SOLOPOS.COM - Ilustrasi

Pungutan SMKN 1 Banyuwangi membebani para orang tua wali murid.

Madiunpos.com, BANYUWANGI – Berdalih bantuan dari pemerintah minim, SMK Negeri 1 Glagah Banyuwangi memungut biaya bagi siswa yang mengambil surat keterangan lulus (SKL). Nilai rupiah yang dibebankan mencapai Rp2 juta/ siswa. Sontak kebijakan ini menuai protes para wali murid setempat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Salah satu wali murid, Saiful merasa kaget saat mendapati anaknya tak bisa mengambil SKL lantaran belum melunasi biaya Bantuan Pengembangan Sekolah (BPS). Pria ini memperoleh keterangan dari pihak sekolah bahwa nilai Rp2 juta itu telah disepakati pihak komite sekolah dan wali murid dan digunakan untuk kegiatan dan operasional sekolah.

Pihak sekolah pun sempat melontarkan pernyataan pada Saiful jika tak melunasi biaya tersebut, maka SKL milik anaknya akan ditahan sementara waktu hingga biaya tersebut dilunasi. Meski penjelasan dari pihak sekolah masih dirasakan janggal oleh Saiful, ia memutuskan untuk tetap memberikan pembayaran separuh dari jumlah yang diminta sekolah.

“Petugasnya bilang untuk uang gedung. Saya kaget, katanya biaya ini sudah kesepakatan bersama wali murid. Yang saya sayangkan, biaya yang sifatnya bantuan tersebut terkesan memaksa,” kata Saifuloh, Selasa (23/6/2015).

Sementara Plt Kepala SMKN 1 Glagah, Ahmad Kusairi menegaskan besaran biaya yang dibebankan ke siswa sebelumnya sudah menjadi kesepakatan wali murid dan komite sekolah sejak pertama masuk. Menurutnya, biaya tersebut bukan untuk uang gedung, namun masuk ke dana peran serta masyarakat (PSM). Biaya itu dibayar selama yang bersangkutan bersekolah.

“Memang ada aturannya, masyarakat bisa ikut menyumbangkan biaya untuk operasional sekolah,” jelasnya.

Penarikan biaya PSM ini bukan tanpa alasan, sebab sebelumnya pihak sekolah sudah memperhitungkan kekurangan biaya operasional yang selama ini diberikan pemerintah. Dan hasil dana PSM tersebut dipakai menutup kekurangan operasional sekolah, mulai biaya pratikum, ujian, praktik kerja lapangan hingga honor tenaga pengajar berstatus GTT dan PTT.

Tak hanya itu ia juga mencontohkan hitungan jika biaya operasional per siswa mencapai Rp3,5 juta/ tahun, sedangkan dana yang diberikan pemerintah untuk satu siswa sekitar Rp 1,2 juta. Alasan itulah yang membuat pihaknya harus mencari kekurangan biaya dengan melibatkan peran serta wali murid.

“Jadi, biaya pendidikan yang selama ini diberikan pemerintah, baik pusat, provinsi dan kabupaten belum mencukupi. Karena itu, kita mintakan biaya PSM dari wali murid. Biaya siswa SMK itu besar. Kalau mengandalkan dari dana pemerintah, tak cukup,” dalihnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya