SOLOPOS.COM - ilustrasi pupuk (JIBI/dok)

Pupuk bersubsidi di Jawa Tengah bakal dibatasi.

Solopos.com, SUKOHARJO — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah (Jateng) mewacanakan pembatasan penggunaan pupuk bersubsidi. Dalam wacana itu pemilik lahan pertanian seluas 2 hektare (ha) atau lebih dilarang menggunakan pupuk bersubsidi, karena dianggap sebagai petani kaya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hal itu terungkap dalam pertemuan yang digelar pihak Kelurahan Sukoharjo di balai kelurahan setempat, Jumat (13/3/2015). Wacana tersebut dilontarkan Koordinator Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pertanian Kecamatan Sukoharjo, Triyanto.

Ekspedisi Mudik 2024

Di hadapan para petani dia menyampaikan pemerintah bakal memperketat pengawasan pupuk bersubsidi. Dia mengatakan Pemprov telah mewacanakan pembatasan penggunaan pupuk bersubsidi.

“Pemilik lahan yang punya lahan 2 ha atau lebih bakal tidak diperbolehkan menggunakan pupuk bersubsidi. Saya kira ini langkah positif,” kata dia.

Saat ditemui seusai kegiatan Triyanto mengatakan wacana tersebut digulirkan agar pupuk bersubsidi benar-benar disalurkan kepada petani yang kurang mampu. Dia menyambut baik apabila wacana tersebut direalisasikan menjadi kebijakan.

Triyanto menilai pemilik lahan 2 ha atau lebih merupakan petani kaya yang tidak perlu lagi diberi pupuk bersubsidi. Ini karena masih banyak petani yang membutuhkan pupuk tersebut.

Namun hal yang harus dipikirkan, kata dia, banyak pula petani yang mengerjakan lahan seluas 2 ha atau lebih milik orang lain. Petani penggarap menyewa kepada pemilik lahan. Dia mempertanyakan apakah ketentuan tersebut berlaku untuk petani penggarap.

“Kalau petani penggarap juga dilarang menggunakan pupuk bersubsidi, ini bisa menjadi masalah baru,” imbuh Triyanto.

Sementara itu, Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Kelurahan Sukoharjo, Sri Sutarmi, mengaku sudah mengetahui wacana tersebut belum lama ini. Namun dia belum mengetahui secara pasti ketentuan apa saja yang terdapat dalam kebijakan itu. Perlu diketahui, kata dia, tak sedikit petani penggarap yang mengerjakan lahan seluas 2 ha atau lebih. Menurut dia hal yang menjadi masalah, nama yang dicantumkan dalam rencana difinitif kebutuhan kelompok (RDKK) adalah nama pemilik lahan.

“Jadi apabila wacana ini direalisasikan berarti nama pemilik lahan 2 ha atau lebih tidak akan terdaftar. Lalu nasib petani penggarapnya bagaimana. Ini yang harus dipikirkan pula. Kalau di Kelurahan Sukoharjo tidak ada yang punya lahan lebih dari 2 ha,” ujar Sri Sutarmi.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya