SOLOPOS.COM - Ilustrasi sirop paracetamol. (Freepik.com)

Solopos.com, SUKOHARJO — Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo memastikan obat sirop yang dilarang oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI tidak digunakan di fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) Kabupaten Sukoharjo.

“Selama belum ada perubahan kebijakan puskesmas dan fasyankes masih ikuti pemerintah. Sejauh ini semua faskes masih taat aturan,” terang Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Sukoharjo saat dihubungi Solopos.com, Selasa (8/11/2022).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sementara, Kepala Puskesmas Sukoharjo, Kunari Mahanani mengatakan penghentian obat sirop sesuai BPOM juga mereka lakukan.

“Dari awal edaran Kementrian Kesehatan per Oktober 2022 sudah kami TL [tindak lanjuti] langsung. Sebelum ada kebijakan ditarik, langsung kami stop penggunaannya,” Kata Kunari pada Solopos.com melalui Whatsapp, Selasa (8/11/2022).

Kunari melanjutkan, peresepan obat berbentuk cair di Puskesmas Sukoharjo langsung dihentikan. Terkait tiga perusahaan yang dicabut izin edarnya, yaitu PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical, dan PT Afi Farma, Kunari mengatakan pihaknya memang sempat menggunakan obat yang berasal dari salah satu perusahaan.

Baca juga: Klaim Berlebih Skincare dan Kosmetik, BPOM: Jangan Mudah Percaya

“Dari Puskesmas Sukoharjo memang ada yang pakai dari salah satu perusahaan tersebut, ysitu Antasi Sirop, Ambroxol, dan Paracetamol drop,” lanjut Kunari.

Namun pihaknya telah menghentikan pengedaran sejak awal per Oktober 2022, sehingga barang yang masih tersisa disimpan untuk dikembalikan. “Sudah tidak kami pakai lagi, tindak lanjutnya kami kembalikan pada Dinas Kesehatan untuk dikembalikam ke perusahaan,” lanjut Kunari.

Kunari menambahkan, dari ketiga obat berbentuk sirop tersebut Puskesmas Sukoharjo tidak meresepkan lagi, kemudian Paracetamol Drop sudah dikembalikan ke perusahaan.

Setelah beberapa kebijakan tersebut, untuk pasien di bawah lima tahun yang belum dapat menelan obat berbentuk tablet, Kunari mengatakan pihaknya akan meresepkan obat berbentuk racikan yang ditumbuk menjadi puyer.

Baca juga: Awas, BPOM RI Temukan Banyak Produk Pangan Kedaluwarsa Jelang Nataru

“Untuk pasien balita tidak menggunakan sirup, tapi menggunakan puyer. Obat racikan, asalnya dari tablet atau kaplet yang ditumbuk,” lanjut Kunari.

Sejauh ini tenaga kesehatan pada Fasyankes memang diimbau dapat meresepkan atau memberikan obat dalam bentuk sediaan cair/sirop berdasarkan pengumuman daftar obat sirop aman dari BPOM RI.

Tenaga kesehatan dapat meresepkan atau memberikan obat yang sulit digantikan dengan sediaan lain, petunjuk tersebut berlaku sampai didapatkan hasil pengujian dan diumumkan oleh BPOM RI. Selain itu pemanfaatan obat tersebut harus melalui monitoring terapi oleh tenaga kesehatan.

Aturan tersebut berkaitan dengan Surat Petunjuk Penggunaan Obat Sediaan Cair/ Sirup pada Anak dalam rangka Pencegahan Peningkatan Kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA)/(Atypical Progressive Acute Kidney Injury) oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Baca juga: Cek Sekarang! Ini 41 Obat Tradisional yang Berbahaya dan Dilarang BPOM 2022

Sementara itu, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ir Soekarno Sukoharjo, Yunia Wahdiyati mengatakan pihaknya masih menetapkan aturan tidak menggunakan obat sirop untuk pasien.

“Saat ini, sesuai arahan dari Kemenkes, kami tidak menggunakan obat sirop. Untuk antisipasi pengalihan, ada edukasi yang dilakukan dari rumah sakit untuk pasien. Sedangkan untuk pasien anak-anak diberikan obat dalam bentuk puyer,” kata Yunia.

Meski demikian aturan tersebut membawa risiko tersendiri. Beberapa pasien mengajukan komplain karena rasa puyer yang pahit dirasa tidak nyaman untuk anak-anak.

Sementara itu, BPOM mengumumkan tiga perusahaan farmasi yang melakukan pelanggaran terkait produksi sirup obat, yakni PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, dan PT Afi Farma.

Ketiganya diberikan sanksi, sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (COPB) untuk sediaan cair non betalaktam dan izin edarnya dicabut.

Baca juga: Daftar Kosmetik Berbahaya dan Ilegal Temuan BPOM 2022, Total Ada 16

Berdasarkan hasil investigasi BPOM memastikan ketiga perusahaan itu menggunakan bahan baku pelarut Propilen Glikol (PG) yang mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) melebihi ambang batas aman.

BPOM juga memerintahkan ketiga industri tersebut untuk menghentikan kegiatan produksi sirup obat, mengembalikan surat persetujuan izin edar semua sirop obat, menarik dan memastikan semua sirop obat telah dilakukan penarikan dari peredaran yang meliputi pedagang besar farmasi, apotek, toko obat, dan fasilitas pelayanan kefarmasian lainnya.



Tak hanya itu BPOM menegaskan ketiga perusahaan itu harus memusnahkan semua persediaan atau stok sirop obat dengan disaksikan oleh Petugas Unit Pelaksana Teknis (UPT) BPOM dengan membuat Berita Acara Pemusnahan.

Ketiga perusahaan itu juga wajib melaporkan pelaksanaan perintah penghentian produksi, penarikan, dan pemusnahan sirop obat kepada BPOM. Investigasi dan intensifikasi pengawasan terhadap industri farmasi khususnya terkait sirup obat yang menggunakan bahan baku pelarut yang rentan tercemar EG terus dilakukan.

Empat bahan baku yang dimaksud adalah Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan/atau Gliserin/Gliserol. BPOM juga telah merilis 69 daftar obat yang ditarik izin edarnya dari ketiga industri farmasi yang dimaksud.

Baca juga: Obat Paracetamol Sirup Ini Kandung Dietilen Glikol dan Etilen Glikol

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya