SOLOPOS.COM - Purnomo (JIBI/Koran O/Rudi Hartono)

Nama Purnomo sempat akrab di telinga sebagian masyarakat di saat judi cap ji kia merebak di wilayah Solo dan sekitarnya beberapa tahun lalu. Sebut saja nama Wisanggeni, maka banyak orang yang langsung mengaitkan nama salah satu tokoh pewayangan itu dengan dunia judi yang berpusat di Kartasura, Sukoharjo, yang dikelola oleh Purnomo sebagai bandar besarnya.

Purnomo (JIBI/Koran O/Rudi Hartono)

Promosi Tragedi Simon dan Asa Shin Tae-yong di Piala Asia 2023

Namun kini si empunya nama sudah berubah 180 derajat. Perputaran uang judi yang dulu menjadi penyambung hidupnya kini sudah berhenti. Sumber nafkahnya kini adalah usaha kardus bekas di Jalan Slamet Riyadi, Makamhaji, Sukoharjo. Muhammad Hadi Purnomo, nama lengkapnya, kini boleh bangga telah menjadi pengusaha jual beli kardus bekas yang sukses. Uang sebesar Rp 60 juta hingga Rp 70 juta setiap bulan dengan mudah didapatnya berkat kardus-kardus itu. Sejak merintis usaha itu, keinginan Purnomo hanya satu, yakni ingin berbagi rezeki kepada sesama. Bahkan, memberi sedekah dan santunan sudah menjadi urat nadi yang tak terpisahkan dari hidupnya. Hal itulah yang membuatnya tumbuh menjadi manusia ksatria dan berjiwa besar demi menghambakan diri kepada Sang Maha Penguasa Jagat Raya.

Kepada Espos, Purnomo mengakui, judi cap ji kie atau cap ji kia pernah menjadi sandaran hidupnya selama lebih dari 30 tahun lamanya. Perannya di dunia perjudian itu tidak hanya sekadar menjadi pemasang, ia menjadi bandar besar yang disegani penjudi lainnya. Pada masa keemasannya, nama besar Purnomo di dunia cap ji kia tak pernah terusik oleh polisi sekali pun.

Dunia itu dikenalnya sejak ia lulus SMP sekitar tahun 1970-an. Purnomo mengenal judi berangkat dari lingkungan rumahnya semasa kecil, yakni di Dawung, Serengan, Solo. Pada masa itu setiap rumah di sekitarnya menjadi ladang subur bagi para penjudi remi, domino, dadu dan lainnya. Saking seringnya melihat suasana itu, Purnomo remaja mulai menjajal mempertaruhkan nasibnya, hingga akhirnya berani bertaruh meski hanya sebatas memasang dengan nominal kecil-kecilan.

“Dahulu kehidupan sangat sulit dan keras. Orangtua yang miskin membuat saya hanya mengenyam pendidikan sampai SMP. Akhirnya judi lah satu-satunya harapan saya untuk bertahan hidup dan menghidupi,” kenang Purnomo. Sejak saat itu mental Purnomo terbentuk menjadi penjudi kelas kakap. Bahkan, larangan kedua orangtuanya, Sumodarsono dan Sulasmi, tak pernah menciutkan keinginannya membangun jaringan perjudian yang semakin luas. Dengan bermodal kepiawaiannya bermain cap ji kia, Purnomo berhasil menjadi bandar besar pada tahun 1990. Ia pun mempunyai tempat khusus bernama PSP di Pasar Pon, Solo. Saat menjadi bandar itu, judi cap ji kia seakan menjadi mesin penghasil uang. Setiap hari ia mampu meraup keuntungan sebesar Rp 200 juta sekali bukaan. Padahal, setiap hari PSP dapat melayani tujuh kali bukaan. “Limpahan harta haram itu setiap hari saya dapatkan. Tetapi anehnya, sepertinya saya tidak pernah bahagia mengantongi uang bermiliar-miliar itu. Setiap hari pasti habis entah untuk apa. Mungkin Tuhan tidak memberi berkah,” kata Purnomo mengenang masa lalunya.

Kebesarannya menjadi bandar cap ji kia hebat termasyur di seluruh Solo. Hingga ia memutuskan untuk berpindah lokasi judi di Kartasura pada tahun 1999. Saat di Kartasura nama Wisanggeni yang mempunyai slogan Paseduluran Tanpa Tepi itu lahir. Perputaran uang judi yang dikelolanya meningkat menjadi Rp 300 juta-Rp 350 juta setiap bukaan. Setahun setelah menjalankan bisnis judi di Kartasura, batin Purnomo mulai terusik dengan ketidaktenangan. Sukmanya memberontak melawan perbuatannya yang penuh dosa. Sepertinya Tuhan mulai mengetuk pintu hati Purnomo yang telah lama tak tersentuh hidayah. Purnomo mengaku, di dalam hatinya ia ingin terlepas dari jeratan judi yang terus membelenggu, tetapi realita di lapangan membuatnya tak kuasa melepasnya. Ia terus menjalankan judi itu meski sebenarnya menyadari hal itu adalah dosa yang tak terkira besarnya.

Memang sejak mengetahui ada benih-benih kenakalan, orangtua Purnomo terutama ibunya, Sulasmi yang kini berusia 80 tahun, tak berhenti memberi nasihat dan wejangan kebaikan, agar ia tak terjerumus ke dalam jurang kenistaan. Tetapi, Purnomo terlanjur mempunyai mental penjudi. Pesan-pesan bijak dari ibunya seperti tak mampu lagi membendung hasrat Purnomo yang ingin berjaya di dunia judi. Keinginannya semakin tak terbendung setelah ayahnya, Sumodarsono meninggal dunia sekitar tahun 1982.

Sifat pembangkang dan jiwa penjudi tersebut berubah 180 derajat ketika Purnomo benar-benar mengerti arti sebuah kasih sayang orangtua. Saat menjadi bandar besar cap ji kia, bayang-bayang ayahnya selalu mengusik pikirannya. Purnomo berpikir selama ayahnya hidup rasanya ia belum pernah membahagiakannya. “Kalau mengingat bapak waktu itu saya semakin sadar selama itu saya hanya membuat orangtua susah hingga sering menangis karena kelakuan saya. Rasanya menyesal sekali. Tetapi apa daya, dorongan berjudi lebih kuat. Terpaksa saya harus terus menjadi bandar,” sesal Purnomo menggelayuti.

Namun, hal itu menurut Purnomo menjadi titik balik munculnya hidayah Tuhan kepadanya. Beberapa tahun berselang, sekitar tahun 1996 lahir gejolak batin yang begitu kuat. Pikirannya berkecamuk setiap kali melihat ibunya meneteskan air mata tatkala berdoa seusai salat tahajud. Saat itu, sambung Purnomo, rasanya ingin mendekati ibundanya, ingin sekali bersimpuh di kakinya, ingin menangis di hadapannya dan mengatakan telah taubat sebenar-benarnya. “Setiap kali melihat ibu berdoa meminta agar saya taubat, batin ini rasanya merintih. Ingin sekali memeluk beliau,” katanya penuh sesal.

Tetapi sekali lagi, jaringan judi yang begitu kuat lebih menguasai dirinya. Terpaksa ia hanya dapat menangis di dalam sanubari. Di dalam palung hati Purnomo, mengalir cinta yang begitu dahsyat kepada ibunya. Sukmanya semakin menggelora meminta ampunan kepada Tuhan dan ibundanya. Perlahan tetapi pasti, perilaku Purnomo berangsur berubah, kendati masih berjudi. Ia mulai sering mengenakan baju koko dan peci, meskipun saat membandari.

“Dalam hati saya berkata, ya Allah betapa berdosanya saya kepada-Mu yang membuat ibu dan bapak begitu berduka mempunyai anak seperti saya. Batin ini rasanya ingin menjerit sekeras-kerasnya. Sejak saat itu saya mulai memperbanyak aktivitas keagamaan. Bahkan, saat membandari saya selalu mengenakan baju islami lengkap dengan peci,” papar Purnomo sembari menudingkan jari ke baju islami yang dikenakannya. Tidak hanya itu, hasil judi yang sebenarnya menjadi uang haram selalu di sedekahkannya dan memberi santunan kepada fakir miskin serta turut andil dalam pendanaan pembangunan desa. Purnomo mengaku tidak tahu, apakah amal itu berkah atau tidak.

Menurut Purnomo, hal itu dilakukannya semata-mata hanya ingin mencapai taubat yang nyata.
Istrinya, Sumarsih, 52 dan ketiga anaknya, Agus Sumarsono, 35; Danu Suryadi, 30 dan Lita Trisetyani, 28, juga mempunyai peran penting bagi Purnomo memasuki babak kehidupan baru. Berkat mereka semua, pada tahun 2004 ia benar-benar terlepas dari belenggu hitam perjudian.
“Lega rasanya bisa keluar dari dunia kesenangan semu. Tanpa hidayah Allah dan peran semua orang-orang tercinta, mustahil saya dapat lepas dari rantai jaringan judi yang begitu kuat menguasai,” ujar Purnomo penuh syukur.

Limpahan uang haram berganti limpahan hidayah. Ia benar-benar taubat dan tak lagi menyentuh cap ji kia apalagi remi. Sejak saat itu ia merintis usaha halal menjadi pembeli kardus. Berkat usaha dan doanya, bisnisnya semakin berkembang pesat. Hingga kini ia menjadi bos besar pemilik usaha jual beli kardus bekas yang beromzet puluhan juta rupiah per bulan, mempunyai perusahaan air minum di Kartasura yang saat ini dikelola putrinya, Lia Trisetyani, 28 dan CV Anugerah Persada, perusahaan penyedia tanaga kerja dan perawatan gedung perkantoran. Kini laki-laki berusia 50 tahun ini menjadi sosok yang agamis dan mempunyai tambahan nama Muhammad setelah menjalankan ibadah haji tahun lalu.

Rudi Hartono

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya