SOLOPOS.COM - Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto Agus Chusaini. (Antara-Sumarwoto)

Solopos.com, PURWOKERTO — Kota Purwokerto dan Cilacap di Provinsi Jawa Tengah kembali mengalami deflasi pada bulan Oktober 2019. Demikian diungkapkan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Purwokerto Agus Chusaini.

"Bahkan, deflasi di Purwokerto pada Oktober 2019 merupakan deflasi terdalam di antara kota perhitungan lainnya di wilayah Jawa Tengah," kata Agus Chusaini di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin (4/11/2019).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Agus mengatakan berdasarkan data Badan Pusat Statik (BPS), deflasi di Purwokerto pada Oktober 2019 tercatat sebesar 0,08% (month to month/mtm). Angka itu lebih rendah dibandingkan deflasi bulan sebelumnya yang sebesar 0,50% (mtm).

Sementara deflasi di Cilacap pada Oktober 2019, kata dia, sebesar 0,07% (mtm) atau lebih kecil daripada deflasi bulan sebelumnya yang sebesar 0,46% (mtm). Angka itu lebih rendah jika dibandingkan dengan deflasi di Purwokerto yang sebesar 0,08% (mtm).

"Kalau di Jawa Tengah dan nasional, pada bulan Oktober tercatat mengalami inflasi 0,01% (mtm) dan 0,02% (mtm)," katanya.

Lebih lanjut, Agus mengatakan deflasi yang terjadi di Purwokerto pada bulan Oktober terutama bersumber dari penurunan harga komoditas pada kelompok bahan makanan yang memberi andil sebesar minus 0,19%. Menurut dia, deflasi bahan makanan utamanya bersumber dari komoditas cabai merah dan telur ayam ras.

Kendati demikian, Agus mengatakan laju deflasi tertahan oleh inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau dengan andil 0,37% terutama komoditas kue kering berminyak dan rokok kretek filter.

"Pada bulan November 2019, Purwokerto diperkirakan mengalami inflasi sebesar 0,30%-0,50% [mtm} atau secara tahunan inflasi 2,46%-2,66% [year on year/yoy]. Inflasi diperkirakan bersumber dari masih meningkatnya harga daging ayam ras dan beras seiring dengan perkiraan menurunannya pasokan dan makin tingginya permintaan menjelang akhir tahun," jelasnya.

Menurut dia, peningkatan harga beras diperkirakan juga terjadi karena menurunnya produksi sebagai dampak kekeringan pada musim kemarau. Sementara deflasi pada Oktober 2019 di Cilacap, lanjut Agus, terutama disebabkan oleh penurunan harga komoditas kelompok bahan makanan yang memberi andil sebesar minus 0,23% utamanya cabai rawit.

Di sisi lain, kata dia, inflasi terjadi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok dengan andil 0,36% serta kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar dengan andil sebesar 0,16%. "Pada bulan November 2019, Cilacap diperkirakan mengalami inflasi dengan kisaran 0,05%-0,25% (mtm). Pada periode tersebut, inflasi diperkirakan berasal dari kenaikan harga kelompok bahan makanan, yaitu komoditas beras seiring dengan dampak puso akibat kemarau yang berkepanjangan dan komoditas bawang merah seiring keterbatasan stok karena telah berlalunya musim panen," kata Agus.

Menurut dia, terjaganya stok dan harga komoditas cabai diperkirakan mampu meredam laju inflasi lebih dalam di kedua kota pada bulan November 2019.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya