SOLOPOS.COM - ilustrasi dugaan pungli DPRD Solo. (Dok)

Pungli Boyolali, pelapor dugaan pungli proyek prona Karangendal berkoordinasi dengan Saber Pungli.

Solopos.com, BOYOLALI — Pelapor kasus dugaan pungutan liar (pungli) dalam proyek operasi nasional agraria (prona) Desa Karangkendal, Kecamatan Musuk, Boyolali, berkoordinasi dengan tim satuan tugas (satgas) Sapu Bersih (Saber) Pungli.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

“Sebelumnya kami sudah koordinasi dengan Saber Pungli di Kementerian Politik Hukum dan Keamanan [Polhukam], sekaligus menanyakan bagaimana perkembangan pembentukan Saber Pungli di daerah. Nah, kemarin akhirnya saya berkomunikasi dengan Satuan Reskrim Polres Boyolali terkait Saber Pungli itu dan menyampaikan persoalan di Karangkendal,” ujar warga Dukuh Daganrejo RT 004/RW 001, Karangkendal, Musuk, Sindu Hadi Permono, saat berbincang dengan Solopos.com, Rabu (11/1/2017).

Sejauh ini warga belum membuat laporan atau aduan secara resmi ke Polres Boyolali terkait dugaan pungli prona di Karangkendal. Mereka masih menunggu tindak lanjut penanganan kasus tersebut di Kejaksaan Negeri (Kejari) Boyolali. (Baca juga: Dipungut Rp550.000 untuk Prona, Warga Karangkendal Melapor ke Kejari)

Selain itu, Satgas Saber Pungli di Boyolali juga belum secara resmi terbentuk. “Sepertinya baru akan dibentuk. Mudah-mudahan segera, untuk memberantas pungli-pungli di Boyolali,” ujar dia.

Sindu menjelaskan awalnya laporan resmi dugaan pungli prona di Karangkendal disampaikan ke Kejaksaan Tinggi (Kejakti) Semarang yang juga ditembuskan kepada Kapolda Jateng, Gubernur Jateng, Menteri Polhukam, hingga Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN. “Namun sepertinya laporan kami ditangani Kejari Boyolali. Warga berharap Kejaksaan benar-benar menindaklanjuti laporan kami,” ujar dia.

Seperti diketahui, masyarakat Desa Karangkendal melaporkan dugaan pungli prona 2014-2014 dan 2016-2017 di desa tersebut ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Boyolali. Dugaan pungli bermula dari beban biaya yang harus ditanggung warga untuk mendapatkan sertifikat tanah melalui prona pada 2015. Warga dipungut biaya Rp550.000/bidang atau per sertifikat.

Saat itu, ada 257 bidang tanah yang diajukan untuk mendapatkan sertifikat. Namun, berdasarkan kuota prona yang diberikan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk Desa Karangkendal pada 2015 hanya 50 sertifikat.

Sampai saat ini ada ratusan warga yang sudah membayar biaya Rp550.000 tetapi belum mendapatkan sertifikat yang dimaksud. Kasatreskrim AKP Miftakul Huda mewakili Kapolres Boyolali AKBP M. Agung Suyono mengakui sempat diajak berkomunikasi perwakilan warga Karangkendal terkait dugaan pungli prona di Karangkendal.

“Mereka berencana mengadu ke Satgas Saber Pungli tapi kebetulan belum terbentuk. Kebetulan mereka juga laporan resminya ke Kejakti ya kami persilakan untuk menunggu dulu perkembangan dari Kejakti,” kata Huda.

Sebelumnya, Kasi Intel Kejari Boyolali, Sulistyo Wahyudi, mengatakan akan menindaklanjuti laporan warga Karangkendal. Laporan baru bisa ditangani karena baru masuk menjelang akhir tahun.

Terpisah, Kepala BPN Boyolali, Wartomo, membantah BPN menarik biaya dalam program prona di Desa Karangkendal. Seluruh biaya ditanggung pemerintah. Pernyataan ini sekaligus membantah pernyataan Kades Karangkendal, Slamet Suryanto, yang menyebut pungutan prona sudah dikomunikasikan dengan BPN.

Menurut Wartomo, koordinasi hanya terkait obyek dan subyek Prona. “Biayanya nol rupiah. Tidak ada biaya, jadi tidak ada yang perlu dikoordinasikan,” ujar Wartomo singkat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya