SOLOPOS.COM - Joko Widodo saat di rumah dinas Loji Gandrung ketika masih menjadi Wali Kota Solo (Jokowi). (JIBI/Solopos/Dok.)

Solopos.com, SOLO–Pilpres 2014 telah selesai digelar. Berdasar hasil resmi penghitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU), pasangan Jokowi-JK memenangi Pilpres 2014. Bagi pasangan Joko Widodo—yang akrab disapa Jokowi—dan M Jusuf Kalla, sekarang merupakan ajang membuktikan implementasi visi dan misinya.

Pasangan ini juga harus membuktikan tudingan yang dialamatkan ia sebagai capres boneka, adalah salah. Namun, setidaknya, dapat dijadikan sebagai warning, agar kelak tidak sampai seperti yang ditudingkan itu. Karena, jika ditelusuri rekam jejak politisi yang semula berasal dari tukang kayu ini, sejak menjabat Wali Kota Solo sampai Gubernur DKI Jakarta telah membuktikannya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Di Solo, Jokowi berhasil membenahi kota yang kumuh dengan caranya sendiri. Demikian pula di Jakarta, tanpa ada seorang pun yang bisa mengendalikannya, termasuk partainya. Berbeda dengan kepala daerah lain yang pada umumnya cenderung menuruti kemauan partai atau juga kepala daerah yang jabatannya lebih tinggi. Sosiolog UI, Thamrin Amal Thomagola, menilai Jokowi bukanlah boneka. “Politisi hanya dapat dihakimi dengan rekam jejaknya.”

Saat memimpin Solo, Jokowi terbukti tidak ada yang dapat mendikte, baik dari partai maupun atasannya. Bahkan dengan atasannya, Gubernur Jateng Bibit Waluyo sempat terjadi polemik terkait Saripetojo. Jokowi menolak lokasi itu dibuat mal. Selama menjabat Gubernur DKI Jakarta pun tidak ada satu pejabat DKI yang dari kader PDIP. Sehingga, Thamrin mengapresiasi lelang jabatan yang dilakukan Jokowi. Model ini, menurut dia, bagus sekali karena dapat memilih orang-orang yang memang potensial dan punya komitmen tinggi dalam menduduki jabatan-jabatan strategis di pemerintahan DKI.

Seperti diketahui, tudingan capres boneka kepada putra Solo terbaik anak kesayangan pasangan Noto Mihardjo (alm) dan Hj Sujiatmi ini muncul lantaran dianggap terlalu menurut keputusan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang menunjuknya maju sebagai capres. Dalam berbagai kesempatan pun Jokowi tampak akrab bersama Mega.

Tukang Kayu

Ekspedisi Mudik 2024

Walaupun masa kecil pria kelahiran Solo, 21 Juni 1961 ini rumahnya pernah tergusur tiga kali, ia tumbuh menjadi anak cerdas kemudian kuliah di Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta. Setelah lulus, 1985, pria yang hobi memakai celana jins ini tidak serta merta langsung terjun ke bisnis pengolahan kayu. Semula ia sempat bekerja di Aceh, sesuai jurusan yang digelutinya sewaktu kuliah maka ia bekerja di sebuah perusahaan BUMN mengenai hasil hutan. Kurang lebih 1,5 tahun pekerjaan itu digeluti, Jokowi kembali ke Solo membantu pakdenya, Miyono ikut bisnis di bidang kayu, di bawah bendera CV Roda Jati. Jokowi bekerja sambil menimba ilmu mengolah kayu alias membuat produk-produk mebel.

Jokowi kemudian berupaya mandiri bersama tiga temannya mendirikan Rakabu. Nama Rakabu sendiri diambil dari nama putra pertamanya yakni Gibran Rakabuning Raka. Empat sekawan ini kemudian menerima semua order perabotan rumah. ”Modal saat itu yang dikeluarkan sangat kecil sekitar Rp4,5 juta. Itu pun kemudian hilang, dibawa orang sampai sekarang tidak kembali. Kemudian saya memulai bisnis dari minus lagi,” tutur Jokowi.

