SOLOPOS.COM - ilustrasi (JIBI/dok)

Solopos.com, SOLO–Pemkot Solo bakal memberikan sanksi bagi perusahaan yang tidak memiliki aturan internal. Hal itu menyusul penyusunan Raperda Ketenagakerjaan yang dijadwalkan rampung Agustus. Selama ini, Pemkot dianggap mandul lantaran tak mampu memberi sanksi perusahaan yang nihil aturan.

Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Solo, Sumartono Kardjo, mengatakan fenomena perusahaan yang tak memiliki aturan internal cukup menjadi momok dalam hubungan ketenagakerjaan. Tanpa rujukan tersebut, Dinsosnakertrans kesulitan memediasi saat terjadi perselisihan antara buruh dan perusahaan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Dari 856 perusahaan yang tercatat di Solo, baru 440 yang punya aturan itu. Dengan adanya perda, kami bisa mendesak penyusunan aturan lewat ancaman sanksi. Selama ini kami sebatas memberi anjuran,” ujarnya saat ditemui wartawan sesuai upacara Hari Pendidikan Nasional di Stadion R. Maladi, Jumat (2/5/2014).

Sumartono menerangkan bentuk sanksi yang tercantum dalam raperda lebih pada sanksi administratif ketimbang pidana. Menurut Sumartono, perusahaan bisa disetop izin operasionalnya jika tak kunjung melengkapi aturan perusahaan. “Pemkot juga dapat menolak perpanjangan izin perusahaan yang demikian,” tutur mantan Direktur RSUD Solo itu.

Adanya perda pun diyakini dapat memberi sanksi proporsional bagi pelanggar kesepakatan ketenagakerjaan. Baik perusahaan maupun buruh, menurut Sumartono, bakal kena sanksi jika tak mengindahkan perjanjian kerja. Selama ini, wewenang Dinsosnakertrans cenderung dibonsai karena hanya mampu memediasi tanpa mampu memberi sanksi langsung. “Kalau mediasi mentah, kasus akan dibawa ke perselisihan hubungan industri. Nah di tahap itu posisi kami hanya sebagai saksi atau narasumber.”

Dalam kurun 2013, Dinsosnakertrans hanya mampu memediasi 11 kasus dari total 25 kasus ketenagakerjaan. Sisanya berlanjut ke perselisihan hubungan industri.

Sementara Ketua DPRD Solo, Y.F. Sukasno, menambahkan para pekerja informal seperti pembantu rumah tangga (PRT) akan mendapat perhatian khusus dalam penyusunan raperda. Pasalnya, selama ini kalangan tersebut cenderung tidak memiliki kejelasan jam kerja dan berupah rendah “PRT itu bisa dibilang kerjanya 24 jam. Nah aturannya gimana, sejauh ini kan belum ada,” ujarnya.

Lebih jauh pihaknya menargetkan Raperda Ketenagkerjaan dapat disahkan sebelum Agustus. Saat ini, pembahasan raperda sudah mencapai tingkat pansus. Sukasno berharap buruh proaktif memberi masukan terhadap aturan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya