SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

“Kalau bisa sih dapat tempat di (PT) negeri, makanya ini coba jalur undangan,” ujar Nurul Istiqomah, siswi Kelas III IPS SMAN 1 Klaten, Rabu (7/3) lalu.

Nurul memang sangat ingin kuliah di negeri. Demi mencapai keinginannya tersebut, remaja berkerudung ini telah beberapa kali mengikuti tray out yang digelar oleh berbagai universitas. Tujuannya adalah biar dapat gambaran seperti apa ujian masuk ke perguruan tinggi negeri nantinya. “Inginnya saya bisa diterima di Akuntansi, kalau enggak di UGM ya Undip.”

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kuliah di perguruan tinggi negeri (PTN) memang menjadi impian banyak siswa SMA yang ingin kuliah. Hampir semuanya menempatkan jurusan-jurusan di PTN favorit sebagai prioritas utama. Setelah itu baru perguruan tinggi lain sebagai pilihan berikutnya jika tidak diterima di jurusan favorit itu.

Meskipun kursi reguler yang dibuka oleh satu program studi di PTN sangat terbatas, animo siswa SMA tak pernah surut untuk memasukinya. Biasanya sebuah program studi PTN hanya membuka kurang dari seratus kursi untuk kelas reguler melalui jalur tes (SNMPTN) dan nontes (jalur undangan). Jika dikurangi dengan kursi untuk jalur undangan, kuota kelas reguler itu tinggal sekitar 75%. Padahal jumlah kursi yang terbatas itu akan diperebutkan oleh ratusan sampai ribuan lulusan dari seluruh Indonesia.

Tapi semua itu tidak menyurutkan semangat siapa pun yang memang berniat untuk kuliah di negeri. Bahkan semua tantangan itu dianggap pas untuk mendapatkan tempat kuliah favorit.

“Sebisa mungkin saya kuliah di negeri. Alasan pertama jelas biaya yang lebih murah, yang kedua ya negeri itu kan favorit, kalau bisa kuliah yang di tempat favorit,” kata Dita, siswi Kelas III Bahasa SMAN 6, Minggu (11/3).

Dita memulai misinya meraih kursi di PTN jauh-jauh hari sebelum UN dimulai. Remaja asal Jebres ini mencoba peruntungan di jalur undangan untuk memenuhi harapannya kuliah di Jurusan Komunikasi Massa UNS atau UGM. “Pilihan pertama di UNS saya ambil Komunikasi dan Sastra Inggris. Pilihan kedua di UGM, yaitu Komunikasi dan Hubungan Internasional,” ungkapnya.

Berbekal nilai rapor semesteran yang sering meraih peringkat satu di kelasnya, Dita optimistis bisa diterima di jalur undangan. Kini dengan upayanya menembus jalur nontes, dia tinggal berusaha meraih hasil maksimal di UN yang juga bisa menentukan lolos tidaknya dalam seleksi tersebut. Menurut Dita, jalur nontes bukan hanya menelusuri nilai rapor di sekolah tapi juga mempertimbangkan hasil UN.

Tak seperti rekan-rekannya yang banyak mencoba jalur-jalur lain di berbagai sekolah tinggi BUMN atau swasta, Dita berusaha konsisten untuk tetap mencoba jalur reguler di perguruan tinggi. Seandainya lolos lewat jalur undangan, dia akan menjalaninya. Namun jika tidak diterima, dia masih akan menempuh jalur tes di SNMPTN. “Kalau nanti tidak diterima di negeri, saya sudah punya rencana untuk kuliah di Unisri saja, kabarnya di sana jurusan HI-nya bagus. Kalau bisa kuliah di Solo saja,” katanya.

Nurul dan Dita hanyalah dua dari sekian banyak siswa SMA yang berharap kursi di PTN. Sebagian di antara mereka melakukan apa pun agar bisa diterima di PTN. Misalnya seseorang rela memilih program studi yang sebenarnya tidak begitu diminatinya di PTN tertentu dengan alasan peluang diterimanya lebih besar.

Namun sebagian lainnya tidak sepakat dengan langkah ini. Bagi mereka, memilih program studi kuliah harus sesuai dengan minat dan kemampuan karena merupakan awal untuk merintis masa depan.

“Ada banyak sekali teman saya yang mengambil jurusan apa saja, pokoknya bisa diterima di negeri. Saya tidak sepakat kalau seperti itu,” ujar Zain Fatchur Rohman, siswa Kelas III IPA SMAN 5 Solo.

Menurutnya, orang harus memilih tempat kuliah secara terprogram dan harus sudah memikirkan mau jadi apa setelah kuliah. Tanpa perencanaan tepat, nantinya malah akan bingung jika sudah kuliah. Oleh karena itu bagi Zain, peran bimbingan belajar di kelas III SMA sangat penting untuk mengarahkan siswa memilih perguruan tinggi.

“Selama ini banyak yang berpandangan yang penting kuliah di negeri, tapi enggak tahu kalau lulus mau ke mana. Aku cuma mau ambil jurusan kalau sudah terprogram dulu,” lanjutnya.

Dia pun belum merasa tertarik untuk mengikuti program seleksi swadana atau nonreguler yang kini banyak dibuka oleh berbagai PTN. Bahkan seandainya belum diterima di jurusan yang diinginkannya, dia memilih untuk mencobanya lagi tahun depan.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya