Ketika melewati sebuah perempatan yang sepi di kampungnya, mata Koplo dan Gembus terbelalak melihat buah kelengkeng sak plastik berserakan di tengah jalan. Kalau ditimbang mungkin sekitar dua kiloan. ”Wah Mbus, kelengkenge sapa iki, kok gur dibuang di tengah jalan?” tanya Koplo penasaran.
”Jupuki wae Plo, Lumayan, nek tuku sekilo rolas ewu-e,” jawab Gembus sambil menepikan motornya.
Setelah clingak-clinguk dan memastikan tidak ada orang lain selain mereka, mereka pun segera beraksi menyapu habis kelengkeng-kelengkeng itu dan memasukkannya ke dalam plastik.
Setelah clingak-clinguk dan memastikan tidak ada orang lain selain mereka, mereka pun segera beraksi menyapu habis kelengkeng-kelengkeng itu dan memasukkannya ke dalam plastik.
”Plo, iki jenenge rezeki nomplok,” ucap Gembus sambil tersenyum.
”Sip Mbus. Wis beres ta? Ayo gek ndang lunga!”
”Woo, lha itu, kelengkengnya! Wadhuh, malah sudah diambilkan sama Mas Gembus dan Mas Koplo. Terima kasih ya Mas, sudah mengambilkan kelengkeng kita yang tadi jatuh,” ucap Cempluk sambil meminta kelengkeng itu dari tangan Koplo.
Gembus dan Koplo cuma bisa melongo, masih belum sadar dengan apa yang terjadi sebenarnya.
”Jadi ceritanya begini, Mas. Tadi kita baru saja belanja buah untuk konsumsi gerak jalan tujuhbelasan. Lha karena banyaknya belanjaan, kita nggak tahu kalau kelengkengnya jatuh di sini. Untungnya ada Mas Koplo dan Mas Gembus.”
”I… iya, Mbak… Sama-sama. Ini sebenarnya juga mau saya antar ke rumah Mbak Cempluk lho,” ucap Koplo tersenyum kecut nutupi isin.
Sepeninggal Cempluk dan Nicole, Koplo dan Gembus cuma bisa kukur-kukur sirah sambil pringas-pringis sajak gela.
Kiriman Farida Rachmawati, Gatak RT 02/RW V, Madegondo, Grogol, Sukoharjo.