SOLOPOS.COM - Sejumlah anak-anak pengamen jalanan digelandang di Mapolresta Solo, Selasa (22/3/2016). (JIBI/Solopos/Istimewa)

Razia anak jalanan digelar Polres Solo di sejumlah tempat, Selasa (22/3/2016).

Solopos.com, SOLO – Aroma tak sedap tercium dari lantai II gedung Sabhara Polresta Solo, Selasa (22/3/2016) siang. Di sana, tampak belasan anak baru gede (ABG) merapat di dinding dengan wajah tertunduk. Tubuh mereka dekil, penuh centang perenang tato. Sebagian jongkok tanpa alas kaki.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Sudah berapa hari kalian ini tak mandi?” tanya Kompol Edi Sulistyo, Kasat Sabhara Polresta Solo yang hidungnya “terusik” dengan bau tak sedap dari anak-anak berpakaian lusuh dan sobek-sobek itu.

Anak-anak itu terdiam. Satu di antara mereka akhirnya angkat bicara. “Kulo nembe kaleh dinten [saya baru dua hari], Pak,” ujarnya pelan. Rekan lainnya menyusul, “Kulo gangsal dinten [saya lima hari], Pak,” sahutnya.

Edi tak terkejut mendengar pengakuan anak-anak itu. Sebab, ia memang kerap merazia anak-anak berambut mohakw itu di sejumlah persimpangan jalan di Kota Solo. Kali ini, Edi berhasil merazia 18 anak jalanan (anjal) dan sebagian Mengaku punker (sebutan anak punk).
Mereka terjaring di persimpangan Panggung, Ngemplak, depan Terminal Tirtonadi, dan Gemblegan.

“Keberadaan mereka ini bikin resah warga karena saat mengamen kadang maksa,” terangnya kepada solopos.com.

Dari 18 para pengamen itu, dua di antaranya adalah anak di bawah umur. Ironisnya, dua anak itu masih berstatus pelajar SMP. Mereka memilih mengamen di persimpangan-persimpangan jalan sepulang sekolah. Mereka menjadi korban pergaulan sosial dan keluarganya.
Inilah problematika sosial yang telanjur menjadi benang kusut.

Tio Sulis, 23, salah satunya. Punker yang terazia kali itu mengaku mengamen hanya untuk bertahan hidup. Bersama teman-teman punker lainya, anak asal Demak, Jawa Tengah ini sebenarnya berniat membesuk temannya. Apa daya, tim gabungan polisi keburu menggaruknya.

“Kami mengamen bukan terus-terusan. Hanya sekadar untuk makan. Setelah kami kembali, kami juga bekerja,” akunya.
Tio mengaku bukanlah dedengkot punker.

Sekujur tubuhnya memang penuh tato. Dandanannya juga selalu memakai sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, serta bercelana jins ketat dan berbaju lusuh. “Ada juga punker yang tak berdandan seperti ini. Tapi, memiliki solidaritas dan kebersamaan punker,” ujarnya.

Di rumahnya, Tio mengaku sudah memiliki usaha sablon. Usaha itu ia kelola bersama istrinya, Risti, yang juga punker. Tio mengaku menikahi Risti setelah berkawan lama dalam wadah punk. “Lalu kami menikah menjadi pasangan suami istri sah. Tapi, istri saya enggak ikut kali ini,” terangnya.

Setidaknya polisi berhasil mengamankan sejumlah senjata tajam, selain alat mengamen. Polisi juga sempat menemukan sejumlah obat-obatan yang terindikasi terlarang. “Soal obat-obatan itu, masih kami dalami dan koordinasi dengan Satnarkoba,” ujar Edi.

Edi mengatakan dari belasan yang terjaring razia, delapan di antaranya warga Solo. Yang lainnya adalah warga Semarang, Magelang, Demak, Boyolali, Sukoharjo, Wonogiri, dan Cirebon. “Kami akan melakukan razia secara rutin sehingga masyarakat terutama pengguna jalan di Kota Solo akan merasakan lebih aman, dan nyaman,” katanya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya