SOLOPOS.COM - Ichwan Prasetyo (Istimewa/Dokumen pribadi)

Solopos.com, SOLO -- Gibran Rakabuming Raka adalah rejuvenate. Meremajakan. Bolehlah dalam bahasa Indonesia disebut ”rejuvenasi”. Wujudnya jelas kelihatan. Dia adalah wali kota termuda pada sepanjang sejarah Kota Solo.

Saya sebut wali kota karena sudah ditetapkan sebagai pemenang pemilihan wali Kota Solo. Tinggal menunggu pelantikan dan masuk kantor di balai kota. Apakah dia akan mampu mewujudkan rejuvenate dalam pengelolaan Kota Solo?

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut saya, harus mampu. Rejuvenate harus terwujud dalam pemerintahan Kota Solo yang dipimpin Mas Wali Kota Gibran. Sebutan Mas Wali Kota bisa menjadi awal rejuvenate. Jadikan itu sebutan resmi, sebutan formal. Resmikan dan sahkan sebutan itu.

Menurut saya ini penting. Demi meremajakan pengelolaan Kota Solo. Perubahan sebutan pemimpin kota dari Pak Wali Kota menjadi Mas Wali Kota pasti akan memunculkan perubahan mendasar. Rejuvenate manajemen pengelolaan Kota Solo.

Sebutan Mas Wali Kota sedikit banyak—dalam pemaknaan subjektif saya—akan merombak kultur feodal yang masih sangat kental dalam bangunan birokrasi. Bertemu atau menemui Mas Wali Kota pasti berbeda dengan bertemu atau menemui Pak Wali Kota.

Sebutan ”Mas” memang ada unsur feodalisme juga. Kita maknai saja sebutan itu dalam konteks kekinian, bukan dalam konteks strata sosial dan kedudukan ala ”feodalisme Jawa”. Sebutan ”Mas” pada era sekarang, dengan pemaknaan era sekarang, saya yakin justru bisa membongkar sisa-sisa feodalisme dalam manajemen pengelolaan Kota Solo.

Sebutan ”Mas” jamak merujuk pada sosok laki-laki muda di mata kaum yang lebih muda usianya. Sebutan ”Mas” untuk memosisikan sebagai yang lebih dihormati. Cukuplah ini dimaknai dalam konteks unggah-ungguh berbasis budaya Jawa, bukan feodalismenya.

”Mas” di mata kaum yang lebih tua berarti penghormatan. Mereka yang lebih tua menghormati laki-laki yang jauh lebih muda usianya. Dihormati karena kedudukan, wewenang, dan otoritas. Dalam konteks ini saya meyakini sebutan ”Mas” akan lebih mencairkan pengelolaan birokrasi dan pembangunan komunikasi dengan masyarakat Kota Solo. Seorang ”Mas” dituntut menunjukkan kualitas dan integritas, sebagai sosok yang layak dituakan pada usia muda.

Para birokrat dan pejabat di pemerintahan Kota Solo akan mendapatkan suasana lebih cair ketika berkomunikasi dengan Mas Wali Kota. Warga Kota Solo akan merasa lebih dekat saat berkomunikasi dengan Mas Wali Kota. Sebutan yang sepele ini akan meremajakan manajemen pengelolaan Kota Solo.

Meremajakan bagian apa atau sektor apa? Untuk menjawab pertanyaan ini kita bisa belajar dari pengalaman Kota Solo sebagai kota pelopor dalam konteks manajemen wilayah.

Musyawarah perencanaan pembanguan yang jamak disebut musrenbang kali pertama muncul dan dilaksanakan di Kota Solo dan kemudian direplikasi di semua daerah di Indonesia.

Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta yang jamak disebut BPMKS itu adalah inisiatif di Kota Solo yang kemudian direplikasi di banyak daerah di Indonesia. Kini jamak disebut program pendidikan gratis.

Penataan pedagang kaki lima (PKL) dengan konsep nguwongke wong itu muncul kali pertama di Kota Solo. Pemerintah Kota Solo mendengarkan aspirasi para PKL yang kemudian dirumuskan menjadi penataan yang manusiawi.

Regulasi berwujud peraturan daerah yang menjamin keseteraan kaum penyandang disabilitas muncul dan diberlakukan kali pertama di Kota Solo. Peraturan daerah sejenis kemudian disusun dan diberlakukan di banyak daerah di negeri ini.

Pemugaran pasar tradisional tanpa membebankan biaya kepada pedagang dan para pedagang menempati lagi bangunan baru pasar tanpa membayar sama sekali adalah konsep yang awal mula diterapkan di Kota Solo.

Dalam konteks kepeloporan kebijakan-kebijakan populis yang substantif seperti itulah rejuvenate di Kota Solo. Harus ada kebijakan pemerintahan sehingga benar-benar berorientasi pada pembangunan manusia-manusia warga Kota Solo. Bukan pembangunan kota yang meminggirkan manusia-manusia warga kota itu.

Apa syarat yang harus dipenuhi pemimpin Kota Solo demi rejuvenate yang saya maksud? Nalar dan sikap pembelajar. Sang pemimpin harus menjadi manusia pembelajar. Ia harus bersedia belajar bersama warga kota. Ia harus manjing ajur ajer di tengah warga kota.

Dengan demikian dia paham betul apa yang kurang dari kota, apa yang dibutuhkan warga kota, dan bisa menggunakan wewenang dan kekuasaannya untuk menutup kekurangan dan mencukupi kebutuhan warga kota.

Pola partisipasi dalam manajemen pemerintahan Kota Solo harus dikedepankan. Pola partisipasi dengan kerangka belajar. Partisipasi dengan nalar pembelajar. Para pembelajar jamak selalu rendah hati. Kerendahhatian akan membuka diri pada ide-ide baru dan kritik. Dari situ akan muncul inovasi. Rejuvenate menjadi nyata.

Pada Selasa (26/1/2021) siang saya bersama beberapa aktivis Komunitas Belajar Madani Solo bertemu dengan beberapa pejabat Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Solo. Komunitas Belajar Madani Solo adalah komunitas aktivis berbagai organisasi masyarakat sipil di Kota Solo berhimpun, bertemu, dan saling belajar.

Diskusi pada siang kemarin khusus membahas eksistensi kurang lebih 40 organisasi masyarakat sipil di Kota Solo yang bergerak di berbagai sektor. Saya mendapat gambaran konkret bahwa 40 lebih organisasi masyarakat sipil di Kota Solo itu adalah aset tak ternilai untuk belajar, untuk memahami secara detail wajah Kota Solo.

Keberadaan mereka akan sangat bermakna bagi manajemen pengelolaan Kota Solo ketika ”penguasa” kota punya jalur komunikasi efektif dengan mereka. Partisipasi menjadi pola satu-satunya kiat membangun jalur komunikasi itu dalam konteks manajemen pengelolan Kota Solo.

Mas Wali Kota Gibran harus mampu meremajakan pola baru komunikasi dengan warga Kota Solo sehingga mewujud menjadi manajemen pengelolaan Kota Solo yang partisipatif. Muara rejuvenate adalah keadilan sosial. Bukankah tugas utama pemimpin wilaya adalah mewujudkan keadilan sosial di wilayah yang dia pimpin?

Negara—pemerintah daerah—memegang peran kunci merealisasikan keadilan sosial. Sejak abad ke-20, secara tersurat dan tersirat, keadilan sosial menjadi bagian bangunan tatanan global dan nasional.



Ketika gerakan antiglobalisasi menguat, muncul rumusan keadilan global yang menekankan pada ketimpangan struktural dalam tatanan ekonomi politik dunia yang terus-menerus meminggirkan negara miskin dan berkembang. Konsep keadilan sosial terus berkembang seturut zaman.

Di Indonesia, menurut Kamala Chandrakirana dalam artikel berjudul Refleksi tentang Keadilan Sosial; Aspirasi Tiada Akhir (Prisma edisi 3 volume 39 tahun 2020), keadilan sosial adalah bagian dari kontrak sosial ketika negara berdaulat didirikan. Kini semakin tampak jelas titik-titik rentan dan kontradiksi-kontradiksi internal dalam sistem demokrasi dan keadian sosial yang telah dibangun.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia ternyata disertai tingkat ketimpangan sosial yang semakin tinggi. Kelas menengah Indonesia kian tinggi aspirasinya. Rasialisme terus menindih dalam kemiskinan, kelaparan, dan pembungkaman di tengah sumber daya alam yang melimpah.

Demokrasi elektoral yang kian semarak ternyata menciptakan lahan subur bagi politik identitas yang meningkatkan intoleransi terhadap minoritas dan politik elite yang korup dan oligarkis.

Di tengah semua itu—yang gejalanya juga merebak hingga daerah, termasuk di Kota Solo—dan pada saat pemerintah mulai merencanakan pembangunan menjelang usia ke-100 tahun Indonesia pada 2045, pemaknaan terhadap gagasan keadilan sosial untuk konteks Indonesia sudah waktunya diuji dan dimutakhirkan.

Tugas Mas Wali Kota Gibran sama beratnya dengan itu. Dia harus memetakan kondisi riil Kota Solo demi merumuskan dan merealisasikan strategi pembangunan menuju keadilan sosial yang konkret. Kuncinya  rejuvenate manajemen pengelolaan kota.

Belajarlah dari Dewa 19. Grup musik yang lahir pada akhir era 1980-an dan membesar pada era 1990-an itu kini tetap bertahan, bahkan mampu meregenerasi penggemar. Kuncinya rejuvenate.

Lagu-lagu lama diremajakan dengan aransemen berteknologi terbaru yang menghasilkan komposisi suara yang tetap menarik bagi telinga penggemar lawas, Baladewa lawas, sekaligus menarik penggemar-penggemar baru, menciptakan Baladewa baru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya