SOLOPOS.COM - Suasana penganugerahan gelar Doctor Honoris Causa kepada I Gusti Ngurah Putu Wijaya di ISI Yogyakarta, Rabu (21/2/2018). (Rheisnayu Cyntara/JIBI/Harian Jogja)

Seniman cum budayawan asal Bali, I Gusti Ngurah Putu Wijaya mendapatkan gelar kehormatan Doctor Honoris Causa di bidang teater dari ISI Yogyakarta

Harianjogja.com, BANTUL--Seniman cum budayawan asal Bali, I Gusti Ngurah Putu Wijaya mendapatkan gelar kehormatan Doctor Honoris Causa di bidang teater dari ISI Yogyakarta.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Penganugerahan gelar akademik yang tertinggi dan prestisius ini dilangsungkan pada Sidang Senat Terbuka di Concert Hall ISI Yogyakarta, Rabu (21/2/2018).

Pemberian gelar ini menurut Promotor, Prof. Yudi Ariyani dilakukan dengan mempertimbangkan pencapaian karya Putu Wijaya yang luar biasa dan juga jasanya dalam pengembangan ilmu dan dunia teater modern Indonesia.

Selain itu penemuan dan inovasi juga dianggap berpengaruh luas dalam kehidupan sosial dan kemanusian. Burhan menuturkan penganugerahan Dr H.C. terlaksana dengan proses persiapan cukup panjang.

Dimulai dari 2016 dengan pengusulan dari tingkat jurusan/program studi dan seleksi ketat dari tingkat fakultas hingga akhirnya persetujuan di tingkat institut. Proses kemudian masih menunggu penetapan dari tingkat kementerian.

“Pemberian gelar telah melalui proses yang panjang dari civitas akademika dan Program Studi Teater Fakultas Seni Pertunjukan, berbagai stake holder dunia teater modern Indonesia, Senat ISI Yogyakarta serta penilaian dan persetujuan dari Menristek Dikti,” ucapnya.

Lebih lanjut Yudi mengatakan di bidang seni modern Indonesia, Putu Wijaya adalah fenomena. Sampai di umurnya ke-74 saat ini, saat Putu menjalani proses penyembuhan dari sakit, ia tetap saja berkarya.

Bahkan bertambah dengan kanvas lukisnya. Selama sakit fisiknya itu, rupanya ia tidak mau otak dan batinnya turut sakit. Putu masih akan membuat ratusan drama pendek, bahkan sudah bermonolog lagi.

“Putu mampu menjabarkan ruang-ruang pembebasan pada nilai tradisi kedaerahannya. Seni tradisi dengan sifatnya yang cair, plastis, dan dinamis, telah terdidik dalam ruang dan waktu panjang, sehingga baginya nilai-nilai tradisi menjadi “jurus” ampuh menemukan jati diri seni tradisi di tengah “wajah”  ke-Indonesiaan yang mengglobal. Tradisi baru adalah transformasi nilai-nilai budaya kedaerahan menjadi tatanan nilai budaya negara-kebangsaan,” kata Yudi.

Rektor ISI Yogyakarta, Agus Burhan mengatakan daya hidup dan energi Putu Wijaya telah melampaui aktivitas seni yang sekedar menawarkan keindahan sebagai klangenan. Ia mampu menghadirkan teater dalam fungsi sosialnya yang bermakna.

Teaternya yang bersumber dari kekuatan tradisi banyak berfungsi sebagai tuntunan moral dan terapi sosial. “Karya-karya Putu dalam kehidupan nyata menjadi migunani tumpraping liyan,” katanya.

Sementara itu, Putu Wijaya dalam pidatonya tentang Tradisi Baru menyampaikan untuk segera menghentikan dominasi referensi manapun dalam teater Indonesia. Tidak berarti menolak atau membenci, namun mereposisikan semua referensi hanya sebagai salah satu referensi yang setara dengan lainnya.

Semua harus dikuasai dan dipakai bilamana perlu. Jika tidak, maka referensi tersebut baiknya, menurut Putu diabaikan saja. “Walhasil tidak ada lagi satu referensi kiblat yang dimitoskan. Itulah tradisi baru,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya