SOLOPOS.COM - Pemilik Griya Lilin Solo, Eki Puji Lestari menunjukkan produk replika makanan dan minuman dari lilin, di rumah produksinya di Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, pada Senin (10/4/2023). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo).

Solopos.com, SOLO — Kerajinan lilin hias yang ditekuni oleh warga Solo, Eki Puji Lestari, 49, dengan produk suvenir, lilin aroma terapi, dan dummy food laku hingga luar negeri. Produk dummy food dari lilin menjadi produk paling laris manis dan dihargai dari ratusan ribu rupiah hingga jutaan rupiah.

Eki memulai usaha kerajinan lilin hias pada 2010, berbekal keahlian membantu saudaranya memproduksi lilin hias. Namun usaha milik saudaranya itu terpaksa berhenti. Pada awal menikah dan belum dikaruniani anak, Eki memanfaatkan waktu luang miliknya untuk memulai usaha lilin hias tersebut.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Waktu itu, ia mulai memasarkan produk miliknya melalui iklan di Koran Solopos selama sebulan. Iklan tersebut mendapat respons bagus dari masyarakat, dan permintaan lilin hias custom mulai meningkat.

Permintaan pelanggan untuk membuat dummy produk makanan yang bermacam-macam membuat Eki harus mempekerjakan beberapa karyawan. “Awalnya hanya [produksi] lilin aroma terapi, lama-lama ada permintaan [pelanggan] pengin lilin bentuknya berbeda-beda. Yang laku ternyata dummy food, cuma proses pembuatannya susah. Biasanya yang pesan dari restoran ataupun kafe,”ujar Eki saat ditemui Solopos.com di rumah produksi Griya Lilin, di Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Solo, pada Senin (10/4/2023).

Walaupun laris manis, Eki terpaksa harus membatasi permintaan pesanan dummy food. Selain karena tingkat kesulitan pembuatan dummy food dari lilin, Eki mengaku harus membuat replika makanan tersebut semirip mungkin dengan aslinya yang tentu membutuhkan waktu lama serta memerlukan uji coba warna serta bentuk agar sesuai permintaan pelanggan. Produk replika makanan dari lilin tersebut dibuat secara manual, tanpa mesin ataupun cetakan.

“Tiap hari pesanan datang, tapi beda-beda, jadi harus belajar, jadi kami yang menuruti pelanggan. Perwarnaan enggak bisa sehari jadi, harus didiamkan 24 jam warna asli baru nampak. Ketika warna tidak sesuai ya harus diulang,” terang Eki.

Namun ketika dalam sekali uji coba warna yang diinginkan sudah tepat, maka waktu produksi yang dibutuhkan menjadi lebih minim. Menentukan warna dasar produk replika makanan menjadi bagian terpenting dalam proses produksinya.

Selain itu menentukan ukuran produk yang tepat juga memakan waktu, ketika ukuran produk tidak sesuai keinginan pelanggan, maka perlu dibentuk kembali atau diperbaiki, menggunakan cutter atau disetrika.

Untuk harga produk replika minuman tanpa topping, biasanya dibanderol dengan harga Rp250.000 per buah. Kemudian untuk minuman dengan topping seharga Rp350.000 per buah. Sementara itu untuk replika minuman menggunakan lilin gel uang bening Rp450.000 per buah. Sementara itu untuk replika makanan tergantung bentuk dan tingkat kesulitan yang dibanderol dengan harga ratusan ribu hingga lebih dari Rp1 juta.

Replika makanan atau minuman buatan Eki laku hingga Jakarta, Surabaya, Bandung, Malang, dan bahkan luar negeri seperti Malaysia. Dalam sebulan paling tidak ia mampu memproduksi maksimal 50 buah. Dummy food yang ia buat ia klaim tahan bertahun-tahun, terlebih jika disimpan dalam ruangan dengan pendingin ruangan.

Biasanya produk milik Eki digemari oleh pemilik restoran dan kafe. Ia mengaku tidak kesulitan untuk memasarkan produk miliknya, karena ia menilai pangsa pasarnya masih luas. Ia juga mengembangkan kombinasi handycraft atau kerajinan dari kayu yang dibalut dengan motif ecoprint sebagai tempat lilin yang laku hingga Belanda dan Belgia.

Bahan kerajinan lilin yang ia buat biasanya ia dapat melalui marketplace. Pelanggan menyukai bahan baku yang ramah lingkungan yaitu soy wax atau lilin kedelai. Disebut ramah lingkungan, karena cairan sisa pembakaran tersebut bisa digunakan untuk lotion memijat tubuh.

Saat ini Eki mengaku tengah mencoba memulai kembali usahanya setelah dua tahun vakum akibat pandemi Covid-19. Eki mengaku belum berani memproduksi banyak karena masih terkendala modal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya