SOLOPOS.COM - Mahasiswa Institut Seni Indonesia Solo mengelar performing art di gedung F kampus ISI Kentingan, Solo, Minggu (4/11/2012)malam. Beberapa kegiatan kesenian juga digelar oleh UKM di tempat tersebut. (JIBI/SOLOPOS/ Sunaryo Haryo Bayu)

Mahasiswa Institut Seni Indonesia Solo mengelar performing art di gedung F kampus ISI Kentingan, Solo, Minggu (4/11/2012)malam. Beberapa kegiatan kesenian juga digelar oleh UKM di tempat tersebut. (JIBI/SOLOPOS/ Sunaryo Haryo Bayu)

Engkau telah menjadi racun bagi darahku
Apabila aku dalam kangen dan sepi
Itulah berarti
aku tungku tanpa api… (WS Rendra)

Promosi Kisah Pangeran Samudra di Balik Tipu-Tipu Ritual Seks Gunung Kemukus

Ya, lewat ramuan kata-kata dalam puisi Rindu karya WS Rendra itu, pentas seni peringatan hari jadi ke-20 Teater Jejak, Institut Seni Indonesia (ISI) Solo kembali mendapatkan ruh mereka. Diputar sekitar sepuluh menit, puisi yang mengisyaratkan ketakutan menghadapi sesuatau tanpa cinta itu diibaratkan perjalanan Teater Jejak yang tak akan berarti tanpa kehadiran Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) lainnya di ISI.

Menilik makna puisi  pembuka pentas yang digelar di Gedung F ISI Solo, Minggu (04/11) malam, itu  maka tak heran jika peringatan ulang tahun kelompok teater yang lahir pada lima November dua puluh tahun lalu ini diramaikan pula oleh sejumlah UKM di ISI. Sebanyak tujuh UKM yang bergerak di bidang seni seperti Paduan Suara Mahasiswa (PSM) ISI, UKM Band, UKM Pacet Melar dan Komunitas Cakrawala turut memanaskan suasana di ruangan yang biasanya untuk kuliah mahasiswa tari itu.

Tampil pertama Komunitas Cakrawala dengan performing art Doktrinasi TV, yang mengambil tempat di sekitar lokasi perayaan ulang tahun. Komunitas yang beranggotakan mahasiswa Seni Rupa Murni ISI Solo ini membuat sebuah pertunjukan tentang penolakan terhadap pengaruh televisi yang mereka anggap mulai menggeser keberadaan seni teater di Indonesia.
Pentas berdurasi sekitar 20 menit itu dimulai dengan aksi tiga pemain yang berjalan tanpa kata. Terus diam sembari melangkah menuju tempat penyimpanan televisi dan menghancurkannya hingga remuk.

“Ini adalah suatu bentuk protes sekaligus ketakutan jika kecintaan kepada TV terus dipelihara, nilai dan tradisi bisa-bisa luntur. Kami ingin menunjukan kalau TV itu sudah menjadi doktrinasi budaya yang menakutkan,” ucap pimpinan Komunitas Cakrawala, Irul, saat ditemui solopos.com, di sela-sela acara.

Acara semakin meriah saat kelompok musik kontemporer ISI Solo, Pacet Melar, tampil di podium. Sekitar setengah jam, kelompok musik ini menghibur para penonton. Sejumlah lagu-lagu daerah seperti Cublak-Cublak Suweng dan Gundhul-Gundhul Pacul dibawakan dengan permainan tempo yang menghibur. Kadang dibuat keras dan garang, tapi kadang juga dimainkan dengan alunan nada yang sangat lirih nan lambat.

Pentas kolaborasi semacam itu tak hanya diadakan  tahun ini. Pada perayaan hari jadi ke-19 Teater Jejak ISI Solo tahun lalu, sejumlah UKM di kampus seni itu juga turut dilibatkan. “Kami mengundang UKM-UKM lain sebagai wujud kebersamaan sekaligus kami ingin memberikan wadah bagi mereka semua mengekspresikan seni dan kemampuan masing-masing. Ini sudah tradisi,” tambah Pimpinan Teater Jejak, Damar Tri, saat ditemui Solopos.com seusai acara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya