SOLOPOS.COM - Para Pimpinan Kecamatan Masaran yang dikoordinasi Kapolsek Masaran AKP Mujiono meninjau kondisi tanah pekarangan milik warga yang tergerus air Sungai Grompol di Dukuh Kelmbon RT 036, Desa Pilang, Masaran, Sragen, Rabu (24/1/2018). (Istimewa/Mujiono/Polsek Masaran)

Sragen berstatus siaga darurat bencana pada puncak musim hujan kali ini.

Solopos.com, SRAGEN — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen menetapkan status siaga darurat bencana memasuki fase puncak musim penghujan 2018. Penetapan status tersebut dilakukan Bupati atas rekomendasi BPBD Sragen.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Penjelasan tersebut disampaikan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sragen, Dwi Sigit Kartanto, saat dihubungi Solopos.com melalui telepon seluler, Sabtu (27/1/2018).

“Penetapan status siaga bencana oleh Bupati atas rekomendasi kami merujuk data-data instansi berwenang, dalam hal ini BMKG [Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika]. Januari-Februari ini puncak penghujan,” ujar dia.

Sigit menjelaskan tindak lanjut dari penetapan status siaga darurat bencana Sragen yaitu pendirian enam posko tingkat kecamatan dengan satu posko induk di Markas BPBD Sragen. Pendirian enam posko mulai pekan ini.

Enam posko tersebut di Kalijambe, Masaran, Plupuh, Tanon, Sidoharjo, dan Sambirejo. Masing-masing wilayah mempunyai karakteristik kerawanan bencana sendiri. Contohnya potensi bencana longsor di Sambirejo.

Sedangkan di Kecamatan Kalijambe rawan bencana banjir dan tanah longsor. Masing-masing posko tingkat kecamatan dijaga 24 jam dalam sehari oleh unsur pemerintah kecamatan, TNI/Polri, dan sukarelawan masyarakat.

Sedangkan personel BPBD Sragen bersiaga di posko induk. Personel yang disiagakan di posko kecamatan mendapatkan honor per sesi jaga. Rencananya posko tersebut akan disiagakan hingga masa siaga darurat selesai.

“Mudah-mudahan tidak terlalu lama. Awal atau akhir Maret lah. Penetapan status siaga darurat ini tergantung kondisi daerah. Dari kaca mata kami, sesuai laporan BMKG, ada peningkatan potensi eskalasi bencana,” kata dia.

Sigit menggarisbawahi penetapan status siaga darurat bukan berarti karena terjadi bencana alam. Tapi sebagai langkah antisipatif terjadinya bencana alam lantaran potensinya sangat tinggi merujuk data-data dari instansi terkait.

Ditanya dampak bencana angin kencang Kamis (25/1/2018), menurut Sigit sedang dalam tahap rekapitulasi data. Data sementara BPBD sebanyak 73 rumah di tiga kecamatan, yaitu Tanon, Sumberlawang, dan Mondokan, rusak.

“Di Tanjungsari [Sumberlawang] 37 unit, Jekani [Mondokan] dua rumah, sisanya di Kecamatan Tanon. Total 73 rumah rusak, 72 rumah rusak ringan, dan satu unit rusak sedang. Yang ringan banget tak kami tulis,” ujar dia.

Terpisah, Ketua DPRD Sragen, Bambang Samekto, mendorong BPBD merintis kemandiran masyarakat dalam tanggap bencana. Kongkretnya dengan menyiapkan kelompok (komunitas) sukarelawan tanggap bencana desa.

Keberadaan komunitas tersebut untuk mendeteksi berbagai potensi bencana alam di wilayah masing-masing. Hasil deteksi dini komunitas sukarelawan itu lantas dilaporkan ke jejaring atas termasuk BPBD Sragen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya