SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, WONOGIRI — Eks Camat Tirtomoyo, Wonogiri, Joko Prihartanto, 49, dituntut enam tahun penjara dalam kasus pungutan liar (pungli) Program Nasional Agraria (Prona) Kecamatan Tirtomoyo 2016.

Selain penjara, Joko juga dituntut denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan. Sementara dua terdakwa lainnya yakni Widodo, 52, yang saat program bergulir menjabat Sekretaris Camat (Sekcam) Tirtomoyo dan anggota staf Kecamatan Tirtomoyo, Nur Kholis, 46, dituntut dengan pidana masing-masing empat tahun enam bulan penjara dan empat tahun penjara.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Keduanya juga dituntut hukuman denda masing-masing Rp200 juta subsider empat bulan kurungan. Pungutan Prona Tirtomoyo 2016 yang dilakukan ketiga terdakwa totalnya terkumpul Rp1.808.250.000 atau Rp1,8 miliar.

Dari jumlah itu, iuran yang terkumpul senilai Rp1.453.827.300 atau Rp1,4 miliar di antaranya dinilai tidak wajar. Sidang kasus ini sudah berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang sejak sekitar empat bulan lalu.

Sedangkan sidang pembacaan tuntutan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Wonogiri digelar Selasa (18/6/2019) lalu. Tuntutan pidana bagi ketiga terdakwa berdasar dakwaan alternatif pertama, yakni Pasal 12 huruf e UU No. 31/1999 juncto UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) junkto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Wonogiri, Ismu Armanda, saat ditemui Solopos.com di kawasan kota Wonogiri, Minggu (23/6/2019), menyampaikan dalam sidang terungkap Joko Prihartanto adalah inisiator yang menetapkan nilai iuran yang harus disetorkan 2.411 warga selaku pemohon Prona, yakni Rp750.000/pemohon.

Nilai iuran itu jauh lebih besar ketimbang nilai ideal. Informasi yang dihimpun Solopos.com, iuran yang perlu dibayarkan pemohon Prona hanya sekitar Rp150.000/pemohon.

Ismu melanjutkan Joko menetapkan nilai iuran Rp750.000 itu saat rapat yang dihadiri para kepala dan perangkat desa yang masuk kuota Prona. Pada 2016 wilayah yang masuk program Prona ada 10 desa.

Para kades dan perangkat desa menyetujuinya nilai iuran yang ditentukan Joko. Iuran senilai Rp750.000/pemohon itu dialokasikan untuk honor kades selaku panitia dan perangkat desa yang ikut mengurus.

Honor untuk kades saja senilai Rp215.000. Menurut Ismu, penentuan nilai honor tersebut tak sesuai aturan. Dalam praktiknya, Joko memerintahkan Widodo dan Nur Kholis mengumpulkan iuran tersebut. Iuran terkumpul Rp1,8 miliar.

“Inspektorat selaku pihak yang menghitung menyatakan dana yang terkumpul senilai Rp1.453.827.300 tidak wajar. Yang wajar hanya Rp354.422.700. Iuran yang tak wajar itu termasuk pungli yang mengakibatkan kerugian masyarakat,” kata Ismu mewakili Plt. Kepala Kejari (Kajari) Wonogiri, Hendri Antoro.

Dia menginformasikan para kades dan perangkat desa sudah mengembalikan honor yang mereka terima saat penanganan perkara oleh polisi masuk tahap penyidikan. Total honor yang dikembalikan Rp325.269.000.

Dalam perkara tersebut mereka menjadi saksi. Sementara ketiga terdakwa hingga sidang tuntutan Selasa pekan lalu belum mengembalikan dana yang mereka terima. Mereka mengaku sudah menggunakannya untuk kepentingan pribadi.

Total dana yang mereka terima lebih kurang Rp1.128.558.300. Ini merupakan jumlah iuran yang tak wajar dikurangi honor kades dan perangkat desa yang dikembalikan.

Hingga berita ini ditulis pengacara para terdakwa belum dapat dimintai konfirmasi. Ismu mengaku lupa nama pengacara mereka. Sidang berikutnya dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pleidoi digelar, Selasa (25/6/2019) mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya