Promosi Kisah Petani Pepaya Raup Omzet Rp36 Juta/bulan, Makin Produktif dengan Kece BRI
“Tidak perlu mencari-cari akar permasalahan Anda marah. Yang harus diketahui justru apa tujuan Anda marah,” ujar Irawati Istadi, penulis sejumlah buku mengenai manajemen keluarga yang menjadi pembicara dalam acara yang digelar Kelompok Bermain/TK/SD Islam Unggulan Al Khoir Solo dan komite sekolah setempat. “Yang paling penting, orang tua harus bisa bersikap tegas tanpa menjadi emosional,” tandasnya.
Irawati lantas mencontohkan kisah Nabi Muhammad S.A.W. yang konon pernah diompoli bayi salah satu sahabatnya yang saat itu tengah digendongnya. Sang sahabat yang malu dengan kejadian itu spontan menarik si bayi dari gendongan Nabi yang membuat si bayi kaget dan menangis. “Saat itu Nabi pun mengingatkan sang sahabat bahwa ompol si anak bisa kering dalam waktu singkat, tapi luka hati si anak akibat perbuatan kasar si orang tua belum tentu bisa kering bahkan hingga saat dia dewasa,” tutur Irawati.
Irawati juga mengingatkan, belum tentu kesalahan yang dianggap dilakukan oleh buah hati sebenarnya murni disebabkan si anak sendiri. “Siapa tahu yang bermasalah sebenarnya justru orang tua. Misalkan orang tua marah karena si anak kesiangan ke sekolah, itu mungkin karena orang tuanya juga tidak bangun lebih pagi agar bisa bersiap lebih cepat,” katanya.
Untuk marah secara efektif, lanjut Irawati, orang tua harus paham soal efek jera. “Ini titik di mana anak ketika dimarahi lantas menyadari kesalahannya. Kalau orang tua juga sadar dan lantas berhenti marah pada titik itu, marahnya akan memberi dampak positif pada anak,” katanya. “Kalau si anak sudah mencapai titik jera tapi orang tua justru masih marah panjang lebar, titik itu akan terlewati dan si anak justru jadi mendendam dan melawan karena sudah merasa tak dihargai lagi,” tegas Irawati. “Kalau marah, fokuskan pada kesalahan si anak, bukan lantas menjelek-jelekkan dia secara keseluruhan sehingga merusak harga dirinya,” imbuhnya mengingatkan.