SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Sebagai dampak dari kritikan tajam terhadap melempemnya pengawasan Bank Indonesia (BI) terhadap bank-bank, BI akhirnya mengambil sikap tegas.

Kritikan ini sebenarnya muncul sebagai buntut dari mencuatnya kasus-kasus yang menimpa industri perbankan belakangan seperti mencuatnya kasus Bank Century dengan produk bodong Antaboga Delta Sekuritas (ADS) dan likuidasi Bank IFI, yang terkesan terlambat karena konon sudah terendus bertahun-tahun sebelumnya. Ketidakcekatan dan ketidaktegasan BI dalam hal ini menyebabkan kerugian yang cukup besar, akibat “bodongnya” asset-aset bank dilikuidasi.

Promosi Moncernya Industri Gaming, Indonesia Juara Asia dan Libas Kejuaraan Dunia

Bahkan berdasarkan penelitian, asset-aset Bank IFI sebagian adalah asset busuk, yang harga jauh lebih murah dari dari penilaian semula. Bahkan untuk kasus Bank Century, hingga kini menyisakan utang yang demikian besar dan kerugian (dari pihak nasabah) yang konon mencapai Rp 1,5 triliun. Hingga kini, masalah yang diderita nasabah belum menemukan titik terang penyelesaikan.

Inilah pekerjaan rumah besar yang dihadapi BI ke depan. Langkah konkret yang baru saja diambil BI adalah dengan menambah personel pengawas hingga 100 orang. Setelah dibina, seluruh pengawas tersebut akan langsung disebar dan ditempatkan ke seluruh bank di Indonesia.

Yang luar biasa, Gubernur BI Boediono sudah meminta kepada seluruh pengawas baru tersebut untuk meningkatkan kualitas pengawasannya. Teknisnya, BI akan berusaha seoptimal mungkin memperpendek bahkan menghilangkan jenjang waktu yang dinilai cenderung lama antara hasil temuan dan penindakan yang terjadi selama ini. Maka selain SDM berkualitas, diperlukan pula pembinaan pengawas yang baik agar setiap laporan atau hasil temuan dugaan pelanggaran di lapangan, dapat segera ditindaklanjuti. Fokus pembenahan kualitas pengawas inilah yang menjadi fokus kerja BI tahun ini.

Produk non-bank
Dalam konteks pengawasan ini, BI hendaknya tak hanya fokus pada persoalan produk-produk bank, namun juga melakukan pengetatan pengawasan atas produk-produk non bank (produk pasar modal dan pasar uang) yang dijual oleh bank. Maka dalam praktiknya nanti, BI akan terus berkoordinasi dengan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dalam urusan pengawasan ini. Bila sistem pengawasan ini telah dibenahi, maka kita bisa optimis bahwa BI akan menjadi pengawal dan pengawas perbankan dan keuangan yang bisa diandalkan.

Terlebih dengan semakin sumringahnya kembali pasar modal belakangan ini, maka produk-produknya akan semakin banyak diperjualbelikan melalui bank. Berbagai bentuk surat utang, obligasi ritel (ORI), reksa dana, unit-linked (bankassurance), produk derivatif (offshore), serta produk non-bank lainnya, akan menjadi menu utama jualan bank-bank, terutama bank yang memberikan jasa layanan wealth management. Berbagai produk yang dijual bank, harus dipastikan aman dalam artian pihak penerbit dan juga produk investasinya sudah benar-benar legal dan terdaftar di Bapepam-LK.

BI jelas tidak bisa sekadar membatasi bahkan melarang bank untuk menjual produk bank di tengah semakin mengglobal produk lembaga keuangan. Yang diperlukan disini adalah kesiapan dari aparat BI untuk bisa mendengus dan mengendus adanya produk-produk bodong, yang sebenarnya merupakan rekayasa dari si owner (pemilik bank) untuk ”mengelabuhi” nasabah bank. Pengetatan sistem pengawasan harus dilakukan, terlebih dalam menghadapi imbas krisis global yang sedang terjadi sekarang ini. Pembenahan pengawasan merupakan langkah pencegahan agar dampak krisis tidak terlalu memperburuk pertumbuhan industri perbankan keseluruhan.

Untuk itu, menurut pemberitaan terakhir, BI sudah merekrut dan kini sudah memiliki tenaga pengawas bank hingga 800 orang yang tersebar di seluruh Indonesia. Tiap tahun, tenaga pengawas bertambah sebanyak 100 orang. Selama ini, tiap orang mengawasi hanya satu bank. Namun maraknya kasus perbankan belakangan ini, jumlahnya bertambah menjadi dua orang tiap bank.

Langkah semacam ini jelas sangat bagus untuk memperketat pengawasan bank.  Artinya dengan begitu, BI tak lagi menunggu hingga bom waktu meledak dengan sendirinya. Upaya ini sebagai langkah untuk meminimalkan risiko yang bisa terjadi di dunia perbankan. Semestinya, bank-bank tak usah merasa direpotkan atas tidakan BI yang semakin ketat dalam melakukan pengawasan bank.

Lebih tegas
Tak hanya sebatas pengawasan yang lebih ketat. BI seharusnya juga lebih tegas lagi dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap bank bermasalah -termasuk Bank IFI, dan keputusan melikwidasi (bank) tidak perlu membutuhkan waktu lama – sepanjang bank bersangkutan sudah memenuhi syarat untuk dihentikan kegiatannya.

Kalau memang masih ada bank-bank lain yang berkinerja buruk dan tidak bisa ditolong lagi,  sebaiknya juga segera dilikuidasi Buat apa dipertahankan jika sudah tidak memenuhi syarat. Semestinya, persoalan penutupan bank ini tidak hanya dilihat dari skala banknya saja,  namun secara keseluruhan bank nasional bisa ikut tercoreng jika masih ada bank yang bermasalah, dan fungsi pengawasan BI jadi ikut dipertanyakan Oleh sebab itu, fungsi pengawasan BI dalam UU (UU BI dan UU Perbankan) perlu diperkuat dan lebih ditegas lagi.

Misalnya dalam UU hanya disebutkan bahwa BI boleh meminta kepada manajemen bank untuk memeriksa pembukuannya. Harusnya UU menjamin BI untuk boleh mengambil paksa jika ada sesuatu yang dinilai mencurigakan. UU No. 3/2004 tentang Perubahan Atas UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, rasa-rasanya kurang kuat dalam mengatur fungsi pengawasan perbankan. Jadi pasal-pasal terkait fungsi pengawasan harusnya diperkuat lagi, baru kemudian diperkuat tim pengawasnya dalam hal melakukan ekskusi likuidasi bank.

Kalau ini bisa dilakukan, maka wibawa BI  dalam masalah pengawasan bank ini akan semakin meingkat tajam. Timing dan momentum yang pas untuk menjatuhkan palu godam likuidasi bank, menjadi tantangan yang sangat menarik bagi BI di masa mendatang. Tidak terlalu cepat, namun juga tidak terkesan terlembat, adalah langkah yang ditunggu-tunggu masyarakat.

Kalau semuanya bisa dilakukan dengan transparan dan jelas, maka berbagai risiko sistemik, dan efek menular, akan bisa diatasi dengan baik. Toh masyarakat kini sudah semakin cerdas untuk memilha-milah persoalan yang dihadapi perbankan dewasa ini. BI tidak perlu terlalu kawatir dalam masalah ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya