SOLOPOS.COM - PENGESAHAN RAPERDAIS DIY

Sejumlah warga yang mengatasnamakan dari Forum Peduli Tanah DIY untuk NKRI memenolak pembahasan raperdais

Harianjogja.com, JOGJA-Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY mulai membahas Rancangan Peraturan Daerah Keistimewaan (Raperdais) tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Kadipaten, Rabu (23/11/2016). Saat bersamaan sejumlah warga yang mengatasnamakan dari Forum Peduli Tanah DIY untuk NKRI mendatangi dewan untuk menolak pembahasan raperdais tersebut karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Keistimewaan (UUK) DIY.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Dari judul raperdaisnya saja sudah salah, seolah-olah tanah di DIY milik Sultan pribadi tingggal diatur pengelolaannya.” kata Ketua Forum Peduli Tanah DIY, Z Siput saat audiensi dengan Pansus Raperdais Pertanahan.

Menurut Siput, dalam UUK tidak diamanatkan Gubernur DIY dan DPRD DIY untuk membentuk Raperdais tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultan dan Kadipaten karena persoalan tersebut sudah masuk dalam Raperdais Tata Ruang.

Selain itu soal hak asal-usul, kata Siput, tanah di DIY asalnya adalah tanah Pemerintah Hindia Belanda yang dipinjamkan kepada Kasultanan dan Kadipaten sebagaimana tertera dalam perjanjian 1755, Perjanjian Klaten 1830, dan Perjanjian HB IX 1940. Dalam perjanjian tersebut, kata dia, juga diatur jika ada pembangkangan tanah itu akan diambil kembali oleh kompeni.

Namun, Saat kemerdekaan, HB IX dan Paku Alam VIII menentang penjajahan dan mengintegrasikan dengan Indonesia kemudian menyerahkan wilayah dan penduduknya. Negara akhirnya memberikan pengakuan dan penghormatan menjadikan DIY keistimewaan.

“Sekarang yang menjadi persoalan wilayah akan diminta kembali seolah olah sebagai warisan. Kalau diminta berarti hak asal usul tidak ada, istimewa tidak ada. Kalau begitu Jogja enggak ada istimewanya.” ujar Siput.

Sementara Ketua Pansus, Rendradi Suprihandoko meminta banyak perbedaan pendapat soal pertanahan. Politikus PDIP meminta masyarakat juga menghormati pendapat yang mengakui keberadaan tanah Kasultanan dan Kadipaten. Dalam forum pembahasan raperdais nanti juga ada uji publik untuk masyarakat yang ingin menyatakan pendapat.

Terpisah, dalam rapat pansus, kemarin, ahli pertanahan, Suyitno berpendapat UUK tidak bertentangan dengan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA). “Justeru dengan UUK itu untuk melaksanakan UUPA,” katanya.

Menurutnya UUK sudah menjelaskan adanya tanah Kasultanan dan Kadipaten. Penataan yang dilakukan Krato dan Pemda DIY saat ini, kata Suyitno, untuk memperjelas status hukum sesuai peraturan peundang-undangan yang berlaku karena menempati tanah tanpa izin yang punya alas hak atau kuasanya dilarang sebagaiman Undang-undang Nomor 51 Tahun 1960.

Ia menegaskan tidak perlu ada kekhawatiran bagi masyarakat yang menempati tanah Kasultanan dan Kadipaten karena akan tetap menempatinya bahkan lebih kuat dengan adanya status alas hak, terkecuali yang tidak sesuai dengan tata ruang DIY.
Demikian juga dengan tanah kas desa yang merupakan hak anggaduh akan tetap menjadi hak pakai desa, “Cuma struktur hukumnya akan disesuaikan dengan UUPA,” ucap Suyitno.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya