SOLOPOS.COM - Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril, Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kemenkes Syarifah Liza Munira, serta ahli Epidemiologi dari FKM UI Pandu Riono dan Iwan Ariawan, pada konferensi pers hasil sero survei Januari 2023, Jumat (3/2/2023). (JIBI- Bisnis/Dany Saputra.)

Solopos.com, JAKARTAKementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan tidak akan menerapkan aturan vaksin Covid-19 berbayar sebelum status pandemi dicabut oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Status kondisi kedaruratan pandemi Covid-19 bakal mengatur seluruh aspek komando pembiayaan dari pemerintah. Artinya, selama WHO masih menerapkan status pandemi keperluan untuk penanganan kesehatan terkait masih akan dibiayai penuh oleh APBN.

Promosi Tenang, Asisten Virtual BRI Sabrina Siap Temani Kamu Penuhi Kebutuhan Lebaran

“Selama itu [status darurat pandemi] belum dicabut, vaksin dan pengobatan masih jadi tanggung jawab pemerintah,” ujar Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril usai konferensi pers hasil sero survei Januari 2023 di Gedung Kemenkes, Jumat (3/2/2023).

Dengan begitu, ketika status pandemi dicabut, maka pembiayaan untuk vaksin atau pengobatan akan dialihkan kepada masyarakat. Namun, masyarakat masih akan dibantu dengan skema pembiayaan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

“Kita kan sudah punya BPJS, jadi jangan khawatir masyarakat karena BPJS dan kita berharap vaksinasi dan pengobatan [dikaver] BPJS,” lanjutnya.

Syahril juga mengatakan saat vaksin sudah berbayar, maka masyarakat juga bisa memilih jenis vaksin yang disediakan.

“Mestinya begitu karena itu pilihan, sama dengan obat, tetapi konsultasikan sama dokternya dulu. Semisal sebelumnya pakai vaksin jenis ini, selanjutnya apakah bisa pakai vaksin jenis tertentu,” ucapnya.

Kemenkes masih irit bicara soal kapan status kedaruratan pandemi Covid-19 bakal dicabut.

Sebelumnya Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemerintah akan mengubah aturan soal vaksin Covid-19 menjadi berbayar mulai tahun ini, kecuali untuk masyarakat yang tercatat sebagai penerima bantuan iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan.

Menkes mengungkapkan alasan dibalik rencana penerapan aturan vaksin Covid-19 berbayar. Budi menegaskan rencana tersebut bukan ajang jual beli vaksin oleh pemerintah, tetapi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pemberian vaksin Covid-19.  Menurutnya, hal itu penting untuk mendukung proses transisi dari pandemi menjadi endemi.

“Bukan diperjualbelikan, kita kan dalam masa transisi dari pandemi menjadi endemi yang paling penting adalah intervensi pemerintah diturunkan, partisipasi masyarakat ditingkatkan termasuk juga pada vaksinasi,” terang Budi ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (24/1/2023).

Jika wacana tersebut teralisasi, masyarakat bakal bisa membeli vaksin Covid-19 secara mandiri melalui apotek, puskesmas, hingga rumah sakit (RS). Pada kondisi itu, Budi menekankan proses penyuntikkan vaksin Covid-19 hanya dapat dilakukan di RS maupun puskesmas setempat.

“Mekanisme pengawasannya sama saja seperti sekarang, seperti kalau kita beli vitamin C. Kita jualnya kan enggak hanya di apotek, kan harusnya diberikannya di rumah sakit atau puskesmas,” ujar Budi.

Kendati demikian, Budi menegaskan rencana vaksin berbayar ini hanya diperuntukkan bagi masyarakat yang tidak tercatat sebagai penerima bantuan iuran (PBI).

PBI adalah peserta JKN BPJS Kesehatan yang premi atau iurannya ditanggung pemerintah melalui APBD kabupaten/kota, APBD provinsi, dan APBN. Masyarakat yang menjadi PBI adalah kalangan keluarga miskin yang masuk data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).

Bagi masyarakat yang merupakan PBI, maka dosis vaksin nantinya akan dimasukkan ke dalam paket PBI.

“Mungkin nanti vaksinasi yang gratis akan kami paketkan dalam PBI dan itu hanya vaksin dalam negeri. Sedangkan, vaksin lainnya akan kami masukkan seperti vaksinasi rutin seperti vaksin influenza dan harganya bekisar US$5-US$10 atau sekitar di bawah Rp200.000,” jelasnya.

 

Ke Depan Vaksin Bisa Dibeli di Apotek

Sebelumnya, Menkes Budi Gunadi Sadikin berencana menerapkan aturan vaksin Covid-19 berbayar.

“Mungkin nanti vaksinasi yang gratis akan kami paketkan dalam PBI dan itu hanya vaksin dalam negeri. Sedangkan, vaksin lainnya akan kami masukkan seperti vaksinasi rutin seperti vaksin influenza dan harganya bekisar US$5-US$10 atau di bawah Rp200.000,” jelas Budi dalam rapat Komisi IX DPR di Jakarta, Selasa.

Budi menyampaikan untuk warga non-PBI, masyarakat nantinya bisa membeli vaksin melalui apotek dan rumah sakit secara umum. Hal itu seperti ketika masyarakat ingin melakukan vaksinasi meningitis atau vaksinasi influenza yang biasa dilakukan di fasilitas kesehatan.

“Dengan dilakukan hal tersebut, beban negara akan terkonsentrasi ke masyarakat-masyarakat yang miskin saja dan itu akan di-cover dengan mekanisme normal melalui PBI,” jelas Budi.

Sebagai informasi, capaian vaksinasi Covid-19 mengalami penurunan drastis di mana rata-ratanya pada Januari 2023 sekitar 27.000 dengan stok vaksin yang dimiliki Kemenkes saat ini sekitar 9,3 juta.



Sisa stok vaksin tersebut terdiri atas berbagai jenis vaksin, antara lain Janssen 138.000 stok, Pfizer 3,5 juta stok, Sinopharm 10.000 stok, Indovac 4,3 juta stok, Zifivax 199.000 stok, dan Inavac 1,1 juta stok.

Budi menambahkan pembelian vaksin saat ini dialihkan ke vaksin dalam negeri. Sementara, vaksi luar negeri tersisa hibah saja. Vaksin luar negeri ini akan dialihkan untuk vaksin anak, khususnya untuk anak berusia di bawah lima tahun (balita) karena sejauh ini vaksinasi kepada anak balita hanya menggunakan Pfizer.

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul Vaksin Covid-19 Berbayar Diberlakukan, jika Status Pandemi Dicabut

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya