sudah ada SHP-nya jadi semuanya menyesuaikan perda. Tidak menggunakan karcis, termasuk Pasar Mebel yang pernah kebakaran. Setelah pemeriksaan BPK harus pakai kartu,” jelas Sigit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya