SOLOPOS.COM - Tawaran penjualan pulau di situs privateislandsonline.com. Yang ditawarkan di sini adalah Pulau Gambar di Laut Jawa. (privateislandsonline.com)

Tawaran penjualan pulau di situs privateislandsonline.com. Yang ditawarkan di sini adalah Pulau Gambar di Laut Jawa. (privateislandsonline.com)

JAKARTA – Pengamat Hukum Internasional Hikmahanto Juwana menilai publik tidak perlu resah dengan iklan provokatif “Islands for Sale in Indonesia” karena sebenarnya yang dijual bukan pulau dalam konteks kedaulatan melainkan hak atas tanah dari pulau tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Memang wacana merebak lantaran kesan dari iklan yang provokatif ‘Islands for Sale’ atau ‘Pulau untuk Dijual’. Padahal yang dijual adalah hak atas tanah dari pulau tersebut dan sama sekali bukan pulau itu sendiri,” kata Hikmahanto di Jakarta, Rabu, mengomentari informasi yang menyebutkan bahwa Pulau Gambar di Laut Jawa dan Pulau Gili Nanggu di Lombok Indonesia hendak dijual.

Ia mengatakan bahwa pemerintah tidak mungkin menjual pulau dan melepaskan kedaulatan atas pulau yang dimiliki karena pemerintah tidak diperbolehkan untuk melakukan perubahan tapal batas wilayah melalui perjanjian internasional tanpa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana diatur dalam Undang Undang Perjanjian Internasional dan Undang Undang Wilayah Negara.

Namun, kata dia, sebagaimana pulau-pulau besar seperti Jawa, Sumatera dan lain-lain, di setiap pulau ada tanah yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan, mulai dari pembangunan resor hingga pelabuhan. Dalam hukum agraria di Indonesia hak atas tanah dikeluarkan oleh pemerintah dalam bentuk Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha dan Hak Pakai. Instansi pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan hak atas tanah saat ini adalah Badan Pertanahan Nasional.

“Hak atas tanah dapat diberikan kepada warga negara maupun badan hukum Indonesia dan asing sesuai dengan syarat yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Bila memperhatikan hal tersebut maka di atas suatu pulau yang tidak terlalu besar wilayahnya bisa saja hanya ada dua pihak yang memiliki hak atas tanah dalam suatu pulau. Pemilik demikian secara kasat mata seolah `memiliki? pulau secara eksklusif. Padahal tidak demikian secara hukum,” katanya.

Berdasarkan Pasal 60 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah (PP 40/1996) disebutkan bahwa “Pemberian Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas sebidang tanah yang seluruhnya merupakan pulau atau yang berbatasan dengan pantai diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah”.

Oleh karena itu menurut Hikmahanto, penjualan hak atas tanah di pulau sama sekali bukan pelanggaran atas kedaulatan negara, paling tidak berdasarkan tiga alasan. Pertama, kata dia, penjualan tidak dilakukan oleh negara kepada negara namun oleh pihak yang mendapatkan hak atas tanah kepada individu atau badan hukum. Kedua, pemerintah dan aparat penegak hukum Indonesia masih tetap memiliki kewenangan untuk menjalankan yurisdiksinya atas pulau tersebut. Ketiga, pengembangan oleh swasta atas suatu pulau sebenarnya dapat disepadankan dengan swasta yang melakukan pembangunan perumahan atau superblok di suatu kawasan.

“Pengembang akan memohon izin lokasi kepada pemerintah daerah dan pemerintah daerah pada gilirannya dapat menyetujui atau menolak. Bila disetujui pengembang dapat membangun rumah atau apartemen yang dapat dijual kepada konsumen. Dalam konteks pulau, bisa saja pemerintah daerah mengeluarkan izin untuk pembangunan resor. Setelah resor didirikan maka resor tersebut dapat dijual atau disewakan kepada pihak yang berminat,” ujarnya.

Agar Tak Diabaikan
Menurut Hikmahanto, dalam konteks itu maka pemerintah daerah yang memiliki pulau sangat banyak dianjurkan untuk mengembangkan atau “menjual” pulau-pulau yang ada sebagai sumber pendapatan asli daerah. Hal itu, kata Hikmahanto, justru akan menunjang tidak adanya pengabaian terhadap pulau-pulau yang banyak jumlahnya di Indonesia.

“Ini penting agar bila ada klaim dari negara lain atas pulau tertentu maka pemerintah Indonesia dapat dengan mudah membuktikan bahwa ia melakukan pelaksanaan kedaulatan (display of sovereignty) dengan cara mengembangkan pulau-pulau tak berpenghuninya,” katanya.

Namun demikian, ia mengingatkan bahwa pemerintah pusat harus terlebih dahulu menyelesaikan peraturan pemerintah terkait dengan hak atas tanah di pulau sebagaimana diamanatkan oleh PP 40/1996 agar ada kepastian dan keseragaman hukum bagi pemerintah daerah dalam memberikan hak atas tanah di atas pulau-pulau yang berada dalam kewenangannya.

Akan tetapi, Hikmahanto menekankan bahwa pengelolaan atas pulau-pulau terluar harus dilakukan oleh pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah mengingat pulau-pulau terluar merupakan titik dasar penentuan wilayah laut Indonesia, baik laut teritorial, zona ekonomi eksklusif maupun landas kontinen. “Pulau terluar ini tentunya tidak dapat diperjual-belikan atau disewakan hak atas tanahnya mengingat peran strategisnya,” katanya.

Berita tentang penjualan pulau juga pernah muncul di tahun 2009 ketika di Propinsi Sumatera Barat diberitakan tiga pulau hendak dijual. Demikian pula pada tahun 2007 ketika Pulau Panjang dan Pulau Meriam yang berlokasi di Propinsi Nusa Tenggara Barat dikabarkan dijual kepada investor asing dan dikembangkan sebagai resor eksklusif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya