SOLOPOS.COM - Jemaah Masjid Agung Sleman saat melaksanakan salat malam, Rabu (21/6/2017). (Abdul Hamied Razak/JIBI/Harian Jogja)

Ramadan menjelang akhir, umat Islam mulai berdatangan ke Masid untuk memburu malam lailatul qadar

 
Harianjogja.com, SLEMAN- Jarum jam terus berputar mendekati sepertiga malam. Satu persatu jamaah mulai berdatangan ke Masid Agung Sleman. Ada yang datang sendiri, berjalan kaki karena rumahnya tak jauh dari masjid. Ada juga yang datang dengan kendaraan pribadi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Mereka tidak ingin meninggalkan keutamaan anugerah dan kemuliaan pada 10 hari terakhir bulan Ramadan. Keutamaan yang dimaksud adalah kehadiran lailatul qadar.

Tidak sedikit kaum muslimin yang memimpikan malam penuh berkah itu. Sebuah malam di mana nilai ibadahnya dinilai lebih baik dari pada menjalankan ibadah seribu bulan.

Motivasi itulah yang menjadi salah satu pendorong Wawan Prasetyo untuk membaur dengan para jamaah. Warga Candibinangun, Pakem itu, hampir setiap malam melaksanakan salat malam di masjid tersebut.

Jarak yang cukup jauh dari kediamannya, tak menyulutkan langkah untuk beribadah. “Semata-mata untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah,” kata Wawan kepada Harianjogja.com, Rabu (21/6/2017).

Baginya, lailatul qadar adalah satu malam yang sangat penting, yang hanya bisa dijumpai setahun sekali. Banyak referensi yang menyebut lailatul qadar berbeda dengan malam-malam biasanya. Hanya saja, waktunya tidak ditentukan secara jelas karena pahala yang dijanjikan juga tidak terhingga.

Sambil memperbaiki sarung bermotif warna hijaunya, Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Sleman itu mengatakan, setiap malam masjid itu ramai dikunjungi jemaah.

Selain salat malam, aktivitas tadarus (membaca Al Quran), berzikir, iktikaf (berdiam diri di masjid) dilakukan oleh para jemaah. Salat malam sebanyak 11 rakaat pun dimulai pukul 02.15 hingga 03.00 WIB. Usai salat malam, para jemaah disuguhi makanan sahur sebelum berpuasa.

“Kalau malam Minggu jumlah jamaah bisa lebih banyak lagi, 100 orang,” katanya.

Di antara tujuan itikaf, katanya, para jamaah juga bertekad menggapai malam lailatul qadar. Seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Apalagi, ujarnya, selama salat dipimpin oleh imam dadi Masjid UGM, Muhammad Nur. Suaranya yang  merdu, cukup menjaga semangat jamaah untuk menyelesaikan salah berjamaah setiap malamnya.

“Kami menikmati salat walau satu jam lamanya, tapi terasa sebentar. Nada ayat yang dibacakan imam sangat merdu sehingga menyentuh kalbu,” ungkap dia.

Disinggung soal ciri-ciri lailatul qadar, Wawan enggan menjawab. Baginya, mendapatkan anugerah itu tidak terpikirkan olehnya. Yang dia lakukan, bagaimana bisa setiap pukul 02.00 bersiap ke Masjid kemudian beribadah secara istikomah. “Saya juga mengajak warga untuk datang ke masjid pada hari-hari terakhir Ramadan ini,” ujarnya.

Tidak hanya masyarakat umum, para pejabat bahkan Bupati Sleman Sri Purnomo beserta keluarganya pun juga melakukan aktivitas tersebut. Seperti tampak pada Minggu (18/6/2017). Sri berharap, kegiatan meramaikan Masjid pada hari-hari terakhir bulan Ramadan bisa dimanfaatkan warga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya