SOLOPOS.COM - JIBI/SOLOPOS/ Sunaryo Haryo Bayu Pedagang kaki lima sedang menjajakan daganganya di kawasan Alun-alun kidul Solo, Selasa (19/3/2013). Para PKL tersebut mengaku ditarik retribusi ilegal sebanyak Rp 1.500 per hari

JIBI/SOLOPOS/ Sunaryo Haryo Bayu
Pedagang kaki lima sedang menjajakan daganganya di kawasan Alun-alun Kidul Solo, Selasa (19/3/2013). Para PKL tersebut mengaku ditarik retribusi ilegal sebesar Rp 1.500 per hari

SOLO–Pungutan terhadap pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Alun-alun Kidul (Alkid) dituding menjadi pungutan siluman. Pasalnya, baik Pemkot Solo maupun Keraton Surakarta Hadiningrat tidak merasa menarik pungutan tersebut.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Berdasarkan informasi yang dihimpun solopos.com di Alkid, Rabu (20/3/2013), PKL mengaku ditarik Rp1.500 hingga Rp20.000 per hari untuk beraktivitas di sana. Salah seorang pedagang bakso bakar, Jumirin, 27, mengaku ditarik pungutan Rp1.500 per hari untuk berjualan di Alkid. Dalam bukti pungutan tertulis Keraton Solo. “Biasanya diberi karcis, kadang juga tidak dikasih. Biasanya nariknya sore hari,” ujarnya kepada solopos.com.

Hal senada dikatakan Badrun, 80. PKL yang berjualan di Alkid sejak puluhan tahun lalu ini ditarik Rp1.500-Rp2.000 per hari yang dibayar setiap dua pekan sekali. Pada awal berjualan, Badrun mengaku belum ditarik pungutan. Namun, imbuhnya, kini pungutan menjadi hal jamak di kawasan cagar budaya tersebut. “Dulu kadang Pemkot yang narik, kadang juga orang pribadi, mungkin dari keraton. Tidak jelas siapa yang menarik,” ungkapnya.

Badrun mengaku tak keberatan dengan pungutan tersebut. Pasalnya, ia menyebut besaran penarikan sudah dirapatkan bersama pihak keraton. Dirinya bahkan sering diajak rapat Satpol PP terkait operasionalisasi PKL di Alkid. “Punya hak apa Pemkot melarang kami. Ini kan wilayah keraton. Keraton saja membolehkan kok,” tukasnya.

Berdasarkan informasi, pungutan yang ditarik dari pedagang variatif tergantung besar usahanya. Becak hias yang menjadi ikon Alkid bahkan ditarik Rp20.000 per hari per becak. Menanggapi hal tersebut, Pengageng Parentah Pariwisata dan Museum Keraton Surakarta, KP Satrio Hadinagoro mengaku tidak tahu menahu ihwal pungutan. Namun ia berpendapat pada dasarnya Pemkot berhak menarik retribusi di lokasi tersebut. “Kalau yang narik atas nama keraton saya malah tidak tahu. Yang jelas bukan saya.”

Kepala Dinas Pengelolaan Pasar, Subagiyo, saat ditemui di Balaikota, menjelaskan pungutan di luar ketentuan Pemkot berpotensi ilegal. “Kami mengacu aturan saja. Kami tidak memungut di sana karena itu bukan wilayah PKL.” Sementara Sekretaris Daerah Solo, Budi Suharto, menegaskan wilayah Alkid harusnya steril dari PKL. Sekda menegaskan keraton tidak bisa lepas dari Pemkot dan membuat peraturan sendiri.

“Alkid itu cagar budaya, bukan untuk pasar tumpah.”
Sementara itu, Kepala Satpol PP, Sutarjo, justru masih gamang dalam menindak PKL Alkid. Pihaknya mengaku masih perlu mengkaji sejauh mana penindakan diperlukan. Pasalnya, hal itu menyangkut keraton dan kondisi sosial yang telah terbentuk. “Lagipula mereka tidak permanen. Kami belum bisa memutuskan.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya