SOLOPOS.COM - Ilustrasi relokasi warga bantaran (Dok/JIBI/Solopos)

Relokasi bantaran, ada 76 penghuni yang masih bertahan di bantaran Bengawan Solo.

Solopos.com, SOLO–Program relokasi warga bantaran Sungai Bengawan yang berjalan sejak 2008, menyisakan 76 bangunan berstatus hak milik (HM).

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Banyak kendala mengganjal program relokasi, selain soal besaran harga ganti rugi bangunan juga administrasi kepemilikan hingga proses turun waris. “Kami kesulitan menargetkan kapan selesai, karena banyak kendala. Seperti soal harga bangunan dengan besaran yang hanya Rp 8,5 juta,” kata Kepala Bidang (Kabid) Pemberdayaan Masyarakat Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (Bapermas PP PA dan KB), Sukendar Tri Cahyo Kemat ketika dijumpai wartawan di ruang kerjanya, Kamis (29/9/2016).

Sukendar mengaku dengan perkembangan saat ini dana ganti rugi Rp8,5 juta memang dirasa cukup kecil. Hal inilah yang sampai saat ini masih membuat para warga pemilik tanah HM dibantaran Sungai Bengawan Solo enggan menerima ganti rugi. Sementara jika besaran ganti rugi harus dinaikkan, kebijakan juga rentan menimbulkan permasalahan baru. Terutama, lanjutnya, bagi warga bantaran yang sudah mendapatkan ganti rugi.

“Mereka [warga Bantaran] pasti akan menanyakan alasannya mengapa dana ganti rugi bangunan dinaikkan, kan ini bisa menjadi masalah,” tuturnya.

Ihwal rencana Wali Kota F.X. Hadi Rudyatmo mengkaji ulang nilai ganti rugi bangunan, dia mengatakan masih terganjal regulasi. Selama ini, nilai ganti rugi Rp 8,5 juta ditetapkan berdasar pada Memorandum of Understanding (MoU) antara Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) dengan Wali Kota Solo pada 2007. Dengan demikian perlu regulasi baru untuk menetapkan besaran ganti rugi bangunan tersebut.

“Ganti rugi bangunan dibiayai dengan dana APBN, sedangkan ganti rugi tanah dibiayai APBD Kota Solo. Jadi kalau nilai ganti rugi bangunan mau dinaikkan harus cari regulasinya dulu,” katanya.

Dia menjelaskan besaran Rp8,5 juta telah sesuai dengan penilaian waktu itu. Penentuan nilai memang tidak menggunakan appraisal karena kawasan tersebut dianggap ilegal untuk hunian. Nilai bangunan ditetapkan bukan berdasarkan kondisi masing-masing bangunan, melainkan hanya dilihat berdasar fungsi bangunan sebagai tempat tinggal.

“Makanya sejak awal sudah ditetapkan sama, mau bangunan bagus atau jelek sama Rp 8,5 juta,” lanjut dia.

Sementara persoalan lain yang mengganjal relokasi adalah proses administrasi pembebasan lahan, termasuk turun waris. Berdasar data, Pemkot telah berhasil merelokasi 1.418 warga berstatus tanah negara (TN) dan 207 warga berstatus HM. Mereka direlokasi ke berbagai lokasi yang telah disediakan Pemkot, salah satunya Mipitan, Mojosongo. “Sekarang tinggal 76 bangunan HM yang belum direlokasi,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya