SOLOPOS.COM - Kuasa hukum korban Pencabulan, Badrus Zaman saat ditemui di Mapolres Sukoharjo, Senin (22/5/2023). (Solopos.com/Magdalena Naviriana Putri)

Solopos.com, SUKOHARJO — Perempuan korban dugaan pencabulan ayah kandungnya sendiri, G, 21, menyatakan kesiapannya untuk menjalani pemeriksaan. G sebelumnya sudah mendapat pendampingan psikologis dari Pemkab Sukoharjo.

Kesiapan itu disampaikan G melalui kuasa hukumnya, Badrus Zaman. Pemeriksaan G masih diperlukan untuk melengkapi berkas laporan agar proses hukum bisa segera ditingkatkan. Sejauh ini, kasus yang sudah dilaporkan sejak 2021 itu belum ada tersangkanya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Kondisi korban saat ini sudah mendapat pendampingan psikologis. Korban sudah mulai banyak berbicara dibandingkan biasanya, kalau mau diperiksa juga sudah siap. Kami minta untuk segera diperiksa saja agar ada tambahan keterangan untuk bisa dinaikan ke penyidikan,” ujar Badrus saat dimintai konfirmasi pada Rabu (7/6/2023).

Pengacara dari MBZ Keadilan tersebut mengatakan pihaknya telah menanyakan kembali perkembangan penyelidikan dengan mendatangi Unit PPA Polres Sukoharjo pada Selasa (6/6/2023). Ia kemudian dapat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) dari Unit PPA Polres Sukoharjo.

“Kemarin surat SP2HP sudah kami ambil. Pada dasarnya kami mendesak Polres Sukoharjo untuk segera menindaklanjuti perkara ini. Karena perkara ini sudah 2 tahun lamanya dilaporkan oleh korban sejak 3 Agustus 2021,” terang Badrus.

Sebelumnya, pihaknya telah melengkapi bukti baru berupa berkas persalinan G dari rumah sakit di Wonogiri. Petugas dari Unit PPA Polres Sukoharjo ikut mendampingi Badrus saat meminta bukti persalinan tersebut ke RS.

Kasus tersebut telah mendapat banyak sorotan dari berbagai pihak. Bahkan tak sedikit yang mendesak aparat penegak hukum segera menetapkan tersangka dalam kasus itu. Sebab selama dua tahun pelaporan hingga kini belum ada tersangka yang ditetapkan dalam kasus tersebut. Padahal anak dugaan hasil pencabulan ayahnya tersebut telah berusia 5 tahun.

Sebelumnya, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Dian Sasmita, mendorong aparat penegak hukum (APH) untuk memproses kasus kekerasan seksual secara profesional dan berkeadilan pada korban.
APH bisa mengunakan UU Perlindungan Anak untuk mengusut kasus tersebut. Ketika UU PA belum mengatur pelanggaran tersebut Dian menyarankan APH menggunakan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Sebab dalam UU TPKS keterangan saksi korban sudah bisa menjadi sebuah alat bukti yang cukup selain itu visum et repertum dan visum et repertum psikiatrikum.

Mengingat kekerasan seksual jarang sekali dilakukan di ruang publik, justru terbanyak dilakukan di ruang domestik. Sehingga ada keterbatasan kehadiran saksi lainnya selain korban. Sementara dalam hukum pidana satu alat bukti dianggap tidak sah, sehingga harus membutuhkan dua alat bukti.

Ia juga menjelaskan di dalam kasus kekerasan seksual UU TPKS maupun UU PA memberikan pemberatan hukuman jika dilakukan oleh orang tua.

Sebagai informasi G diduga menjadi korban perbuatan bejat ayahnya sendiri berinisial S yang juga seorang praktis hukum terkenal di Sukoharjo. Ia mengaku dicabuli berulang kali oleh ayahnya, sejak 2016 atau saat usianya masih 14 tahun.

Kasus itu sudah dilaporkan sejak 2021 namun hingga kini tak jelas progresnya. Belum ada penetapan tersangka oleh Polres Sukoharjo hingga korban harus tiga kali ganti kuasa hukum.

Badrus Zaman, kuasa hukum korban dari MBZ Keadilan, mengatakan kejadian itu bermula ketika korban harus tinggal satu rumah dengan S, yang kini berusia sekitar 58 tahun di Sukoharjo. Korban yang kini berusia 21 tahun sebelumnya tinggal terpisah dengan ayahnya, mengikuti sang ibunda di Purwodadi.

“Korban datang dari Purwodadi ke Sukoharjo pada akhir 2015. Kala itu korban dititipkan ke ayahnya karena ibunya sudah sakit keras dan tidak bisa membiayai pendidikan korban. Akhirnya diserahkan pada S selaku ayah kandung korban,” jelas Badrus saat ditemui di Mapolres Sukoharjo, Selasa (15/5/2023).

Badrus membeberkan kali pertama kejadian dugaan pencabulan itu berlangsung pada 2016 lalu. Saat itu korban diajak S membeli baju. Setelah itu korban diajak ke sebuah hotel, di sanalah petaka dimulai, S mencabuli korban.

Tindakan bejat itu terjadi berulang kali hingga korban melahirkan seorang putra pada Agustus 2017 lalu. Saat itu ia masih duduk di bangku SMP. Tak berdaya, seusai melahirkan korban masih harus melayani nafsu bejat pelaku hingga 2018. Pada 2019 korban nekat keluar dari rumah untuk menyelamatkan diri dibantu beberapa pihak, meski tak bisa lagi bertemu dengan anaknya.

Saat kejadian korban juga berada dalam satu rumah dengan kakaknya. Namun sang kakak juga tak memiliki daya untuk membantu menyelamatkan adiknya. Sebab berdasarkan keterangan korban, kakak laki-lakinya itu juga diduga mendapat ancaman saat ingin membantu menyelamatkan G.

Korban sempat putus asa. Hingga pada 3 Agustus 2021 setelah menamatkan pendidikannya di SMK, ia mendapat dukungan beberapa pihak untuk melaporkan sang ayah ke Polres Sukoharjo. Namun upaya itu tak berjalan mulus, hingga kini ia merasa belum mendapat keadilan atas petaka yang menimpanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya