SOLOPOS.COM - ilustras petugas kebersihan mengangkut sampah. i(Dok/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Masyarakat Solo keberatan dengan kenaikan retribusi sampah dari Rp2.000/kepala keluarga (KK) menjadi Rp3.000/KK mulai Januari 2014 lalu. Kenaikan retribusi sampah tersebut dinilai tak dibarengi dengan peningkatan kinerja pemungut sampah.

Warga Banyuanyar RT 001/RW 002, Banjarsari, Solo, Asih Sunjoto Putro, saat ditemui Solopos.com, Kamis (13/2/2014), mengatakan banyak perempuan anggota pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK) yang menyampaikan keberatan terhadap kenaikan retribusi sampah hingga 50% itu. Dia menerangkan keluhan ibu-ibu disebabkan banyak warga yang tidak aktif membayar retribusi sampah. Kalau semua KK di lingkungan RT 001, kata dia, ibu-ibu PKK bisa tombok.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

“Akhirnya, laporan retribusi sampah hanya didasarkan pada jumlah KK yang aktif bayar retribusi sampah saja. Saya kira retribusi sampah itu kok tidak masuk dalam Perda Retribusi Daerah. Karena retribusi sampah tidak masuk dalam lampiran perda itu. Sedangkan kenaikan tarif retribusi sampah itu didasarkan pada surat edaran Wali Kota Solo. Coba nanti kami bicarakan di Komisi II DPRD Solo,” tegas Asih yang juga Wakil Ketua Badan Legislasi (Banleg) DPRD, sekaligus menjadi anggota Komisi II DPRD Solo.

Ekspedisi Mudik 2024

Sekretaris Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Sangkrah, Pasar Kliwon, Asmuni, saat dihubungi Espos, mengutarakan retribusi sampah di Sangkrah justru naik 100% dari sebelumnya hanya 1.500/KK naik menjadi 3.000/KK. Padahal retribusi sampah itu dibebankan pada rumah tangga kecil. Menurut dia, naiknya retribusi sampah itu dimulai pada Januari tahun ini.

“Alasannya hanya karena apa-apa naik, retribusi sampah ikut naik. Alasan itu ora mutu. Akibatnya, warga menjadi kaget karena kenaikannya terlalu kadohan. Kenaikan retribusi itu boleh-boleh saja untuk penambahan armada sampah dan honor penarik sampah. Tapi, kinerja penarik sampah ini harus dilihat dulu dan sistem TPS [tempat pembuangan sementara] bagaimana?” tegas Asmuni.

Asmuni berharap kenaikan tarif retribusi itu harus diikuti kinerja penarik sampah. Menurut dia, kinerja penarik sampahnya ternyata sama saja dan cenderung menurun. Asmuni menyontohkan biasanya penarik sampah memungut sampah tiga kali pada setiap pekannya, menjadi satu kali per pekan.

“Akibatnya, banyak sampah berserakan di depan rumah. Selain itu, TPS di perbatasan Sangkrah-Kedunglumbu yang biasanya sudah bersih sejak sore hingga malam, tapi sekarang pada malam harinya malah menumpuk banyak banget. Itu sudah ngeri. Sampai dikirim alat berat untuk mengeruk sampah di sana. Apalagi di dekat TPS itu ada dua sekolah, kalau pagi hari baunya bukan main,” tegasnya.

Asmuni berharap ada evaluasi kinerja petugas penarik sampah dulu sebelum retribusi sampah dinaikkan. Biasanya pembayaran retribusi sampah, terang dia, dikoordinasi oleh pengurus RT/RW. “Karena kinerja buruk dan retribusi sampah naik, ya, jadinya gremeneng,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya