SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Matahari baru saja terjerembap ke peraduannya, ketika Noyo dan konco diskusinya tiba di Angkringan Pakdhe Harjo. Suasana Kota Jogja yang seharian didera panas terik itu berangsur-angsur mendingin, kendati tetap menyimpan kegerahan.

”Tumben, kowe punya waktu untuk berleha-leha… Katamu, pekan ini jadwalnya penuh,” ujar Suto begitu mereka sudah menempati bangku favorit di Angkringan itu masing-masing. “Iya, kepala saya sedang puyeng mikirin target jualan yang nggak tercapai… Mana pesaing dari luar Jogja semakin merangsek lagi…” Noyo menjawab agak ogah-ogahan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Wah, sampeyan butuh retreat Yo… ke mana kek.. biar pikiran sampeyan lebih santai…” kata Barno sambil nyeruput teh krampul kesukaan mereka.

“Retreat… kayak Pak SBY saja pake melakukan retreat segala… Kalau saya, bisa tidur enam jam nonstop, sudah cukup… gak seperti sampean, tidur harus 10 jam, seperti bayi saja… ha ha ha…” sahut Noyo dengan raut muka lebih segar.

“Weh… retreat atau tetirah itu perlu lho, Yo… untuk menenangkan diri, mencari inspirasi, menyegarkan diri… ya, kita-kita ini juga boleh kan retreat, nggak hanya Presiden atau orang-orang besar saja…” Suto menanggapi.

“Ngomong-ngomong, apaan sih hasil retreat Presiden SBY di Istana Tampaksiring pekan silam… yang kabarnya bersama seluruh menteri, gubernur, dan petinggi negara ini selama tiga hari lho di sana… Jakarta benar-benar kosong melompong karenanya… Untung gak ada yang berani melakukan kudeta… ha ha ha…” ujar Barno berseloroh.

“Huss… kamu ini becandanya kebablasan… Emang gampang melakukan kudeta… Gak cukup alasan deh…” sergah Suto.

“Sebenarnya, itu pertemuan yang agung, dilihat dari skalanya. Karena tidak hanya dengan gubernur dan para menteri, tapi juga dengan ketua DPRD Provinsi se-Indonesia, sejumlah pengusaha besar nasional, pengamat ekonomi, pemimpin BUMN, kepala lembaga pemerintah non-departemen, ketua asosiasi dunia usaha… dah pokoknya komplet… Kalau saya boleh bilang, itu pertemuan hebat deh…” Noyo menuturkan.

“Iya, tapi hasilnya apa… Nyata nggak keputusan yang dihasilkan… Bisa dijalankan nggak keputusan tersebut…” ujar Barno dengan nada ketus.

“Iya ya… saya juga belum mendengar lagi tindak lanjut dari hasil kesepakatan di Tampaksiring tersebut… Kabarnya sih, kesepakatan itu bakal dijadikan sebagai instruksi Presiden… Bahwa kapan Inpres tersebut akan dikeluarkan, itu soal waktu saja…” tutur Suto mencoba menengahi.

“Lha iya, selama ini, ya di situlah persoalan bangsa kita ini… tidak jelas waktunya… Cukup banyak kebijakan yang dikeluarkan terkesan salah waktu dan salah tempat… Momentum pentingnya sudah lewat…” Barno menambahkan.

“Barno… komentarmu terlalu menggeneralissasi persoalan… Sampean terlalu banyak dipengaruhi komentar orang-orang di Internet…” kata Noyo yang juga mencoba meredakan kegundahan rekannya yang lebih junior tersebut.

“Nggak lah, saya hanya mengedepankan fakta kok. Kenyataannya apa coba… Kita sudah menyelenggarakan berbagai forum akbar, seminar nasional dan internasional, konferensi global, dan sebagainya untuk menarik investasi, khususnya di infrastruktur kita yang memble itu… Nyatanya, proyek infrastruktur kita juga nggak maju-maju, cenderung jalan di tempat…” ucap Barno dengan nada meninggi.

“Iya, kan itu semua perlu persiapan yang matang, agar sesuai dengan yang direncanakan… Dalam membangun bangsa, kita tidak boleh grusa-grusu, karena tindakan seperti itu hanya menghasilkan ketidakberesan, dab…” kata Suto.

“Bar, mungkin ini berkaitan dengan sikap bangsa kita yang sering berperan sebagai pembimbang dan peragu… Jadinya ya… nggak maju-maju… Ada benarnya, kita sering kejebak dalam konsep wacana melulu…” ujar Noyo sambil tatapan matanya menerawang entah ke mana.

“Capek lah kita ini… Coba, misalnya, kalau proyek jalan tol trans-Jawa dikebut dengan mengerahkan segenap tenaga dan potensi bangsa, saya kok yakin itu bisa segera diselesaikan… bisa menyerap puluhan ribu tenaga kerja langsung atau malah jutaan tenaga kerja yang tidak langsung…” tutur Barno dengan nada lebih bijak.

“Lalu, apa hubungannya dengan konteks pembicaraan kita tentang tetirah tadi,” kata Suto.

“Eh, sampeyan ini gak konsen atau pelupa sih… dalam acara tetirah agung itu, kan dibahas berbagai hal amat penting, termasuk di antaranya akselerasi pembangunan perekonomian nasional hingga 5 tahun ke depan… rencananya, akan dijadikan inpres, tapi sampai sekarang gak muncul juga inpres tersebut… Istilahnya, buburnya keburu dingin…” kata Noyo mengingatkan.

“Oh iya ya… sayang juga kalau sudah jauh-jauh ngumpul dalam acara seagung itu, yang tentunya menghabiskan anggaran negara bernilai puluhan atau bahkan ratusan miliar rupiah, nantinya cuma menghasilkan jadi dokumen yang tidak tak tersentuh…” ujar Suto. “Tapi, yang saya baca di koran , Presiden sudah menekankan betul agar para menteri dan gubernur segera melaksanakan hasil kesepakatan itu…”

“Iya lah… Presiden memang selalu menekankan hal-hal seperti itu… Masalahnya, para menteri dan gubernur sebagai ujung tombak di lapangan mampu menerjemahkannya dalam program yang lebih riil apa Ndak… Inilah yang selama ini menimbulkan efek jaka sembung alias gak nyambung…” kata Barno.

“Memang tidak semuanya bisa, karena beberapa di antara mereka memang bukan berasal dari kalangan profesional, tapi lebih banyak yang berlatar belakang politik semata, sehingga mereka kadang malah nggak ngerti apa yang harus dikerjakannya atau mau mengerjakan dari mana… Begitulah negeri ini dibangun, dab…” ujar Noyo dengan nada sok filosofis.

“Pantas nggak kunjung maju ya… Kasihan sekali bangsaku ini… Alih-alih retreat, kita malah jadi atret…” ujar Barno sambil menggumam

Oleh Ahmad Djauhar
Ketua Dewan Redaksi Harian Jogja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya