SOLOPOS.COM - Ngatemi sedang menggarap lahan pertanian di Zona inti Gumuk Pasir di sekitar pantai Parangkusumo, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul. Kamis (18/8/2016). (Irwan A. Syambudi/JIBI/Harian Jogja)

Restorasi Gumuk Pasir, instruksi Pemda DIY dinilai cacat hukum.

Harianjogja.com, BANTUL — Rencana warga penghuni zona inti gumuk pasir untuk menduduki kantor gubernur mendapatkan dukungan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) DIY. Bahkan, sebagai langkah awal, pihak LBH DIY akan mendampingi warga untuk menggelar audiensi dengan pihak Pemerintah DIY 10 November mendatang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

(Baca Juga : RESTORASI GUMUK PASIR : Ancaman Warga Didukung LBH DIY)

Seorang  aktivis LBH DIY Sugiarto mengatakan pihaknya mengecam keras tindakan Pemkab Bantul yang menerbitkan Surat Teguran I-III, Surat Peringatan I-III, serta surat perintah pengosongan. Surat yang dinilainya cacat hukum ini jelas tak bisa dijadikan acuan prosedur.

Tak hanya itu, pihaknya juga menyayangkan surat yang dikeluarkan oleh K.H.P. Wahonosartokriyo Kraton Ngayogyokarta kepada Bupati Bantul untuk melakukan penertiban di lokasi zona inti tersebut. Menurutnya,  sebab pihak tersebut bukanlah lembaga subjek hukum administrasi yang lebih tinggi kewenangan dari Pemda Bantul, serta juga bukan merupakan perintah undang-undang. Surat tersebut hanyalah surat yang tak bernilai secara hukum karena Kraton Ngayogyakarta Atau Panitikismo Kraton Ngayogyakarta hanya entitas privat yang tentunya tidak bisa mengintervensi kedaulatan Negara.

Seperti diketahui, melalui surat bernomor Nomor: 120/W&K/VII/2016 tertanggal 27 Juli 2016, K.H.P. Wahonosartokriyo Kraton Ngayogyakarta atau Panitikismo Kraton Ngayogyakarta menginstruksikan Bupati Bantul untuk melakukan penertiban zona gumuk pasir di Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul. Atas dasar itulah pihaknya berharap Pemkab Bantul harus menghentikan proses penertiban yang cacat hukum itu sebelum adanya kejelasan hukum status tanah dan peruntukan tata ruang di kawasan zonasi gumuk pasir berdasarkan UU tata ruang dan peraturan pelaksananya.

“Inilah yang nanti akan kami bawa saat audiensi bersama Gubernur DIY,” katanya, Selasa (8/11/2016).

Sementara saat ditanya terkait rencana warga menduduki Kantor Gubernur, Sugiarto menilai hal itu wajar dilakukan. Pasalnya, dalam konteks kali ini, Gubernur memang bertindak sebagai pengambil kebijakan tertinggi. “Jadi untuk sementara memang warga fokus pada Gubernur dulu,” tegasnya.

Terpisah, Koordinator Aliansi Warga Menolak Penggusuran (ARMP) Parangkusumo Watin menegaskan, pihaknya kini semakin meningkatkan konsolidasi jelang detik-detik pembongkaran paksa hunian mereka. Dengan dukungan dari LBH DIY, pihaknya merasa kian mantap dalam memperjuang apa yang dirasanya menjadi hak warga.

“Kami tetap teguh pada pendirian awal. Kalau dipaksa dibongkar, kami akan duduki Kantor Gubernur,” tegasnya.

Sementara dari pihak Pemkab Bantul, Bupati Suharsono sebelumnya menegaskan bahwa penertiban itu dilakukan bukan tanpa dasar. Penataan gumuk pasir itu dilakukan dengan didahului oleh survei secara akademis terlebih dulu.

“Lagipula, dalam penertiban, sejak awal kami sudah tawarkan solusi dalam bentuk relokasi, kan,” ucapnya.

Suharsono juga membantah anggapan publik bahwa pihaknya terlampau represif dalam meminta tanda tangan kesediaan warga untuk ditertibkan. Ia berdalih bahwa upaya yang dilakukannya merupakan bagian pendekatan secara personal terhadap warga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya