SOLOPOS.COM - Bambang Aris Sasangka (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — I cannot lead you into battle. I do not give you laws or administer justice. But I can do something else. I can give you my heart and my devotion to these old islands and to all the peoples of our brotherhood of nations.

Saya tak bisa memimpin Anda dalam peperangan. Saya tak bisa membuat hukum atau mengadili. Tapi, saya bisa melakukan yang lain. Saya bisa memberikan seluruh hati dan pengabdian saya kepada nusantara ini dan kepada seluruh rakyat bangsa-bangsa kita yang bersaudara.

Promosi 204,8 Juta Suara Diperebutkan, Jawa adalah Kunci

Itu penggalan pidato Natal Ratu Elizabeth II yang kali pertama disiarkan di televisi pada 1957. Mungkin tak seperti negara tetangga—Australia—yang punya keterkaitan erat dengan Inggris dalam sejarah, mangkatnya Ratu Elizabeth II tak terlalu terasa pengaruhnya di negeri kita.

Persentuhan kita dengan Inggris dalam sejarah silam sangat singkat, hanya lebih kurang lima tahun pada 1800-an, ketika dalam dinamika politik kolonial global saat itu Inggris mengambil alih penguasaan atas sejumlah wilayah Indonesia dari Belanda.

Sebagai warga dunia, kita layak bercermin dari sosok Ratu Elizabeth II dan perannya dalam dunia modern. Sebagai salah satu negara pelopor sistem monarki konstitusional, kedudukan penguasa kerajaan di Inggris hanya sebagai kepala negara yang tak punya hak politik untuk mencampuri urusan pemerintahan.

Dalam kedudukan itu pula seorang penguasa kerajaan justru berperan vital sebagai simbol dan sosok pemersatu. Situasi kehidupan mungkin saja terbelah oleh sikap-sikap politik yang berseberangan. Figur sang kepala negara yaitu raja atau ratu seolah-olah menjadi mercusuar yang menenangkan para pelaut yang tengah mengarungi samudra yang bergolak ganas.

Hal ini seperti yang disampaikan Ketua Majelis Rendah Parlemen Inggris atau Speaker of the House of Commons Sir Lindsay Hoyle dalam pidato saat menyambut kehadiran Raja Charles III, pewaris takhta yang menggantikan Ratu Elizabeth II.

She has given our lives a sense of equilibrium [Beliau telah memberikan rasa keseimbangan dalam hidup kita … wibawanya yang lembut dan kebijaksanaannya yang berwawasan luas selalu terasa],” kata Hoyle.

Dalam peran itu pula, keberadaan penguasa kerajaan sekaligus menjadi penjaga tradisi dan budaya yang sangat kuat. Harus kita akui, hanya tradisi dan budaya yang kuat yang mampu memberikan sebuah bangsa karakter khas, yang selanjutnya memberikan kekuatan bagi bangsa itu dalam berhadapan dengan bangsa-bangsa yang lain.

Tradisi dan budaya yang kuat itu pula yang menjadi pemersatu sebuah bangsa. Ketika simbol-simbol yang terkait dengan tradisi dan budaya itu, misalnya penguasa kerajaan mangkat, maka warga bangsa itu akan bersatu dalam duka dan bersatu dalam doa dan harapan untuk masa selanjutnya.

Inilah yang terlihat dalam beberapa hari terakhir. Kita lihat betapa di Inggris yang modern, rakyat masih berjejal-jejal berpanas dan berhujan di tepi jalan menyambut lewatnya iring-iringan jenazah Sang Ratu, dan menyambut datangnya Sang Raja yang baru.

Teriakan “Long Live the King [Hidup Sang Raja]!” berkali-kali terdengar ketika Raja Charles III lewat dalam konvoi atau saat menyalami rakyat yang datang menyatakan bela sungkawa. Terasa ajaib pada masa sekarang ketika banyak pula orang yang mempertanyakan relevansi sebuah institusi kerajaan di dunia modern.

Di sinilah peran institusi yang terasa makin purba itu masih diperlukan, yaitu sebagai penjaga tradisi dan budaya yang menjadi kekayaan dan identitas sebuah bangsa. Siapa pun pemimpin kerajaan itu seharusnya dia menjadi seperti yang diilustrasikan oleh Sir Lindsay Hoyle.

The Queen has been a constant presence in our lives–as familiar as a member of the family, yet one who has exercised a calm and steadying influence over our country. Sang Ratu selalu menjadi bagian erat dalam kehidupan kita, begitu dekat seperti bagian dari keluarga kita, namun menjadi sosok yang selalu memberikan ketenangan dan pengaruh yang menyeimbangkan bagi negeri kita.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 14 September 2022. Penulis adalah jurnalis Solopos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya