SOLOPOS.COM - Menkopolhukam Mahfud Md (Antara)

Solopos.com, JAKARTA — Rapat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III dan Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang dipimpin Menkopolhukam Mahfud Md. di Gedung Nusantara II DPR, Rabu (29/3/2023), berlangsung panas.

Mahfud Md. yang membikin heboh publik karena mengungkap transaksi janggal senilai Rp349 triliun seperti dikeroyok anggota Komisi III.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Namun Mahfud Md. yang didampingi sejumlah jajarannya bersikap tegas. Menurutnya, posisi DPR dan pemerintah sejajar.

“Posisi DPR dan pemerintah itu sejajar, saling buka data saja. Jadi jangan seperti polisi menginterogasi copet,” tegas Mahfud seperti dikutip Solopos.com dari dari tayangan langsung sejumlah televisi swasta.

Mahfud Md. tak gentar karena dikeroyok sejumlah anggota Komisi III DPR.

Ia sudah mengalami hal itu saat kali pertama mengungkap dugaan kejahatan mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo terhadap salah satu ajudannya, mendiang Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Saat itu ia dianggap mencampuri proses hukum yang dilakukan Mabes Polri.

“Saya berbicara dalam kapasitas sebagai Menkopolhukam. Dan terbukti kan kasus Sambo,” tegas Mahfud.

Mahfud Md. meminta tidak ada yang menghalangi penyidikan maupun penegakan hukum, terutama terkait dengan dugaan transaksi mencurigakan sebesar Rp349 triliun di Kementerian Keuangan.

“Saudara jangan gertak-gertak, saya bisa gertak juga. Saudara bisa dihukum menghalang-halangi penyidikan, penegakan hukum,” ujar Mahfud.

Mahfud mengungkapkan bahwa kasus serupa pernah terjadi. Pada saat itu pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunandi, berusaha menghalangi penegakan hukum. Mahkamah Agung (MA) lantas memperberat hukuman Fredrich menjadi 7,5 tahun dari 7 tahun.

“Orang mau mengungkap dihantam, ungkap dihantam. Sama seperti saudara kerjanya dengan Fredrich Yunandi melindungi Setya Novanto ‘kan tidak boleh, lalu dia melaporkan sembarangan orang. Menghalang-halangi penyidikan, menghalangi penegakan hukum, lalu tangkap. Jadi, jangan main ancam-ancam begitu, kita ini sama,” kata dia.

Ia mengemukakan hal itu ketika merespons pernyataan anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan yang menyebutkan bahwa laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal transaksi mencurigakan itu seharusnya tidak boleh diumumkan ke publik.

Arteria beralasan, UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyebutkan ada ancaman pidana 4 tahun bagi yang membocorkan.

“Beranikah Saudara Arteri bilang begitu kepada Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Pak Budi Gunawan? Pak Budi Gunawan itu anak buah langsung Presiden, bertanggung jawab bukan anak buah Menkopolhukam, melainkan setiap pekan laporan resmi info intelijen kepada Menkopolhukam,” tambahnya.

Menkopolhukam memiliki hak untuk mengumumkan suatu informasi ke publik. Hal tersebut sudah sering sehingga dia mempertanyakan mengapa persoalan ini baru menjadi ramai.

“Saya umumkan dan Saudara diam saja. Kita yang umumkan kasus Indosurya yang sampai sekarang bebas di pengadilan, kita tangkap lagi, karena kasusnya banyak itu ‘kan PPATK, kok, baru ribut soal ini,” tutur Mahfud.???????

Selain itu, pada saat penangkapan Gubernur Papua Lukas Enembe banyak warga Papua yang turun ke jalanan. Untuk itu, dia meminta PPATK mengungkap persoalan itu dan membekukan uang Lukas Enembe.

“Kalau tidak begitu, tidak bisa ditangkap. Kita tahu dari Intel Polri. ‘Pak kateringnya tiap hari turun, itu sudah tidak ada kekuatannya, itu ‘kan intel, masa tidak boleh,” imbuhnya.

Rapat berlangsung panas dan diwarnai hujan interupsi. Pada pukul 17.00 WIB rapat diskors untuk berbuka puasa. Rapat akan dilanjutkan pukul 19.00 WIB.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya