SOLOPOS.COM - ilustrasi

ilustrasi

JOGJA—Sejumlah pimpinan media massa dan elektronik di Jogja mengikuti diskusi peran media dalam menjaga momentum dan menciptakan lingkungan persaingan usaha yang sehat, Selasa (26/6) malam.

Promosi Isra Mikraj, Mukjizat Nabi yang Tak Dipercayai Kaum Empiris Sekuler

Diskusi yang digelar di hotel Phenix Jogja tersebut adalah hasil kerja sama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan  Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Republik Indonesia.

Ketua PWI DIY, Sihono dalam sambutannya mengatakan, persaingan tidak sehat sudah merambah ke berbagai bidang usaha termasuk perusahaan pers. Menurut dia, kondisi tersebut butuh penanganan cepat.

“Kalau kita tidak berbuat sesuatu, kita bisa di-PHK yang membuat tidak sejahtera,” katanya.

Ia berharap diskusi itu dapat mengatasi praktik persaingan tidak sehat maupun kartel pada usaha penerbitan pers di Jogja.

Sihono menegaskan, meski sudah lama berkecimpung dalam usaha pers, ia masih kesulitan menghitung rumusan biaya 24 halaman surat kabar yang hanya dijual Rp1.000. Menurut perhitungannya, biaya 24 halaman surat kabar tersebut seharusnya lebih dari Rp1.200.

“Kalau ini dibiarkan bakal mematikan usaha yang lain,” imbuhnya.

Menurut dia, jika kondisi tersebut dibiarkan, tidak hanya wartawan dan pekerja media saja yang dirugikan, tapi juga masyarakat karena mendapat informasi seragam akibat monopoli.

Ketua KPPU, Tadjuddin Noer Said menegaskan, pihaknya sangat menyayangkan hal semacam ini dibiarkan. Ia menerangkan, cara menyelesaikan persoalan itu sudah diatur dalam UU No.5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Siapa saja yang mengetahui adanya persaingan tidak sehat, wajib melaporkan. Pihak yang merasa dirugikan juga dapat menuntut ganti rugi.

“Dalam hal ini tidak diatur batasan ganti rugi. Tapi denda serendah-rendahnya satu miliar dan setinggi-tingginya dua puluh lima miliar (sanksi administratif pasal 47),” jelasnya.

Menurut dia, sesuai pasal 48 ayat 1 UU No.5/1999 KPPU berwenang menjatuhkan sanksi pelanggaran yang tertuang dalam UU dengan ancaman pidana denda serendah-rendahnya Rp25 miliar dan setinggi-tingginya Rp100 miliar atau pidana kurungan pengganti denda selama enam bulan.

Tadjuddin menambahkan, selama ini jika ada perusahaan yang menjual produk murah, targetnya adalah untuk mematikan usaha lain. “Kalau sudah mematikan, kemudian jual semahal mungkin karena tidak ada alternatif yang lain,” kata dia. (ali)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya