SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

JOGJA—Angka prevalensi suspek bakteri Mycobacterium tuberculosis (TBC) di DIY mencapai 64 orang per 100.000 penduduk. Data terakhir Dinas Kesehatan DIY menyebutkan, sebanyak 16.662 warga DIY suspek TBC. Angka tersebut tak memenuhi target temuan yang ditentukan sebelumnya. Artinya, kasus TBC bak fenomena gunung es yang harus diwaspadai.

Kabid Pencegahan Penaggulangan Masalah Kesehatan (P2MK) Dinas Kesehatan DIY, Daryanto Chadorie menyatakan, data 2010 tersebut merupakan angka terakhir yang dilaporkan. “Untuk data 2011 belum bisa dibuka karena masih disusun,” katanya kepada Harian Jogja pekan lalu. Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut dia, angka tersebut tak memenuhi target temuan suspek TBC yang ditetapkan Pusat sebanyak 22.372 jiwa. Adapun dari temuan suspek sebanyak 16.662 jiwa tersebut, sebanyak 1.300 di antaranya positif mengidap TBC.

Daryanto menambahkan, kasus suspek maupun TBC positif yang tak memenuhi target Pemerintah Pusat tersebut mengandung dua kemungkinan. “Bisa jadi tim surveilance yang ditugaskan ke lapangan mencari kasus TBC tak bekerja maksimal atau memang karena tak banyak penduduk DIY mengidap TBC,” imbuhnya.

Kota Jogja diketahui menjadi wilayah dengan pengidap TBC terbanyak, mencapai 679 jiwa. Menyusul Kabupaten Sleman sebanyak 408 jiwa, Bantul 338, Gunungkidul 309 dan terakhir Kulonprogo 158 jiwa. Banyaknya permukiman kumuh dan warga miskin kota di Jogja ditengarai menjadi penyebab berkembangbiaknya penyakit ini selain buruknya pola hidup bersih dan sehat (PHBS).

Meski begitu, sepanjang 2011, di Kota Jogja terdapat 140 penderita TBC yang dinyatakan sembuh total. Sebanyak 41 orang di antaranya dinyatakan sembuh total pada periode Oktober 2011, sementara 99 orang lainnya secara berkala sembuh sebelum periode itu.

“Penderita harus meminum obat selama enam bulan berturut-turut tanpa putus. Dukungan keluarga sangat penting untuk mengontrol dan mendampingi pendertita TBC,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Jogja, Tuty Setyawati, Rabu (4/1).

Terpisah, Kabid P2M Dinas Kesehatan Kulonprogo, Slamet Riyanto mengatakan, prevalensi penduduk suspek TBC di Kulonprogo dengan penduduk 388.869 jiwa (BPS 2011) diperkirakan berjumlah 2.489 orang, di mana 248 orang dari suspek tersebut mengidap BTA (+) positif.

Menurut dia, penyebaran penyakit TBC di wilayahnya banyak bersumber dari penderita TB yang dahaknya mengandung kuman TB hidup atau BTA positif. Penyebarannya melalui udara, kemudian diterima oleh orang yang pada saat itu kekebalan tubuhnya turun.

Kesulitan

Di Gunungkidul diperkirakan terdapat BTA (+) sebanyak 450 orang pada 2011. Dari jumlah tersebut baru terdeteksi 124 orang saja. Masih ada 75% pengidap BTA (+) di Gunungkidul yang setiap hari turut menularkan TBC dari orang ke orang.

Dinas Kesehatan Gunungkidul mengaku kesulitan melacak jumlah pasien TBC di tengah masyarakat sehingga capaian pengidap yang terdeteksi belum mencapai 50%.

Kepala Bidang Pencegahan Penyakit Menular (P2M), Dinkes Gunungkidul, Dewi Irawaty menjelaskan, sulitnya melacak pasien TBC baik yang BTA (+) maupun (-) disebabkan oleh minimnya kesadaran masyarakat untuk berobat serta rendahnya kepedulian petugas puskesmas dalam mendiagnosa penyakit tersebut.

Penanganan

Sejak 2010, Pemkab Bantul juga telah menerapkan Directly Observed Treatment Short-course (DOTS) alias program observasi langsung terhadap pasien secara intensif guna menangani kasus TBC.  “Sebanyak 27 puskesmas di seluruh Bantul menerapkan DOTS,” ujar Kabid Penanganan Masalah Kesehatan (PMK) Dinas Kesehatan Bantul, Pramudi Darmawan.

Strategi DOTS merupakan strategi untuk penanggulangan TB yang terdiri dari lima komponen, komitmen politik dari pemangku kebijakan; penegakan diagnosis dengan pemeriksaan hapusan sputum; penggunaan obat paduan jangka pendek yang ampuh dan gratis; adanya pengawas penderita menelan obat; dan sistem pencatatan dan pelaporan yang baik.

Kasi Pengendalian Penyakit PMK Dinkes Bantul, Bintarto menambahkan, pada 2012 dianggarkan sekitar Rp59 juta untuk penanganan bermacam kasus kesehatan yang menonjol. Dari jumlah itu, sekitar Rp40 juta khusus untuk penanganan TBC.

Pemberian imbalan juga dilakukan sebagai pendorong pemberantasan TBC. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman misalnya, memberikan imbalan bagi masyarakat atau petugas yang menemukan suspek Baksil Tahan Asam (BTA) TBC sebesar  Rp100.000. Bagi penderita yang sembuh pun mendapat imbalan serupa.

Meski begitu, pemberian imbalan tersebut belum memberikan hasil maksimal. “Suspek TBC ini terlihat yang di permukaan, padahal di bawah masih banyak. Peran serta masyarakat yang kami harapkan membantu menemukan suspek TBC,” kata Kepala Bidang Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Sleman, Cahya Purnama, Kamis (5/1).(HARIAN JOGJA/BES/HAR/LIS/TON/AAN/PAN)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya