SOLOPOS.COM - Auditor BPK mengaudit bangunan Pasar Jeblog, di Desa Jeblog, Kecamatan Karanganom, Klaten, Rabu (21/2/2018). (Cahyadi Kurniawan/JIBI/Solopos)

Anggota DPRD Klaten menyebut pungutan uang untuk pengadaan sarana prasarana kantor Pasar Jeblog tak bisa dibenarkan.

Solopos.com, KLATEN — Anggaran untuk pembelian mebeler kantor Pasar Jeblog, Kecamatan Kebonarum, Klaten, tak seharusnya dibebankan kepada pedagang karena itu merupakan tanggung jawab Dinas Perdagangan Koperasi dan UKM (Disdagkop UKM).

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Dalam pemberitaan sebelumnya, pedagang Pasar Jeblog mengeluhkan adanya pungutan uang hingga Rp3 juta per pedagang yang menempati kios. Menurut penjelasan pedagang, uang itu untuk menebus kunci kios pasar yang baru kelar direhab itu.

Sementara Lurah Pasar Jeblog, Sugino, mengatakan uang itu adalah iuran pedagang untuk pembangunan taman, pembelian mebeler kantor pasar, penerangan kios, hingga acara peresmian dan tasyakuran pasar. Iuran pedagang dilakukan lantaran Disdagkop UKM tidak mengalokasikan anggaran untuk kebutuhan itu.

Akibat tindakannya itu, kini Sugino ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan pungutan liar oleh Polres Klaten. Sekretaris Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Klaten, Darmadi, berpendapat sarana dan prasarana kantor pasar, termasuk mebeler dan pembangunan taman, merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Klaten.

Penyelenggaraan kebutuhan itu seharusnya didanai Disdagkop UKM. “Pengadaanya tidak boleh dibebankan kepada pedagang,” kata Darmadi saat dihubungi Solopos.com, Jumat (23/2/2018).

Baca:

Lain halnya dengan pemenuhan dana untuk kegiatan peresmian atau tasyakuran pasar. Kegiatan itu, menurut politikus PAN itu, adalah kegiatan yang tidak bisa dianggarkan karena bukan urusan wajib.

Terpisah, Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Bidang Pasar Disdagkop UKM Klaten, Hery Susilo, membenarkan soal tidak adanya anggaran untuk pembangunan taman, pembelian mebeler kantor pasar, dan lainnya. Khusus soal sarana dan prasarana kantor pasar, butuh mengalokasikan sebagai kegiatan baru dalam penganggarannya.

“Tidak ada anggaran. Seperti di Pasar Srago itu inisiatif pedagang sendiri. Pedagang yang mau syukuran karena sudah dibangun ya urunan sendiri,” kata dia, Jumat.

Namun demikian, mekanisme penggalangan dana untuk keperluan tasyakuran, misalnya, harus melalui musyawarah dengan pedagang. Sebelumnya diadakan rapat dulu. Pedagang membentuk kepanitiaan meliputi ketua, sekretaris, dan bendahara.

Tapi, semua itu di luar dinas. Dinas hanya memberi pengarahan. Yang menyepekati, yang melakukan iuran, dan yang merealisasikannya adalah pedagang. “Kalau lurah pasar paling hanya koordinasi. Semua dikelola pedagang sendiri kecuali mau mengundang pejabat ya koordinasi dengan Dinas karena mengundang pejabat kan enggak mudah,” tutur Hery.

Ia menerangkan dalam sosialisasi sebelum rehab pasar disampaikan kepada pedagang bahwa kios itu diberikan gratis sesuai haknya. Dinas juga tidak mewajibkan ada peresmian. “Jadi sengaja dari dinas enggak ada anggaran seperti itu. Kalau enggak ada anggaran ya enggak usah ngadain. Ngapain,” beber dia.

Tak hanya itu, pedagang juga diperintahkan membentuk paguyuban sejak sebelum pasar direhab. Hal itu guna mempermudah komunikasi antara pedagang dengan dinas. Namun, hasil penelusuran Solopos.com banyak pasar belum memiliki paguyuban pedagang.

“Kita kalau apa-apa kan enggak mungkin mengumpulkan semua pedagang. Saat perencanaan pembangunan pasar juga pedagang diundang untuk ikut rembugan desain, dan lainnya,” kata Hery.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya