SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/wordpress.com)

Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/wordpress.com)

JOGJA—Relokasi warga di lereng Gunung Merapi menjadi salah satu topik yang dibahas dalam Konferensi Tingkat Menteri Se-Asia untuk Pengurangan Risiko Bencana kelima di Jogja. Untuk mengatasinya, pemerintah bersama warga perlu kesepakatan mengenai bentuk relokasi yang tepat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Senior Disaster Management Adviser The World Bank, Iwan Gunawan menjelaskan konferensi 74 negara akan memecahkan persoalan tersebut. Termasuk program living in harmony atau bersahabat dengan alam akan dicari bentuk yang paling layak.

Living in harmony harus dicari bentuknya, apakah semua akan tinggal di KRB III terus melarikan diri atau bentuk lain akan dipecahkan dalam konferensi ini,” ujarnya disela jumpa pers di JEC, Jogja Senin (22/10/2012).

Iwan menyampaikan solusi relokasi sebanarnya bisa dipecahkan oleh masyarakat sendiri. Masyarakat yang akan mendefinisikan apa itu living in harmony, kemudian pemerintah yang membuat regulasi dan membiayai bersama lembaga donor. Sehingga ada satu sistem kesepakatan saling berkaitan tanpa muncul gejolak yang berlebihan.

Salah satu contohnya, menyepakati untuk berkomitmen tidak akan menambah bangunan baru. Jika ada yang melanggar bisa diturunkan Satuan Polisi Pamong Praja untuk kontrol sosial. Jika sudah ada kesepakatan, warga wajib mentaati agar tidak terjadi pelanggaran. Semua dilakukan untuk penanggulangan bencana menekan korban jiwa ketika terjadi erupsi Merapi.

Terkait dengan kesiapan resiko pasca erupsi Merapi, World Bank menyiapkan micro zooning bekerjasama dengan Balai Penyelidikan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta. Micro Zooning adalah pemetaan zonasi resiko bahaya banjir lahar hujan secara lebih detail di sekitar kali yang berhulu di Merapi.

Berkelok keloknya alur Kali harus dilakukan pemetaan secara detail. Masing masing lokasi punya resiko yang berbeda. Lokasi aman dari banjir lahar adalah 200 meter dari bibir kali.

“Metodologi dilakukan harus ada aturan dan kesepakatan masyarakat. Ini sama halnya petanya milik BPPTK ditaruh di lapangan,” kata Iwan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya