SOLOPOS.COM - Ilustrasi pungutan (JIBI/Solopos/Dok.)

Pungutan sekolah dilaporkan orang tua siswa.

Harianjogja.com, JOGJA — Pungutan sekolah terjadi di Sleman. Sejumlah orang tua siswa SD Model Sleman yang juga sekolah eks rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jogja, di Kantor LBH Jogja, Jalan Ngeksigondo, Kotagede, Rabu (21/9/2016).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pengaduan dilakukan karena adanya pungutan liar hingga mencapai jutaan rupiah per siswa. Dengan berlindung di bawah keputusan lembaga komite, sekolah itu mengelola dana pungutan mencapai miliaran rupiah per tahun.

Inayah, orang tua siswa SD Model menambahkan  komite sekolah sejatinya hanya bertindak sebagai pemberi saran. Tetapi, justru ikut melakukan penarikan biaya, karena faktanya menerbitkan Surat Keputusan Komite Sekolah TK dan SD Model Sleman No.002/KS/07/2016 tentang program unggulan SD Model Sleman yang di dalamnya terdapat berbagai rincian biaya hingga jutaan rupiah. Rupanya SK tersebut sebagai modus untuk melegalisasi pungutan liar terhadap para siswa yang diduga disetir oleh pihak sekolah.

Ia mengakui, masih ada  ada sekelompok orangtua yang mendukung dengan kebijakan pungutan itu, karena mereka masih menganggap SD Model adalah RSBI seperti sebelum adanya putusan MK tentang penghapusan status. Akibatnya, dampak dari persoalan ini semakin meluas seperti munculnya kubu pro kontra orangtua siswa, parahnya mereka kerap mencibir pihak yang kontra.

“Bahkan ada [orangtua siswa yang pro] menanggapi dalam grup whatsapp dengan kalimat, mau pipis [kencing] saja sekarang bayar, masak sekolah tidak bayar. Efeknya bullying serta diskriminasi antar orangtua murid,” ucap dia.

Secara rinci pungutan liar setiap kelas di sekolah itu antara lain, Kelas 1 diwajibkan membayar total Rp3,3 juta, Kelas 2 Rp2,1 juta, Kelas 3 Rp2,1 juta, Kelas 4 Rp1,9 juta, Kelas 5 Rp2,2 juta dan kelas 6 sebesar Rp2,9 juta sebagai registrasi tahun ajaran 2016. Sedangkan tahun sebelumnya, pungutan itu dipukul rata antara Rp3,5 juta hingga 3,7 juta. Pungutan itu belum termasuk biaya makan, iuran bulanan dan buku diwajibkan membeli lagi dengan sistem modul, padahal buku paket telah disediakan pemerintah.

“Lalu yang telat membayar itu nama siswa dan orangtuanya dicatat di depan kelas, ini dampaknya psikologinya bisa ke anak,” ujarnya, Rabu (21/9/2016).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya