SOLOPOS.COM - Purwanto, Ketua Kelompok Peneliti Sosial Ekonomi BPTKPDAS Solo (JIBI/SOLOPOS/dok)

Purwanto, Ketua Kelompok Peneliti Sosial Ekonomi BPTKPDAS Solo (JIBI/SOLOPOS/dok)

Pergantian Menteri Perdagangan dari Marie Elka Pangestu ke Gita Wiryawan menerbitkan harapan baru bagi peternak kecil; terutama peternak sapi, kerbau, kambing dan ayam. Harapan ini terkait pengalihan kebijakan impor sapi dari Kementerian Pertanian ke Kementerian Perdagangan per 1 Juli 2011 yang tidak mengurangi kecurangan yang terjadi. Tetap muncul aturan yang tidak jelas akibat kasak-kusuk para mafia daging yang mencari keuntungan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Izin volume impor tetap berada di Kementerian Pertanian, tapi Kementerian Perdagangan bisa langsung melakukan impor. Peternak kecil berharap menteri yang baru ini dapat meningkatkan harga ternak rakyat yang selama 4-5 tahun terakhir menurun yang menimbulkan kerugian bagi usaha ternak mereka.

Menteri Perdagangan yang baru diharapkan dapat menyetop impor daging sapi dari Australia dan impor daging ayam negeri dari Amerika Serikat sehingga daging dalam negeri dapat terdongkrak harganya. Bukankah daging ayam kampung lebih enak dan lebih sehat dari pada ayam leghorn atau ayam bule? Dalam hal perdagangan daging, Menteri Perdagangan yang baru hendaknya jangan ikut-ikutan selebritas yang lebih suka memilih pasangan bule ketimbang gadis atau perjaka asli dalam negeri.

Harus impor?
Kekurangan pasokan daging dalam negeri menjadi alasan Marie Elka Pangestu ketika menjabat Menteri Perdagangan membuat kebijakan mengimpor daging sapi dan daging ayam. Kekurangan ini mencapai 30% dari kebutuhan daging nasional. Bila tidak dilakukan impor daging, restoran-restoran besar di Jakarta akan tutup akibat kekurangan bahan baku.

Namun, pertanyaannya mengapa harga hewan penghasil daging di tingkat petani malah turun pada 4-5 tahun terakhir? Hukum permintaan dan penawaran menyatakan apabila permintaan tetap dan pasokan tidak mencukupi atau berkurang maka akan menggeser harga ke arah yang lebih tinggi. Tetapi, realitasnya harga daging dan hewan yang masih hidup relatif tetap. Selama lima tahun terakhir, di kawasan Soloraya harga daging sapi berkisar Rp 55.000-Rp 60.000 per kilogram.

Apakah masalah kekurangan daging harus diatasi dengan impor? Salah satu penyebab kekurangan pasokan daging tersebut yakni akibat petani menahan diri, tidak menjual ternak mereka, karena jika dijual hanya akan mengalami kerugian. Ngadi, seorang petani dan peternak di Desa Sepanjang, Kecamatan Tawangmangu, Karanganyar, yang memiliki satu ekor sapi dan ingin menjual sapinya akhirnya memilih menahan diri, tak jadi menjual sapinya, karena dia membeli sapi seharga Rp 7 juta dan sudah memeliharanya selama bulan bulan ketika akan dia jual hanya ditawar Rp 6 juta oleh pedagang. Padahal menurut perkiraannya sapi tersebut layak dijual seharga Rp 9 juta sehingga dia berharap mendapatkan keuntungan Rp 2 juta. Menghadaoi kenyataan harga di pasar, bukan untung yang dia peroleh, tetapi malah buntung. Pilihan paling logis adalah menahan sapi, tak jadi dijual.

Kebijakan mengimpor daging sebaiknya dihentikan untuk memberi kesempatan para petani mengembangkan usaha ternak mereka. Kebijakan Presiden Soeharto pada masa Orde Baru mengimpor bibit sapi baik untuk sapi pedaging atau sapi perah merupakan strategi untuk swasembada daging dan susu dalam jangka panjang. Kebijakan ini tidak diteruskan oleh pemerintah berikutnya. Pengembangannya di Boyolali, misalnya, dibiarkan menjadi puso.

Bila terpaksa terjadi kekurangan daging sebenarnya tidak sekritis kekurangan beras. Daging bukan merupakan makanan pokok bangsa kita. Zat-zat yang ada di dalam daging dapat disubstitusi dengan bahan-bahan yang berasal dari biji-bijian yang tersedia di dalam negeri atau bila terpaksa diimpor dengan harga yang lebih murah sehingga menghemat devisa sambil menunggu kesiapan peternak kita mencukupi kebutuhan daging nasional.

Biarkan menjadi kaya
Berbagai kajian menunjukkan sebelum 2005 pendapatan petani dari usaha ternak dapat menyumbang 51% dari pendapatan rumah tangga petani. Wajar jika orang-orang tua kita menyebut ternak sebagai rajakaya, raja yang bisa membuat kaya sehingga petani-petani yang masih berpikir tradisional mengandangkan sapi atau kerbau mereka di ruang tamu tanpa merasa jijik.

Dengan berkembangnya teknologi peternakan di Indonesia, petani sudah maju dalam hal memelihara ternak mereka. Berbagai ras sapi seperti limousin, metal, benggala, persilangan berbagai ras sapi tersebut dan juga persilangan dengan sapi Bali dan Nusa Tenggara sudah tidak asing lagi dan banyak dipelihara oleh petani. Bahkan penjantan sapi limousin yang asli Australia ini lebih kuat mengawini sapi betina di Indonesia karena di negaranya hanya boleh kawin dengan satu pasangan sedangkan di Indonesia boleh mengawini empat betina.

Penerapan teknologi inseminasi buatan sudah banyak dilakukan oleh peternak. Pemberian makanan konsentrat dan pemeriksaan kesehatan secara rutin juga sudah dilakukan oleh petani karena mereka tidak mau menanggung risiko ternak mereka sakit dan mati. Agar subsektor peternakan ini lebih maju, diperlukan kebijakan pemerintah untuk mempertahankan harga daging dan ternak supaya tetap tinggi sehingga petani ternak menjadi kaya.

Makin banyak petani yang kaya akan mendongkrak pertumbuhan sektor lainnya. Konsep hubungan center and peryphery antara kota dan desa dalam pengembangan ekonomi wilayah harus didorong dengan cara sedikit demi sedikit menaikkan harga komoditas pertanian. Konsep ini mungkin bertentangan dengan mainstream teori ekonomi pembangunan karena dengan harga bahan makanan pokok yang tinggi akan terjadi gejolak dan mengganggu stabilitas sosial, ekonomi dan keamanan.

Namun, untuk Indonesia yang memiliki jumlah angkatan kerja di sektor pertanian yang mencapai 46,7 juta jiwa atau 44% dari angkatan kerja, kebijakan menaikkan harga komoditas pertanian secara pelan-pelan dapat meningkatkan kesejahteraan sebagian besar masyarakat. Dengan jumlah petani yang sangat banyak tersebut, bila memiliki pendapatan yang tinggi akan mampu membeli produk-produk yang dihasilkan sektor industri dan jasa.

Pada kondisi impian ini, di masa mendatang, mal-mal di Kota Solo dan kota-kota lainnya akan diserbu petani-petani berdasi dari kabupaten sekitarnya. Saat ini mal-mal tersebut hanya didatangi pegawai negeri sipil (PNS) golongan tinggi dan swasta. Strategi desa mengepung kota dengan kekayaan petani merupakan mimpi indah masa depan Indonesia.
Pemerintah daerah di kawasan Soloraya sebaiknya segera memberi masukan kepada Menteri Perdagangan yang baru tentang pentingnya menyetop impor daging dengan memberi data jumlah petani peternak yang merugi akibat kebijakan tersebut. Kepada Menteri Pertanian kita mohon agar membina petani dengan teknik peternakan modern sehingga peternak kita dapat memenuhi kuantitas dan standar kebutuhan daging nasional.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya