SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta–Puncak harga emas sudah tercapai pada Selasa (7/12)lalu ketika harga menembus US$ 1430.90 per ounce. Harga tersebut diperkirakan merupakan harga puncak di tahun ini, dan selanjutnya harga emas akan berada pada posisi netral dan memasuki fase konsolidasi.

Pada perdagangan, Kamis (9/12) di London, harga emas di pasar spot tercatat naik tipis 0,2% menjadi US$ 1.384,15. Harga emas sempat menembus rekor tertinggi di level US$ 1430.90 per ounce. Namun setelah rekor tertinggi itu tertembus, emas langsung terkoreksi tajam pada perdagangan, Rabu ke level US$ 1371.10 per ounce.

Promosi Oleh-oleh Keripik Tempe Rohani Malang Sukses Berkembang Berkat Pinjaman BRI

“Pelemahan emas ini sepertinya berkait aksi profit-taking para investor yang mencari pengembalian yield yang lebih baik,” jelas Wahyu Tribowo Laksono, Kepala Riset PT. Askap Futures dalam analisanya, Jumat (10/12).

Ia menjelaskan, koreksi harga emas tersebut salah satunya terkait dengan tingkat imbal hasil surat berharga AS. Yield obligasi AS melonjak ke enam bulan tertinggi untuk dua hari berturut-turut pada Selasa lalu, setelah persetujuan Presiden AS Obama untuk memperpanjang potongan pajak memicu kecemasan mengenai defisit anggaran yang membengkak.

Ekspedisi Mudik 2024

Dolar AS juga menguat terhadap beberapa mata uang lainnya, didukung oleh harapan mengenai pertumbuhan ekonomi AS yang membaik terkait stimulus pajak tersebut. D

Wahyu menjelaskan, isu lainnya yang juga menekan emas adalah berkait potensi kenaikan suku bunga China sekitar akhir pekan ini untuk menghadang inflasi. Dalam tajuknya, China Securities Journal mengatakan bahwa akhir pekan ini terdapat kemungkinan China melakukan kenaikan suku bunga, yang akan merupakan kali keduanya setelah peningkatan secara tak terduga di Oktober, peningkatan pertama suku bunga Bank Sentral China (PBOC) sejak 2007.

Peningkatan suku bunga akan mempertegas pengumuman Beijing akhir minggu lalu bahwa mereka telah beralih ke kebijakan moneter “waspada (prudent)” dari sebelumnya kebijakan “longgar (easing)” selama dua tahun belakangan ini.

Jurnal tersebut mengatakan waktu untuk peningkatan suku bunga sepertinya akan berkait antisipasi data indeks harga konsumen (CPI) yang akan rilis pada hari Senin, 13 Desember, yang diduga meningkat terkait tekanan inflasi. CPI China di November mungkin akan menguat ke 27 bulan tertinggi di level 4.7 persen dari tahun sebelumnya, menurut poling Reuters, naik dari sebelumnya 4.4 persen di Oktober.

“Pelemahan emas juga didukung oleh kecenderungan di mana banyak investor dan trader global sudah menutup posisinya jelang akhir tahun. Saat emas menembus level tertinggi baru di US$ 1430,90, volume perdagangan emas di divisi COMEX pada bursa NYMEX hanya sekitar 200 ribu kontrak, sekitar 18% di bawah rata-rata 30 harianya. Biasanya, penguatan harga yang tidak didukung oleh volume yang signifikan akan sangat rentan dengan ancaman koreksi,” urai Wahyu.

Secara teknikal, Wahyu menjelaskan, pergerakan turun (pull back) emas pasca pembentukan level tertinggi baru ke bawah level US$ 1400 per ounce memberikan indikasi bahwa emas mengalami overbought dan bahkan terancam mengalami pembentukan posisi double top terhadap tertinggi 9 November di US$ 1424.30 per ounce.

Jika melihat sejarah emas satu tahun lalu, emas mencetak level tertinggi baru di US$ 1226,20 per ounce pada 3 Desember 2009. Tepat di hari yang sama, emas anjlok dan berbalik melemah hingga ke level US$ 1044,50 per ounce pada 5 Februari 2010 sebelum melanjutkan trend bullishnya hingga saat ini.

“Sepertinya terdapat indikasi bahwa level top telah tercapai jangka pendek ini di US$ 1430,90 per ounce (tertinggi 7 Desember). Selama gagal menembus level 1430.90, maka dalam jangka pendek emas akan berada dalam posisi netral dan akan mengalami fase konsolidasi di antara level US$ 1430,90 dan US$ 1314.60 (terendah 22 Oktober),” papar Wahyu.

Ia memperkirakan harga emas masih mungkin melemah ke level US$ 1371,10 per ounce (terendah 8 Desember) atau berdekatan dengan level US$ 1372,75 per ounce yang merupakan level 50% fibonacinaci dari terendah 22 Oktober (1314.60) ke tertinggi 7 Desember (US$ 1430,90). Level 1371.10 ini kebetulan juga berhimpit dengan support garis tren naik dari terendah 17 November (US$ 1330,70) ke terendah 26 November (US$ 1350,70).

“Jika level US$ 1371,10 tersebut tertembus maka sepertinya akan terbuka jalan bagi emas untuk menguji level US$ 1350,70 (terendah 26 November) atau berhimpit dengan level US$ 1349,00 (tertinggi 21 Oktober). Bahkan pelemahan bisa berlanjut ke level US$ 1342,05 yang merupakan level 23.6% untuk fibonaci yang sama,” jelas Wahyu.

Ia menambahkan, resistance terkuat emas saat ini berada di level US$ 1404,30 (tertinggi 8 Desember) atau berdekatan dengan level US$ 1403,45 yang merupakan level 76.4% untuk fibonaci yang sama.

dtc/tiw

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya