SOLOPOS.COM - Kopral Marinir AS Joseph Scott Pemberton (tengah) terdakwa pembunuhan transgender Filipina, Jennifer Laude, dikawal saat memasuki pengadilan di Kota Olongapo, Zambales, barat laut Manila, Filipina.

Putusan hakim Filipina memerintahkan terpidana yang seorang personel militer AS tetap menjalani hukuman di penjara nasional Filipina.

Harianjogja.com, OLONGAPO-Pengadilan Filipina pada Selasa (1/12/2015) menghukum personel marinir Amerika Serikat yang terbukti membunuh warga Filipina di sebuah hotel pada tahun lalu, setelah ia mendapati pasangannya itu ternyata seorang transgender.

Promosi BI Rate Naik, BRI Tetap Optimistis Penyaluran Kredit Tumbuh Double Digit

Kopral Joseph Scott Pemberton, anggota marinir AS itu, dihukum atas tindak kriminal yang ia lakukan pada Oktober 2014, saat ia mengikuti latihan tempur bersama antara militer AS dan Filipina. Pemberton terbukti telah membunuh Jennifer Laude, si transgender itu dengan cara mencekik dan membenamkan kepala Laude ke air toilet di hotel tempat keduanya menginap setelah di Kota Olongapo, barat laut Manila.

Hakim Roline Jinez Jabalde mengkukum Pemberton enam sampai 12 tahun penjara. Hukuman itu telah dikurangi setelah adanya fakta di pengadilan yang mengungkapkan selama berkenalan dengan Pemberton di sebuah disko bar di Kota Olongapo, Laude tak pernah mengungkapkan identitas gendernya.

Petugas pengadilan Gerry Gruspe, seperti dilansir Chinadaily.com, Selasa (1/12/2015) mengatakan, pengadilan telah mendapati fakta Pemberton dan Laude setuju berhubungan seksual setelah pertemuan singkat di sebuah disko bar. Namun pertemuan itu terjadi saat Pemberton dalam keadaan mabuk berat sehingga tak menyangka Laude yang berpenampilan wanitaternyata seorang transgender. Saat hendak berasyik masuk di kamar hotel, Pemberton kaget mengetahui Laude masih memiliki alat kelamin pria. Merasa ditipu, Pemberton yang gelap mata lalu membunuh Laude.

Ibu Laude, Julita mengatakan, kendati dia senang dengan putusan hakim, dia tidak puas dengan lama hukuman yang dijatuhkan hakim. Menurutnya, Pemberton layak mendapat hukuman maksimal dan tak layak mendapat alasan peringan hukuman hanya karena Pemberton merasa ditipu. “Tapi paling penting buat saya, dia [Pemberton] akan dipenjara,” kata Julita, “Dengan begini, nyawa putra saya tak akan sia-sia.”

Di luar pengadilan, sekelompok kecil orang dari aktivis sayap kiri berdemonstrasi. Mereka memuji putusan hakim namun meminta kasus ini tetap diawasi, sehingga warga bisa yakin bahwa Pemberton benar-benar dijebloskan ke penjara sebagaimana perintah dalam putusan pengadilan.

Pada 11 Oktober 2014, peristiwa pembunuhan itu telah memicu kemarahan di Filipina dan membuat kelompok sayap kiri dan nasionalis menuntut negara mengakhiri kehadiran militer AS di negara itu. Saat itu, AS secara bersamaan juga menegaskan kembali dominasinya di Asia dan Manila dengan mengatakan berada di belakang Filipina dalam sengketa wilayah perairan dengan Tiongkok.

Pemberton,seorang operator rudal anti-tank dari New Bedford, Massachusetts, adalah salah satu dari ribuan personel militer AS dan Filipina yang berpartisipasi dalam latihan bersama tahun lalu. Ia dan sekelompok Marinir lain cuti setelah latihan dan bertemu Laude dan teman-temannya di sebuah bar di Olongapo, sebuah kota yang dikenal dengan kehidupan malamnya yang terletak di luar Subic, bekas pangkalan Angkatan Laut AS.
Pemberton dan Laude meninggalkan bar dan check in bersama di sebuah hotel di dekatnya. Sekitar 30 menit kemudian, Pemberton berjalan keluar, meninggalkan ruangan pintu terbuka.

Dalam putusannya, hakim di Pengadilan Regional, Roline Ginez-Jabalde memerintahkan agar Pemberton dipenjara di New Bilibid, sebuah penjara nasional di pinggiran Kota Muntinlupa.

Kasus pembunuhan ini juga telah menghidupkan kembali perdebatan atas Perjanjian Visiting Forces dua sekutu yang ditandatangani pada1998. Salah satu isinya berupa pernyataan bahwa Militer AS memiliki hak asuh atas militer Manila sehingga menyulitkan pengadilan menghukum militer AS di penjara Filipina. Namun, Mahkamah Agung Filipina memutuskan pada 2009 bahwa personel militer AS yang dihukum pengadilan Filipina harus tetap menjalani hukumannya di Filipina.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya