SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Wonogiri (Espos)--Wacana penghapusan pelaksanaan acara-acara tradisi seperti Jamasan Pusaka dari agenda resmi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wonogiri dinilai bukan solusi yang tepat untuk menghilangkan kemusyrikan dan menjamin terlaksananya ajaran agama yang baik dan benar.

Sebaliknya, penghapusan itu justru menghilangkan kesempatan Pemkab untuk mendidik masyarakat. Penilaian itu disampaikan tokoh masyarakat yang juga pemerhati budaya di Wonogiri, Joko Purnomo, kepada wartawan, Selasa (23/11).
Menurut Joko, persoalannya bukanlah dihapus atau tidaknya acara itu dari agenda Pemkab.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Percuma saja Pemkab menghapuskan agenda itu tapi masyarakat dibebaskan untuk mengadakan kegiatan itu. Justru ini yang berbahaya karena masyarakat bisa dengan bebas mengartikulasikan acara itu tanpa arahan dari Pemkab. Bisa-bisa kemusyrikan malah semakin merajalela,” kata Joko.

Lebih lanjut, Joko mengatakan yang harus dilakukan Pemkab adalah memodifikasi acara-acara itu, mengembalikan kepada makna sebenarnya dari kegiatan itu, dan menghilangkan unsur mistik, ritual dan sebagainya yang mengarah pada kemusyrikan.

Dengan demikian, Pemkab bisa mendidik masyarakat dan mendapat keuntungan dari daya tarik wisata sekaligus pelestarian budaya.

“Misalnya jamasan itu kan artinya merawat. Ya, berikan pengertian itu kepada masyarakat dengan menghilangkan ritual seperti membakar kemenyan dan sebagainya saat acara itu berlangsung,” kata Joko.

Hampir senada disampaikan pemerhati budaya lainnya, AK Jaelani. Ketua Persaudaraan Masyarakat Budaya Indonesia (Permadani) Wonogiri ini mengatakan dari sudut pandang pelestarian budaya, sangat disayangkan apabila acara Jamasan Pusaka dan sejumlah tradisi lainnya dihapuskan dari agenda Pemkab.

“Kalau alasannya karena pemborosan anggaran, ya silakan saja dihapus. Tapi kalau dilihat dari sisi pelestarian budaya, menurut saya kok sangat disayangkan. Acara ini sudah berjalan selama puluhan tahun dan masyarakat sudah menerima itu sebagai bagian dari tradisi,” ungkap Jaelani.

Kalau ada komentar-komentar, misalnya acara itu mengarah pada kemusyrikan dan sebagainya, Jaelani mengatakan di situlah tugas pemerintah untuk meluruskannya. Caranya, dengan mengemas acara itu sedemikian rupa agar kembali kepada makna yang sebenarnya.

”Misalnya untuk jamasan pusaka, ya cukup dikirab kemudian dibawa ke waduk untuk dibersihkan, tanpa perlu ritual dan sebagainya. Bagaimanapun pusaka itu adalah peninggalan leluhur yang patut dirawat dan dilestarikan,” ujarnya.

Pada bagian lain, pemerhati budaya, Kelik SW mengatakan agar pemerintah mengaji kembali niat awal diadakannya acara itu, yang sebenarnya, menurutnya, lebih didorong motif ekonomi dengan meningkatkan khasanah kepariwisataan.

shs

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya