Solopos.com, SOLO -- Perasaan Hartini menggambarkan kekhawatiran para perempuan buruh gendong yang bekerja di Pasar Legi, Solo, Jawa Tengah. Rasa waswas dibayang-bayangi virus corona dan juga pendapatan yang tak pasti membuat hatinya semakin gelisah.
Kondisi tersebut semakin berat tatkala menyadari dirinya adalah satu-satunya tulang punggung keluarga dengan dua orang anak. Warga Rejosari, Gondangrejo, Karanganyar, Jawa Tengah ini berpisah dengan suami hampir lima tahun lalu. Sejak saat itu ia berperan sebagai orang tua tunggal dari Melani, 21, dan Selo yang masih belajar di TK kecil.
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Data Covid-19 Sukoharjo: Positif Bertambah Jadi 80, 1 Kasus Baru Lagi di Pucangan
Sebelum pandemi Covid-19, Hartini kerap mendapatkan bantuan dari Melani untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dari upah bekerja di salah satu waralaba kuliner di Stasiun Balapan Solo. Namun, kebijakan pelarangan mudik membuat Melani dirumahkan tanpa menerima gaji.
Berbagai pukulan telak tersebut betul-betul dihadapinya sendiri sebagai buruh gendong di Pasar Legi Solo.
SDIT Al-Anis Kartasura Sukoharjo Wisuda 93 Siswa Angkatan X, Ini Daftar Namanya
"Takut. Dulunya takut sekali [ke luar rumah karena risiko paparan Covid-19]. Karena situasi jadi harus ke pasar dengan hati-hati. Pakai masker dan menyiapkan hand sanitizer. Enggak ke luar rumah enggak makan,” kata dia kepada Solopos.com, Senin (15/6/2020) lalu.
Untuk mengurangi pengeluaran dan bertahan hidup di tengah pandemi Covid-19, Hartini memanfaatkan tanaman palawija yang tumbuh di kebunnya. Ibu dua anak tersebut ulet menghadapi pandemi Cobid-19 dan bertekad menyekolahkan Selo hingga tuntas.
Bersetubuh dengan Anak, Remaja Banyumas Terancam 15 Tahun Penjara
Bagi Hartini, pendidikan Selo sangat penting. Ia berharap wabah virus corona cepat berlalu sehingga kondisi ekonomi, kesehatan, dan pendidikan segera pulih.
350 Buruh Gendong
Pandemi Covid-19 membuat sekitar 350 perempuan buruh gendong di Pasar Legi banyak berdiam menunggu permintaan mengangkat barang yang tak menentu.
Beberapa bantuan kerap diterima oleh buruh gendong perempuan di pasar tersebut.
Tunggu Ini, Wisata Candi Ceto dan Sukuh Karanganyar Masih Tutup
Ketua Serikat Pekerja Transpor Indonesia (SPTI) yang membawahi 350 buruh gendong perempuan, Parti, 36, mengakui hal tersebut.