Hingga akhirnya tahun 1991, Rakabu menjadi perusahaan produksi mebel yang berorientasi ekspor. Saat itu, Rakabu hanya menjadi supplier semua hasil produksi kemudian disetor ke eksportir. Bermula dari itu lambat laun Rakabu jadi perusahaan eksportir, dan kalangan UKM menjadi supplier-nya. ”Konsep yang kami kembangkan menggunakan inti plasma. Jadi misalkan kami terima pesanan, kami minta UKM itu yang mengerjakan produk, setelah cocok harganya, kemudian kami bayar.”

Dengan kejujuran dan usaha kerasnya, Jokowi mendapat kepercayaan keliling Eropa sekaligus mengekspor dagangannya itu. Modal inilah yang kemudian membuka matanya setelah menjadi Walikota Solo. Ia jadi tahu pengaturan penataan kota yang baik di Eropa. Inspirasi ini kemudian diterapkan, yakni dengan kepemimpinan nguwongke wong dan mewujudkan kota yang bersahabat untuk penghuninya.

Menjadi Wali Kota Solo

Wali Kota Solo

Pilkada Solo 2005 merupakan tonggak sejarah bagi Jokowi terjun ke dunia politik. Ia digandeng Ketua DPC PDIP Solo FX Hadi Rudyatmo (Rudy) berpasangan mencalonkan diri sebagai Walikota-Wakil Walikota Solo periode 2005-2010. Dengan mengusung jargon “Berseri Tanpa Korupsi” dalam kampanye Pilkada 2005, pasangan ini meraih suara 36,75%, dibandingkan pasangan Drs Hardono-GPH Dipokusumo 28,74 %, Dr Achmad Purnomo Apt-dr Istar Yuliadi 28,63% suara dan pasangan Slamet Suryanto-Henky Narto Sabdo 5,87%.

Berbagai gebrakan dilakukan membuat popularitas pasangan ini kian meroket. Salah satu kebijakan paling fenomenal adalah keberhasilan memindahkan 989 pedagang kaki lima (PKL) yang membuat kumuh kompleks Monumen Juang ’45 Banjarsari ke Pasar Klithikan Notoharjo di wilayah Silir, Semanggi, Pasar Kliwon. Relokasi PKL yang dilakukannya secara aman, damai itu menjadi sangat monumental, bahkan disertai kirab para pedagang menuju tempat yang baru.

Kebijakan populis lain yang dilakukan Jokowi-Rudy adalah menata kawasan kompleks Stadion Manahan yang semula disesaki ratusan PKL. Manahan akhirnya menjadi kompleks stadion yang nyaman, rapi, hijau dengan tetumbuhan dan taman yang asri. Para PKL dibikinkan selter, sehingga kawasan stadion terlihat asri jauh dari kesan kumuh.

Demikian pula Taman Balekambang yang saat itu mangkrak, sekarang telah kembali menjadi elok, asri, jujugan para wisatawan. Balekambang yang memiliki legenda tersendiri ini akhirnya menjadi taman yang bukan saja dikenang luas warga Solo tapi juga memesona.

Pada Pilkada 2010, pasangan Jokowi-Rudy menang telak dengan perolehan 90,09% terhadap pesaingnya pasangan Eddy Wirabhumi-Supradi Kertamenawi yang meraih 9,91%. Kemenangan itu tak lepas dari prestasi Jokowi dalam penataan sejumlah kawasan Kota Solo menjadi bersih, sehat, rapi dan indah yang membuat keduanya makin dekat dengan rakyatnya.

Lebih-lebih, dengan kegiatannya blusukan ke pasar-pasar tradisional. Bahkan, sering kali Jokowi menggelar rembuk warga yang menjadi momentum pertemuan langsung warga dengan walikota-wakil walikotanya. Warga bisa curhat langsung dan mengemukakan berbagai keluhan. Gaya kepemimpinan dan prestasi-prestasi inilah yang menobatkan ia meraih penghargaan nasional maupun internasional. Oleh karena itulah popularitas Jokowi terus tak terbendung.

Tak heran jika Jokowi menjadi buah bibir di kancah lokal maupun nasional. Media pun banyak yang menulis kisah suksesnya. Ia disebut-sebut pemimpin daerah yang memimpin dengan hati (nguwongke wong), transparan, dan selalu pro wong cilik. Tak pelak, Jokowi semakin mesra dengan wartawan, karena selalu memberikan inspirasi kepada masyarakat, dan apa pun yang berkaitan dengan kegiatan Jokowi layak dipublikasikan.

Selain media lokal, nasional, bahkan sejumlah penerbit pun tertarik mengungkap ketokohannya sebagai pejabat yang merakyat. Ia bukan tipe pejabat jemawa, eksklusif, dan mementingkan diri sendiri. Sebaliknya, ia merakyat, pekerja keras, ulet, selalu menghargai orang lain, dan siap dikoreksi apabila dinilai melakukan kekeliruan. Oleh karena itu blusukan dan rembuk warga yang dilakukannya tidak lain merupakan sikap yang siap dikoreksi sekaligus untuk menjaring aspirasi warga.

Program Jokowi lainnya yang dinilai prorakyat dan monumental adalah BPMKS dan PKMS. BPMKS singkatan dari Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta. Program ini muncul setelah mengajak diskusi Masyarakat Peduli Pendidikan Surakarta (MPPS). Masukan dari MPPS dalam rangka sekolah gratis dengan memprioritaskan warga miskin ini disambut antusias warga.

Demikian pula dengan PKMS, singkatan dari Program Kesehatan Masyarakat Surakarta, . program kesehatan yang sinergi dengan program nasional (BPJS Kesehatan). Bedanya, untuk BPJS, warga harus membayar premi tiap bulannya, sedangkan PKMS, gratis. Semua telah dianggarkan di APBD. Kedua program itu setelah Jokowi menjadi Gubernur DKI pun kemudian diadopsi menjadi Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Jakarta Sehat (KJS). Bahkan, pada saat kampanye pilpres, program serupa ditawarkan menjadi Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Semua itu karena pintarnya Jokowi mengelola isu menjadi program nyata—Walau pragram-program tadi bukan murni gagasan dirinya melainkan mengakomodasi berbagai masukan yang dikelolanya. Kesan terhadapnya, Jokowi tidak pernah menentang pendapat rakyat, sebaliknya menghargai dan mengakomodasi jadi program nyata di pemerintahannya.

Jadi Gubernur DKI

Gubernur DKI

Kelebihan itu pula membuatnya diajak M Jusuf Kalla (JK) ke Jakarta dicalonkan sebagai Gubernur DKI. Megawati setuju dengan usulan JK itu. Prabowo pun menawarkan Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) sebagai pasangan Jokowi untuk calon wakil gubernur. Namun, setelah Jokowi menjadi capres, Prabowo mengungkit jasanya. Namun Ahok kemudian mengklarifikasinya dengan menjelaskan Prabowo memang memodali pemasangan iklan di teve swasta, tapi itu sekaligus sebagai iklan Prabowo sendiri menuju capres.

Bahkan, dua tahun berturut-turut, setelah memenangi Pilkada Solo 2010 untuk periode II (pasangan Jokowi-Rudy), kemudian Jokowi berpasangan dengan Ahok memenangi Pilkada DKI pada 20 September 2012. Pada pilkada putaran kedua, pasangan Jokowi-Ahok meraih 53,82%, sedangkan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli 46,18%. Pertarungan politik di DKI pun berlangsung seru. Pada putaran kedua diwarnai kampanye hitam berkisar isu SARA dan sejumlah isu lain.

Di DKI, Jokowi terbukti mampu mengubah hal-hal yang dianggap kebanyakan orang mustahil menjadi suatu keniscayaan. Selain KJP dan KJS, Jokowi telah merelokasi PKL Tanah Abang dan juga mengembalikan fungsi Waduk Pluit yang semula kumuh dengan bangunan liar, kini kembali sebagai daerah resapan, sekaligus dalam rangka mengurangi banjir Jakarta.

Jokowi juga menaikkan upah buruh. Meski ia tak sepenuhnya setuju permintaan buruh agar upah minimum provinsi (UMP) jadi Rp3,7 juta tapi kenaikan yang ditetapkan Rp2,44 juta, diakui Jokowi, itu kenaikan tertinggi selama ini. Langkah berikutnya meresmikan pembangunan angkutan massal (MRT) yang sebelumnya tertunda bertahun-tahun. Kemudian meresmikan jalur hijau monorel, perbaiki kualitas layanan armada Transjakarta, peluncuran bus wisata. Dan, yang monumental dalam meningkatkan mutu layanan adalah lelang jabatan.

Dalam upaya mengatasi banjir Jakarta, sejumlah proyek telah dilakukan selain pengembangan fungsi Waduk Pluit, juga Waduk Ria Rio, dan Kali Pesanggarahan. Upaya normalisasi ini mendapat pujian bukan hanya warga DKI tapi juga luar negeri. Ketika menormalisasi Waduk Pluit, sempat terjadi ketegangan dan penolakan warga hingga pelaporan ke Komnas HAM, namun setelah melalui diplomasi makan siang, warga yang semula membangkang akhirnya luluh. Begitu pula di Waduk Ria Rio dan Kali Pesanggarahan, semua bisa diatasi dengan pendekatan kemanusiaan.

Program lain yang menonjol adalah kampung deret. Pada 2013 terealisasi 26 titik kampung deret di DKI, dan pada 2014 ditarget membangun 70 kampung deret baru. Jokowi pun membangun RSUD Pasar Minggu, bahkan juga membangun rumah sakit yang dikhususkan bagi pekerja.
Untuk mengangkat brand Jakarta, Jokowi menggelar berbagai festival antara lain Jakarta Night Festival, pesta rakyat, festival keraton sedunia, pembenahan tata kota maupun tata ruang, pembenahan taman kota dan ruang terbuka hijau, dsb.



Jadi Capres


Jadi Capres

Sejak 14 Maret 2014, ketika Jokowi menerima mandat Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk maju sebagai capres, serangan terhadapnya terus bertubi-tubi; dari kampanye negatif sampai kampanye hitam. Ketika dicari sisi negatifnya nyaris tidak ada, akhirnya serangan hebat berupa kampanye hitam.

Awalnya, Jokowi diserang soal Perjanjian Batu Tulis antara Megawati dengan Prabowo, kemudian ada yang mengaitkan bus Transjakarta yang karatan, bahkan yang paling keji adalah fitnah melalui Tabloid Obor Rakyat. Ahok yang notabene (untuk partai) adalah lawan politik tapi juga pasangannya (sebagai Wagub DKI), mengaku khawatir bila masyarakat memercayainya. “Justru yang bahaya Pak Jokowi dong, orang bersih, bagus, malah dicari-cari fitnahnya. Kalau masyarakat sampai percaya kan bahaya,” kata Ahok di Balai Kota Jakarta, Jumat (23/5).

Melalui visi misinya, pasangan Jokowi-JK menawarkan 12 agenda strategis dalam mewujudkan Indonesia yang berdaulat di bidang politik, 16 agenda strategis menuju Indonesia berdikari dalam bidang ekonomi dan tiga agenda strategis untuk Indonesia berkepribadian dalam kebudayaan. Semua itu diperas jadi sembilan agenda prioritas pemerintahan ke depan, yang disebut Nawa Cita.

Di hari terakhir kampanye, Sabtu (5/7), di Gelora Bung Karno Jakarta, Jokowi mengatakan tidak ada yang lebih membanggakan dalam hidupnya selain bisa berdiri di hadapan puluhan ribu pendukungnya. Jokowi menilai mereka selalu bekerja keras, mengorbankan waktu dan tenaga, menyumbangkan gagasan untuk mewujudkan jalan kebaikan bagi Indonesia. “Saudara-saudara adalah pembuat sejarah, dan sejarah baru sedang kita buat!”

Inovasi ide-ide kreatif Jokowi telah terbukti berhasil mengubah wajah Solo dan juga Jakarta, dan kini ditunggu mengubah negeri ini menjadi Indonesia baru. Selamat dan sukses Jokowi mengemban amanat sebagai RI-1 untuk lima tahun mendatang…







Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya