SOLOPOS.COM - Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel saat memberikan Pidato Kebudayaan di hari jadi ke-3 Jejaring Dunia Santri, Sabtu (27/8/2022). (Istimewa)

Solopos.com, JAKARTA — Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel menyatakan santri atau kaum sarungan adalah salah satu pilar ekonomi nasional.

“Sebagai subkultur, kaum sarungan atau santri adalah salah satu kekuatan ekonomi nasional. Perannya sangat strategis dalam memajukan bangsa dan negara,” katanya, Sabtu (27/8/2022).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hal itu ia sampaikan saat Gobel didaulat untuk memberikan Pidato Kebudayaan di hari jadi ke-3 Jejaring Dunia Santri.

Acara yang berlangsung di Makara Art Center Universitas Indonesia itu juga menampilkan Monolog Negeri Sarung oleh grup Ki Ageng Ganjur yang dipimpin Ngatawi Al-Zastrow. Monolog ini menampilkan Inayah Wahid sebagai bintang utama.

Acara ini dihadiri Ny Shinta Nuriyah Wahid, KH Said Aqil Siroj, KH Marsudi Syuhud, Gus Taj Yasin, dan Dekan FIB UI Bondan Kanumoyoso. Pada kesempatan itu, Gobel yang hadir mengenakan sarung, usai acara melepas sarungnya untuk diserahkan kepada panitia untuk dijadikan ornamen seni instalasi.

Sebagai subkultur, kata Gobel, santri memiliki seperangkat nilai, pola perilaku, benda-benda fisik, kelembagaan, dan lain-lain.

Baca Juga: Manfaatkan Bonus Demografi, Gobel Ajak Raja-Raja Nusantara Bangun SDM

“Semuanya jika dikapitalisasi merupakan kekuatan ekonomi tersendiri. Karena jumlahnya besar maka nilai ekonominya pun besar. Subkultur santri terbukti memiliki peran dan kedudukan strategis dalam sejarah bangsa dan negara,” katanya.

Gobel mengatakan Presiden Jokowi memiliki visi membangun Indonesia dari pinggiran. Hal ini berarti dari desa.

“Santri sebagian besar ada di desa. Mari kita jadikan produk desa menjadi produk lokal, lalu nasional, dan akhirnya menjadi produk global. Apalagi jika menggunakan perangkat digital. Melalui ekonomi, santri akan mengglobal,” katanya.

Pada kesempatan itu Gobel menceritakan pengalamannya berkunjung ke Hokota, Jepang, awal Agustus lalu. Kota itu 50 tahun sebelumnya sebagai wilayah pertanian yang miskin.

Baca Juga: Gobel Pelajari Pertanian Hokota, Penghasil Melon Termanis di Dunia

“Namun kemudian mereka memajukan pertaniannya. Mereka mengembangkan teknik sendiri, tanpa bantuan pakar dari universitas. Kini Hokota menjadi kota yang makmur dan menjadi pemasok hasil pertanian untuk seluruh Jepang,” katanya.

Rachmat Gobel mengajak para santri untuk belajar ke petani Hokota untuk kemudian diterapkan di Indonesia. Selain itu ia juga mengajak para santri untuk melihat industri elektronika yang ia miliki.

Gobel menjelaskan perbedaan pabrik dan industri. Keduanya memang sama-sama ada mesin dan segala peralatannya, ada lahan, ada karyawan, dan ada produk yang dihasilkannya.

Jika pabrik berhenti pada membuat barang, katanya, maka industri tak berhenti di situ. Karena dalam industri harus ada ekosistem, tata nilai, harmoni sosial dan lingkungan hidup.

Baca Juga: Gobel Ajak Aktivis Mahasiswa Jadi Pengusaha dan Penguasa Ekonomi

“Dalam industri berarti membangun peradaban, membangun manusia dan lingkungannya. Jadi harus berpikir tentang keberlanjutan. Jadi ini soal pola pikir,” katanya.

Gobel mengakui bahwa untuk mewujudkan potensi kekuatan ekonomi kaum santri menjadi kekuatan ekonomi yang riil tidaklah mudah. “Butuh wawasan, skill, dana, pengalaman, dan terutama bersatu. Saya mengajak untuk membangun dan menguatkan koperasi. Ibarat lidi, jika sendiri mudah patah. Tapi jika bersatu akan kuat,” katanya.

Dengan demikian, kata Gobel, sarung dan kaum sarungan bukan sekadar simbol, identitas, atau corak budaya tapi benar-benar menjadi kekuatan riil ekonomi nasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya