SOLOPOS.COM - Suasana pengambilan sumpah jabatan PNS baru Pemkab Boyolali beberapa waktu lalu. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai masih ada sejumlah pelanggaran dalam rekrutmen CPNS, baik di tingkat pemerintah pusat maupun di daerah. (JIBI/SOLOPOS/Farida Trisnaningtyas)

Suasana pengambilan sumpah jabatan PNS baru Pemkab Boyolali beberapa waktu lalu. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai masih ada sejumlah pelanggaran dalam rekrutmen CPNS, baik di tingkat pemerintah pusat maupun di daerah. (JIBI/SOLOPOS/Farida Trisnaningtyas)

JAKARTA—BPK menemukan beberapa indikasi pelanggaran ketentuan dalam proses penetapan formasi dan pengadaan PNS. Anggota III BPK Agung Firman Sampurna, Rabu (12/9/2012) mengungkapkan 5 permasalahan yang ditemukan BPK dalam pilot project pemeriksaan kinerja penerimaan PNS sepanjang 2011.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dalam proyek pendahuluan tersebut BPK memeriksa proses penetapan formasi dan pengadaan PNS di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Badan Kepegawaian Negara, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. BPK juga memeriksa proses penerimaan PNS di Pemerintah Daerah Jawa Timur, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Pemerintah Kota Bekasi.

Masalah pertama adalah perbedaan data jumlah PNS yang dimiliki Badan Kepegawaian Negara (BKN) dengan data milik kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah. Kedua, BPK menemukan bahwa tidak semua instansi pemerintah mengajukan kebutuhan formasi PNS ke BKN sesuai prosedur. Ketiga, beberapa instansi diketahui tidak menggunakan pertimbangan teknis BKN dalam penetapan formasi PNS.

Keempat, Kementerian PAN-RB tidak memiliki parameter teknis yang jelas dalam mengevaluasi dan menentukan jumlah dan formasi penerimaan PNS. Kelima, BPK menemukan perubahan formasi yang dilakukan setelah penetapan penambahan formasi dikeluarkan.

Agung mengatakan permasalahan ini menunjukkan masih ada potensi kuantitas dan kualitas PNS yang diterima tidak optimal karena formasi tidak ditetapkan melalui analisis beban kerja. Dia mengatakan proses penerimaan PNS harus diawasi karena memiliki potensi moral hazard terkait gratifikasi, potensi kerugian negara selama puluhan tahun karena PNS yang diterima tidak kompeten dan potensi penyimpangan yang bisa dilakukan oleh PNS yang diterima melalui proses penyaringan yang tidak efektif.

“Jumlah pegawai akan semakin naik, anggaran juga semakin naik. Ini harus diawasi bersama,” kata Agung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya