SOLOPOS.COM - ilustrasi dugaan pungli DPRD Solo. (Dok)

Pungli di Sukoharjo yang dilakukan oleh pegawai negeri merupakan suatu bentuk korupsi.

Solopos.com, SUKOHARJO Pungutan tak resmi merupakan bagian dari tindak pidana pemerasan. Jika dilakukan pegawai negeri atau pejabat pemerintah, berarti tindakan tersebut bagian dari tindak pidana korupsi sebagaimana telah diatur dalam UU No. 31/1999 yang telah diubah dalam UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pernyataan itu dikemukakan pengamat hukum dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Adi Sulistiyono, saat dihubungi Solopos.com, Jumat (10/7/2015). Pendapat tersebut disampaikan menanggapi terungkapnya kasus pungutan tak resmi oleh pegawai Bagian Pemerintahan Sekretariat Sukoharjo (Setda) terkait pengurusan Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah (IPPT), awal pekan ini. Peristiwa itu menimpa warga Kelurahan Gayam, Kecamatan Sukoharjo, S. Widiyono, 46. Sekda, Agus Santosa, telah menyatakan perbuatan pegawai yang bersangkutan melanggar aturan.

Dosen Fakultas Hukum UNS Solo itu menjelaskan pejabat pemerintah yang memungut uang kepada seseorang, padahal tindakan tersebut tidak berlandaskan ketentuan, jelas merupakan pelanggaran hukum. Terlebih, atas perbuatan itu telah merugikan orang lain. Menurut dia tindakan itu termasuk tipikor, lebih khusus lagi tindak pemerasan dengan menyalahgunakan kekuasaan. Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf e UU Tipikor.

Penelusuran Solopos.com, pasal itu menyebutkan, “pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.”

“Tindak pidana kategori itu bukan delik aduan, tapi delik biasa. Jadi, penegak hukum [kejaksaan atau polisi] bisa langsung turun tangan menangani kasus tersebut tanpa menunggu laporan,” kata Adi.

Dia melanjutkan peristiwa yang sudah mengemuka dapat dijadikan awal pijakan. Penegak hukum selanjutnya dapat mengembangkan penyelidikan untuk menelusuri kemungkinan adanya keterlibatan orang lain.

“Bisa saja orang berasumsi pemerasan itu terjadi sudah lama dan banyak orang yang menjadi korban. Tapi selama tidak ada bukti orang lain yang menjadi korban, tidak dapat dikatakan praktik tersebut sudah berlangsung lama,” imbuh dia.

Selain merupakan tipikor, perbuatan pemerasan oleh pejabat pemerintah secara nyata melanggar disiplin pegawai negeri sipil (PNS). Hal itu bagian dari ranah inspektorat.

Salah satu notaris yang berkantor di Sukoharjo, Do, kepada Solopos.com mengaku beberapa kliennya pernah menginformasikan mereka dipungut biaya saat mengurus IPPT di Sukoharjo. Menurut kliennya pungutan itu berdasar tarif tanah per meter persegi yang bakal dimanfaatkan pemohon.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya