SOLOPOS.COM - Kantor baru Bappeda Boyolali di Kemiri (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Solopos.com, BOYOLALI — Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Boyolali Gatot Suyanto membela Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali terkait dugaan adanya lelang sandiwara dalam proyek pembangunan gedung-gedung di ibu kota baru Kabupaten Boyolali di Kelurahan Kemiri, Kecamatan Mojosongo.

Menurut dia, terjadinya selisih antara HPS dengan penawaran yang sangat kecil disebabkan perencanaan proyek dilakukan setahun sebelumnya. ”Lelang sudah dilakukan secara fight dan terbuka. Tudingan itu hanya rumor,” kata Gatot membela Bupati Seno Samodro, Kamis (31/10/2013).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Harga perkiraan sendiri (HPS) dalam dunia pengadaan barang/jasa pemerintah sejatinya adalah celah yang gampang dimainkan pejabat  pemegang otoritas proyek bersama rekanan. Di penentuan HPL inilah hitung-hitungan untung dan rugi bisa diukur.

Namun, Ketua Gapensi Boyolali, Gatot Suyanto, menjelaskan, HPS disusun dengan memperhatikan lokasi proyek di suatu wilayah. Jika akses suatu wilayah susah ditempuh sarana transportasi, otomatis akan membuat satuan harga barang/jasa tinggi dan mengerek nilai HPS.

”Di [wilayah] Soloraya ini, harga satuan barang di Boyolali terhitung paling kecil,” ujar dia ketika ditemui Solopos.com, pekan lalu.

Ihwal data selisih HPS dengan penawaran pemenang lelang proyek  pembangunan kantor baru Pemkab Boyolali yang relatif kecil, menurut Gatot disebabkan waktu penyusunan HPS setahun sebelum lelang proyek dilaksanakan.

Akibatnya, menurut dia, ketika lelang dimulai harga-harga di pasaran sudah melambung. Wakil Bupati Boyolali, Agus Purmanto, punya cara pandang sendiri terkait HPS ini.

Menurut Agus, kecilnya selisih HPS dengan penawaran pemenang lelang disebabkan kejelian panitia lelang dalam merumuskan harga satuan barang. Ketika proyek dilelang harga penawaran yang paling wajar adalah sesuai HPS.

”HPS ini disusun melalui survei harga di pasaran. Jika panitia jeli, berarti tak perlu lagi ada sisa anggaran karena memang harga di pasaran seperti itu,” kata Agus

Namun, keterangan Heru Agustanto, pengamat ekonomi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, penyusunan HPS bukan hanya mengacu kondisi harga saat dilakukan survei harga pasaran, melainkan harus mempertimbangkan ekonomi makro tahun berikutnya ketika proses lelang dimulai.

Ketika tahun berikutnya proses lelang dimulai, HPS sudah mencerminkan kondisi harga-harga di tahun berlangsung. ”Alasan bahwa HPS disusun tahun lalu, lantas tak sesuai dengan tahun ini, itu enggak bisa jadi alasan,” kata Heru.

Heru juga menegaskan bahwa penyusunan HPS tak boleh mengabaikan kualitas dan keuntungan bagi pelaksana proyek. Artinya, ketika HPS disusun dengan margin yang kecil dari hitungan harga barang/jasa di pasaran, sesungguhnya panitia tak menghargai rencana pembangunannya sendiri.

”HPS harus disusun dengan kualitas terbaik serta memperhatikan besaran keuntungan pelaksana proyek melalui pemilihan spesifikasi barang/jasa. Nah, fungsi lelang itu untuk menemukan calon pelaksana yang berani menawar paling kecil,” ujar Heru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya