SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Perpanjangan perlakuan khusus atas kredit UMKM korban gempa DIY, akhirnya resmi diberlakukan mulai 1 Juli lalu. Perpanjangan perlakukan khusus ini tertuang dalam peraturan Bank Indonesia (PBI) terbaru yakni PBI No. 11/27/PBI/2009 yang mulai berlaku 1 Juli 2009 dan akan berakhir 2010 mendatang.

PBI ini menggantikan PBI No. 8/10/PBI/2006 tentang Perlakuan Khusus Terhadap Kredit Bank Pasca Bencana Alam di Propinsi DIY dan Daerah Sekitarnya di Propinsi Jawa Tengah, yang sudah berakhir pada 30 Juli lalu PBI ini nantinya akan merupakan perpanjangan terakhir.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kita semua perlu mengapresiasi terbitnya PBI terbaru, khususnya yang termuat dalam pasal 3 ayat 4 PBI No. 11/27/ PBI/2009 terkait dengan ketentuan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPA) terhadap kredit yang direstrukturisasi. Dalam ketentuan ini terlihat tidak memanjakan bank. Misalnya saja ada ketentuan batas minimal pembentukan PPA hingga 15% dari jumlah kredit yang belum tertagih pada akhir Desember 2009, tanpa membedakan kualitas kredit.

Padahal, dalam situasi normal, sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam PBI No. 18/19/PBI/2006 tentang kualitas aktiva produktif, jika kredit berkategori lancar maka jumlah pembentukan PPA yang harus dilakukan bank adalah 1%.Kondisi semacam ini tentunya membuat bank tidak terlena, meski non performing
loan (NPL) atas UMKM di DIY dianggap sebagai kredit yang lancar, karena pada prinsipnya PPA ini akan mengurangi laba/rugi, sehingga bank nantinya tidak akan mengakui sebagai laba dan kemudian membagikan sebagai deviden dengan seenaknya.

Ekspedisi Mudik 2024

Solusi ideal?
Tujuan dari PBI ini adalah untuk memberikan solusi ideal, baik bagi debitor (UMKM) maupun bagi kreditor (perbankan) sendiri. Tentunya PBI ini sangat melindungi UMKM, karena dari awal sudah jelas yang diharapkan bersama adalah tidak terjadi eksekusi agunan atas NPL UMKM tersebut. Sebab, seperti diberitakan banyak media massa belakangan ini, beberapa kalangan pelaku UMKM, terutama yang masih menanggung NPL terkait bencana gempa tersebut, sempat khawatir karena perlakuan khusus untuk gempa sudah berakhir 30 Juni 2009 lalu.

Bahkan banyak diantaranya yang menyampaikan laporan bahwa beberapa bank sudah mulai melakukan tindakan atas NPL tersebut. Namun demikian, dengan keluarnya PBI yang baru ini agaknya bisa memberikan nafas lega bagi para pelaku dunia usaha, karena untuk beberapa saat (hingga akhir 2010) kredit mereka boleh aman-aman saja karena dianggap lancar. Artinya, mereka tetap bisa memberikan perhatian pada aspek usaha lain (peningkatan produksi, pemasaran, dll), tidak senantiasa berkutat pada persoalan agunan kredit yang akan diekseskusi bank.

Bagi bank, juga ada keringanankarena bank hanya wajib membentuk penyisihan penghapusan aktiva (PPA) secara bertahap, tidak sekaligus. Paling kurang sebesar 15% dari jumlah kredit yang belum tertagih pada akhir Desember 2009, paling kurang sebesar 50% dari jumlah kredit yang belum tertagih hingga akhir Juni 2010, dan paling kurang 100% dari jumlah kredit yang belum tertagih pada akhir Desember 2010.

Jadi pada awal 2011, semua kredit yang sudah direstrukturisasi akan dianggap macet, apabila memang tidak ada perbaikan yang signifi kan dari para pemilik atau pengelola. Jelas, dari sisi perbankan, regulasi yang baru ini memberikan keringanan sekaligus juga beban yang harus ditanggung dalam bentuk PPA. Kalau hingga akhir Juni 2009 lalu bank hanya menyisihkan cadangan 1% karena kredit tersebut dianggap lancar (kolektibilitas satu), maka mulai Desember 2009, mereka harus mencadangkan 15% dari kredit yang belum tertagih (seolah-olah kredit memiliki koletibilitas tiga/kurang lancar), hingga puncaknya Desember 2010, dimana bank harus mencadangan PPA sebesar 100% (kredit dengan kolektibiltas lima/macet). Artinya, kendati realitasnya kredit itu sudah macet, namun keringanan PPA tetap diberikan.

Esensi dari PBI
Kita perlu melihat secara lebih jernih esensi dari beleid BI tersebut. Intinya, PBI ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi pertama, dunia usaha (debitor bank) untuk terus memperbaiki kinerja, sehingga nantinya mulai bisa melakukan pembayaran angsuran dan bunga kredit bank di akhir tahun 2010.

Pada saat itulah, PBI ini akan berakhir dan tuntas sudah perlakukan khusus terhadap kredit yang direstrukturisasi. Terlebih krisis dan resesi ekonomi dunia yang menghantam kita belakangan ini menambah runyam kondisi dunia usaha di tanah air. Kalau tidak ada perpanjangan perlakuan khusus, maka akan muncul

gejolak yang tidak kita inginkan bersama. Kedua, BI sebagai otoritas perbankan juga ingin memberikan kesempatan bagi perbankan yang juga ikut terpengaruh dampak krisis ekonomi global.

Oleh sebab itu, salah satu upayanya adalah dengan memberikan perpanjangan perlakukan khusus dalam penetapan kolektibilitas terhadap kredit bank dengan jumlah tertentu dan kredit yang direstrukturisasi. Perlakukan PPA secara bertahap, setidaknya akan memberikan kelonggaran bagi bank untuk menyisihkan cadangannya secara fleksibel, sesuai dengan aturan yang berlaku. Kalau mereka diberikan aturan baku, para bankir akan terbebani dengan biaya penyisihan yang sangat besar.

Harapan kita bersama adalah, diakhir 2010 mendatang, kredit-kredit yang telah direstrukturisasi ini dapat kembali berjalan lancar. Dunia usaha sudah mulai dapat menata kembali keuangan dengan baik, dan mulai bisa membayar kembali kreditnya. Dengan demikian, perbankan tidak akan mengalami beban berat akibat biaya PPA yang besar, yang intinya akan memakan laba perbankan. Semua pihak boleh berharap bahwa di akhir 2010, perekonomian nasional sudah bisa pulih dari dampak krisis ekonomi global, sehingga semua pemain mulai bisa menata diri dengan baik, termasuk pelaku dunia usaha dan perbankan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya