SOLOPOS.COM - Mulyanto Utomo (FOTO/Dok)

Mulyanto Utomo (FOTO/Dok)

Wartawan SOLOPOS

Promosi Iwan Fals, Cuaca Panas dan Konsistensi Menanam Sejuta Pohon

Begitu Anda mulai menulis untuk menyenangkan setiap orang, Anda tidak lagi berada dalam dunia jurnalisme (kewartawanan). Anda berada dalam dunia pertunjukan.  (Frank Miller Jr)

Beruntung sekali pekan lalu saya dihadiahi buku baru oleh guru, dosen sekaligus tempat saya menimba ilmu jurnalistik, Pak Mursito BM. Buku karya terbarunya berjudul Realitas Media, dan setidaknya memberi saya jawaban sehubungan berbagai kritik, komentar miring atau malah cercaaan dari sejumlah pembaca terkait dengan pemberitaan media atas peristiwa bentrokan, tawuran, kerusuhan dan sejenisnya yang teramat sering terjadi di negeri ini.

Sebagai seorang wartawan yang telah bekerja lebih dari dua puluh tahun, saya hafal betul bahwa ketika saya menulis berita tentang sebuah fakta konflik antara dua, tiga atau bahkan empat pihak pasti tidak akan ada yang merasa puas. Mengapa? Itulah realitas media… Pembaca telah memiliki banyak persepsi sebelum atau setelah membaca media. Celakanya, apa yang dipersepsikan itu berbeda dengan realitas berita yang ditampilkan media.

Maka, kutipan tokoh jurnalis dari Amerika Frank Miller Jr dari buku Pak Mursito yang saya cantumkan di awal tulisan ini, sesungguhnya adalah bagian dari jawaban tentang apa itu realitas fakta di dalam media. Media profesional harus menyampaikan fakta yang telah dikonstruksi sehingga menjadi berita dengan taat kepada etika, moral dan idealisme dan sejumlah kaidah jurnalisme lainnya.

Begitu banyak persyaratan yang harus dipenuhi media dalam merekonstruksi fakta menjadi berita. Selain moralitas, idealisme dan etika juga dituntut adanya kejujuran, independensi serta keberimbangan yang harus dipenuhi wartawan untuk menuliskan fakta menjadi berita. Konsekuensi logisnya ada pihak-pihak yang tidak senang atau tidak puas jika fakta-fakta itu ternyata berbeda dari pengetahuannya.

Karena itu, saya menjadi mafhum ketika pada awal-awal berdirinya Harian SOLOPOS ini para tokoh partai menganggap koran ini berafiliasi kepada partai tertentu sesuai dengan persepsi mereka masing-masing. Tokoh PDIP dan PPP menganggap koran ini ”memihak” Partai Golkar, namun tokoh Partai Golkar sendiri menilai SOLOPOS lebih condong kepada PDIP dan PPP, demikian pula dengan tokoh PPP menganggap media ini lebih berpihak kepada PDIP. Bingung kan jadinya…

Akan tetapi, setelah menyadari tentang tugas, peran dan fungsi pers yang harus terus kita perjuangkan tentu kami menjadi paham bahwa memang seperti itulah media. Seperti ditulis Pak Mursito dalam bukunya, pembaca berita harus memahami bahwa membaca berita di media artinya membaca peristiwa yang telah dikonstruksi. Pembaca harus sadar mereka tidak lagi semata-mata memersepsi peristiwa melainkan memersepsi ”berita tentang suatu peristiwa”.

Media, tentu saja termasuk wartawan di dalamnya, memiliki problem epistemologi dalam mengonstruksi realitas. Padahal berita di media haruslah berdasarkan fakta atau peristiwa yang tentu saja di dalamnya masih harus dibungkus dengan kaidah-kaidah jurnalisme.

Integritas

Tawuran antarpelajar, kerusuhan suporter sepak bola hingga bentrokan di antara dua pihak, sungguh menjadi tugas paling sulit dan hati-hati yang harus dilakukan oleh wartawan. Keterbatasan pengetahuan tentang sebuah fakta, asal muasal terjadinya peristiwa adalah hal yang sangat sering dialami wartawan. Untuk merekonstruksinya menjadi berita perlu berpikir keras, mengumpulkan sebanyak mungkin sumber berita agar apa yang disajikan nanti paling mendekati kebenaran.

Fakta dalam jurnalisme adalah ”suci”, terbebas dari subjektivitas wartawan. Meski wartawan yang menulis berita, tetapi subjektivitasnya tidak boleh memengaruhi berita yang ditulisnya. Ia tidak boleh berpendapat tentang fakta dalam berita itu, termasuk tidak boleh menilai, berprasangka apalagi sampai memperolok-olokannya.

Media profesional, jurnalis sejati, adalah mereka yang memperjuangkan nilai-nilai kebenaran. Menuliskan fakta menjadi berita dengan penuh rasa tanggung jawab dengan tujuan utama menyajikan realitas berita yang sesuai fakta, atau setidak-tidaknya mendekati fakta sesungguhnya. Salah satu dogma yang harus dianut seorang wartawan adalah menyampaikan kebenaran.

Wartawan adalah orang yang menjalankan fungsi sebagai pengemban amanat masyarakat atas peran media massa. Dalam teori jurnalistik, media memiliki fungsi pemberi informasi, menghibur, pemersuasi pembaca, alat transformasi budaya juga alat kontrol atau pengawas atas kepentingan publik. Peran media massa yang sangat terkait dengan kepentingan publik inilah yang sering kali mengganggu ”kepentingan” sejumlah pihak sehingga pena para wartawan diibaratkan bagai pedang.

Dengan fungsi pentingnya seperti itu, lembaga media massa profesional harus mampu mengakomodasi semua pihak, bertanggung jawab, memegang teguh etika, etiket dan moral serta bertindak adil untuk semua orang dengan mempertimbangkan kepentingan publik yang lebih luas.

Tugas seperti inilah yang membuat seorang wartawan harus selalu membela kebenaran dan bersikap egaliter, tak boleh memprovokasi keburukan apalagi kejahatan serta mempertajam perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Reputasi, nama baik dan kepercayaan dari masyarakat menjadi sangat penting bagi wartawan. Wartawan yang berintegritas, adalah yang senantiasa berpikir bahwa pekerjaannya adalah untuk kepentingan publik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya