SOLOPOS.COM - Rachmat Basoeki Soetardjo

Rachmat Basoeki Soetardjo

Kisah ini dimulai awal Oktober 2009. Berbekal keahlian sebagai dokter gigi dan pengalamannya mengelola Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Setjonegoro Wonosobo, ia hijrah ke Kota Solo. Di Kota Bengawan inilah, lelaki kelahiran Jogja, 54 silam ini didaulat menjadi pucuk pimpinan RS berkelas A, RSUD dr Moewardi Solo.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Di RS ini, dia mendedikasikan diri untuk melayani masyarakat. Namun, lantaran cintanya terhadap profesi tak bertepi, ia mulai pulang larut malam. Ponselnya juga kerap berdering siang-malam. Bahkan, gara-gara inilah, putri satu-satunya, Amanda Kirara Rahayu, menolak disekolahkan di Fakultas Kedokteran lantaran tak ingin menjadi dokter seperti orangtuanya. “Kami ini sama-sama orang katrok alias kuper [kurang pergaulan]. Sampai-sampai anak saya enggak ingin seperti orangtuanya,” katanya saat berbincang dengan Espos di RSUD, pekan lalu.

Lelaki itu adalah Rachmat Basoeki Soetardjo. Meski mengaku kuper, anak ketujuh dari 10 bersaudara ini memiliki cara unik untuk menciptakan layanan kesehatan sedekat-dekatnya kepada masyarakat di RSUD dr Moewardi. Salah satunya memajang nomor ponsel pribadinya di setiap sudut ruangan RSUD. “Melalui nomor 08572-5555-333, setiap pasien bisa mengkritik pelayanan di RS. Saya senang ada masyarakat yang mengkritik,” katanya.

Upaya dokter lulusan Fakultas Kedokteran UGM ini memang tak sia-sia. Sepekan sekali, setiap Rabu pagi, ia mengumpulkan anak buahnya di meja kerjanya. Puluhan SMS komplain dari pasien ia bacakan satu persatu. Mulai kritikan soal layanan yang kurang ramah hingga fasilitas yang tak memadai. Tentu saja ada yang sewot. Namun, tak sedikit yang menyambutnya dengan lapang dada atas gebrakan Basoeki ini. “Suara rakyat itu kan suara Tuhan. Saya membayangkan kalau yang jadi pasien itu saya atau anak saya, gimana?”

 

Sensitif

Basoeki memang cukup sensitif atas persoalan yang menyangkut layanan publik. Itulah sebabnya, ia sama sekali tak waswas ketika nomor telepon pribadinya ia obral kepada para pasien dan pegawai RSUD. Ia juga tak sungkan blusukan ke ruangan-ruangan RS berbaur dengan para pegawai lainnya. “Dari pegawai kelas menengah hingga pegawai kelas bawah, seolah merasa paling dekat dengannya. Karena, memang begitu tipe bapak,” kata Sri Wahyuni, salah satu pegawai bagian keperawatan RSUD.

Tak hanya sikapnya yang supel, egaliter dan murah senyum, Basoeki juga tipe orang yang tak terbiasa duduk di belakang meja kerja. Untuk mendorong layanan kesehatan yang sedekat-dekatnya kepada masyarakat, ia membikin program hospital without wall alias layanan jemput bola kesehatan di masyarakat. Program ini melingkupi pengobatan gratis rutin di pelosok desa-desa hingga pengiriman para dokter ahli ke RS-RS yang kekurangan dokter ahli. “Alhamdulillah, respons masyarakat sangat bagus,” katanya.

Kini, di usia RSUD dr Moewardi yang mencapai setengah abad, Basoeki dan pegawai lainnya gigih berjuang menciptakan kualitas layanan RS berkelas internasional. Bersama lembaga akreditasi internasional dari Amerika Serikat, Joint Commission International (JCI), RS dengan 1.826 pegawai itu menargetkan lolos akreditasi awal 2013 nanti. “Saat ini, persiapan sudah 80 persen. Insya Allah, awal 2013 nanti Moewardi meraih akreditasi internasional,” ujarnya.

Tak hanya itu, Basoeki juga mempersiapkan kamar tambahan kelas III untuk menyongsong diberlakukannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) 2014 nanti. Langkah itu untuk mengantisipasi terjadinya ledakan jumlah pasien. “Saat ini, RS memiliki 789 tempat tidur. Target kami, minimal memiliki seribu tempat tidur,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya