SOLOPOS.COM - Ilustrasi Ramadan (Freepik)

Solopos.com--Awal Ramadan kali ini bersamaan dengan menyebarnya virus corona baru penyebab Corona Virus Disease-19 (Covid-19) di seluruh belahan dunia yang ”memafhumkan secara paksa” untuk berkontemplasi dan bertafakur kepada Allah SWT.

Hermanu Joebagio
Hermanu Joebagio

Virus menyebar ke seluruh belahan dunia adalah tanda kekuasaan Allah. Tafakur kita pada Ramadan ini adalah bisakah kita menjadi manusia unggul di hadapan Allah SWT? Puasa ibadah wajib mengandung keistimewaan, namun puasa Ramadan pada 2020 menjadi sangat istimewa karena terus-menerus di rumah, sebisa mungkin tidak keluar rumah demi mencegah dari terinfeksi virus.

Promosi Gonta Ganti Pelatih Timnas Bukan Solusi, PSSI!

Puasa adalah pengendalian diri menjadi manusia unggul. Untuk menjadi unggul ada lima komponen yang membingkai, yakni ad-din (faith), an-nafs (the human self), al-’aql (intellect), an-nasl (posterity), dan al-mal (wealth). Lima komponen itu dinamakan komponen pengembangan manusia unggul.

Agama mengajarkan beriman kepada Tuhan (ad-din) sebagai lokus keyakinan tertinggi dan wajib mengendalikan hawa nafsu (an-nafs) serta mengembangkan intelektualitas (al-’aql) untuk melihat fenomena kehidupan di sekitar secara objektif. Kemampuan melihat secara objektif ditafsirkan sebagai proses pembelajaran menambah kompetensi intelektual.

Tiga komponen pertama sebagai komponen utama yang wajib dilalui muslim. Mengapa? Sejak dilahirkan oleh ibu mereka sudah menentukan keyakinan yang bakal dianut. Sepanjang perjalanan kehidupan mereka, Allah SWT selalu menuntut pengendalian diri dan berkompetensi intelektual mumpuni untuk menjadi manusia unggul.

Karena itulah, puasa dan perilaku sosial (an-nafs) menjadi kekuatan untuk meluruskan niat, baik hubungannya dengan puasa maupun perilaku bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dua komponen berikutnya, an-nasl (berkeluarga) dan al-mal (berharta), sebagai komponen mudah dicapai setelah menyelesaikan komponen utama.

Dua komponen itu mewajibkan kaum muslim berkeluarga serta meraih rezeki halal dari aktivitas bekerja. Kewajiban berkeluarga mengikuti sunah Rasulullah Muhammad SAW dan bekerja mendapatkan rezeki untuk menghidupi keluarga, menyekolahkan anak-anak, untuk memperkuat komponen utama menjadi manusia unggul.

Manusia Unggul

Lima komponen itu disebut human development and well being. Pengembangan diri menjadi manusia unggul harus menjadi timbangan dan kelak mereka menjadi sandaran umat Islam. Dalam perspektif sejarah, nafs (the human self) sering menciptakan friksi berkaitan dengan kehidupan sosial, politik, dan ekonomi.

Nafs selalu bersaing dan ingin unggul dibandingkan yang lain melalui cara tidak terpuji. Begitulah nafs berkelindan dengan kuasa, identitas, dan afiliasi untuk menyingkirkan kelompok lain yang dipandang mengganggu eksistensi mereka.

Pada sisi lain, nafs dapat dikelola menjadi bernilai bila kaum muslim menjalankan beberapa hal. Pertama, utamakan harga diri, karena berniat lurus mengabdi, membangun persaudaraan sebangsa, dan sadar pentingnya kesetaraan sosial. Maksud kesetaraan sosial itu kaya atau miskin dihadapan Allah SWT adalah sama.

Kedua, mengutamakan membangun dan menata keadilan di lingkungan sosial mereka sendiri. Ketiga, mengutamakan persoalan moral dan spiritual dalam menyelesaikan suatu masalah sosial. Keempat, membangun keamanan dan memberdayakan lingkungan mereka. Kelima, berpikir terbuka implikasi dari kompetensi intelektualnya.

Filsuf moral dan politik Rawls, Habermas, dan Amartya Sen memandang manusia pengembang kebijakan publik dan pembangunan. Keterbukaan menempati posisi penting untuk pembangunan manusia. Bagi mereka inspirasi menata manusia unggul dalam bentuk kebebasan.

Melalui kebebasan bisa mendorong kreativitas dan inovasi, sebaliknya adalah belenggu, pengekangan, dan represi bentuk ketidakadilan yang tidak selaras dengan Islam. Ketidakadilan mendorong Ibn Khaldun dan Jamaluddin al-Afgani berpikir pentingnya ’ashabiyyah (solidaritas) dan Pan Islamisme.

Pikiran itu implikasi hegemoni bangsa Barat yang menimbulkan karut-marut dunia Islam. Solidaritas salah satu paradigma menangkal ikatan kesukuan dan kepercayaan (primordialisme) yang tumbuh akhir-akhir ini. Solidaritas berbangsa (’ashabiyyah) berperan untuk menjaga persatuan.

Islam dan Al-Qur’an (QS Al-Baqarah [2]:1433) mengisyaratkan ummatan wasathan, muslim di tengah dan tidak berpihak untuk menjunjung objektivitas dan kebenaran kontekstual. Solidaritas kemudian menjadi pedoman elite menghadapi kolonialisme.

Mereka membangun jaringan tanpa timbangan etnisitas dan religiositas karena mereka satu bangsa. Hal ini perlu dihidupkan kembali untuk meyelesaikan persoalan yang sedang dihadapi, yakni kemiskinan, ketidakadilan, dan keterpinggiran saudara sebangsa.

Hermanu Joebagio
Kepala Pusat Studi
Pengamalan Pancasila
Universitas Sebelas Maret

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya